Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Sejati Sang Penulis Bagian 1: Konflik Rumah Tangga Rindang

26 Februari 2023   15:44 Diperbarui: 26 Februari 2023   15:46 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cinta sejati (Pexels.com/Mann Quang)

Rindang duduk sendirian di ruang tamu rumahnya, dengan tatapan kosong di matanya. Wajahnya tampak murung, menggambarkan rasa tak nyaman dan tidak bahagia di hatinya. Rambut hitamnya terurai panjang, terjuntai di bahu, tanpa disentuhnya sama sekali. Rindang memakai pakaian yang simpel dan nyaman, celana pendek dan kaos lengan pendek, yang menunjukkan ketidaktertarikannya pada penampilan. 

Matanya tampak sayu, seolah-olah tidak terlihat apa yang ada di depannya, melainkan mengarahkan pandangannya pada suatu hal yang lebih dalam di pikirannya. Tangannya menyentuhkan jari-jari ke jari-jari, menandakan kegelisahan yang sedang ia alami. Di sekelilingnya, ruangan tamu terlihat tenang dan sunyi, dengan cahaya lampu yang lembut menerangi ruangan. Terkadang, suara keributan dari luar terdengar samar-samar, tetapi Rindang tidak terpengaruh sama sekali. Ia tetap dalam keheningan, merenungkan keadaannya yang tidak bahagia dan mencari jalan keluar dari masalahnya.

"Apa yang salah dengan pernikahanku? Kenapa aku merasa tidak bahagia, meskipun hidupku berjalan dengan baik? Bimo sudah memberikan segalanya untukku, tetapi mengapa aku tidak bisa merasakan cinta yang tulus dan mendalam untuknya?" Rindang menghela napas berat.

Sudah dua tahun aku menikah dengan Bimo, tetapi aku masih merasakan kekosongan dalam hatiku. Hubungan kami seperti tanpa rasa, tanpa getaran emosi yang membuat hatiku berdetak kencang. Aku merindukan hubungan yang intim, hangat, dan penuh cinta seperti hubungan yang pernah aku miliki dengan Ario. Ario... cinta pertamaku. Dia selalu ada di pikiranku, dan aku merindukan rasanya jatuh cinta dan dicintai.

Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku merasa terkekang dan tidak merdeka dalam kehidupanku bersama Bimo. Ia selalu memaksaku untuk menuruti kehendaknya, dan aku merasa kesulitan untuk mengekspresikan diriku dengan bebas. Aku merindukan kebebasan dan kemandirian, meskipun aku tahu bahwa itu tidak mungkin jika aku terus bersama Bimo.

Aku mulai meragukan keputusanku untuk menikah dengan Bimo. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus meneruskan hidupku dengan Bimo, meskipun aku tidak bahagia, atau harus aku berani mengambil risiko dan mencari kebahagiaanku yang sebenarnya?

Air mata mengalir di pipi Rindang. Dia meraih sehelai tisu untuk mengelapnya, lalu menghela nafas panjang lagi.

Aku merasa kesepian dan terisolasi di dalam rumah tanggaku sendiri. Aku berharap bisa menemukan jalan keluar dari konflik batin yang aku rasakan ini. Aku ingin merasakan kebahagiaan yang sejati dan memiliki hubungan yang bahagia dan harmonis dengan pasanganku. Namun, apakah itu mungkin terjadi di dalam rumah tangga yang telah terbentuk seperti ini?

Rindang adalah seorang penulis terkenal dengan segudang prestasi di usianya yang masih muda. Ia telah menikah dengan seorang pria kaya yang dijodohkan oleh keluarganya. Namun, pernikahan itu bukanlah impian yang Rindang inginkan. Ia tidak merasa bahagia dalam rumah tangganya, apalagi Bimo suaminya memiliki karakter yang keras dan arogan.


Tiba-tiba, suaminya, Bimo, masuk ke dalam ruang tamu. Rindang mencoba tersenyum padanya, namun ia merasa kebahagiaan itu palsu.

"Bimo, apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Rindang.

"Saya ingin berbicara denganmu, Rindang," kata Bimo sambil duduk di samping Rindang.

Rindang merasa cemas. Ia tidak suka ketika Bimo meminta waktu untuk berbicara dengan serius. Biasanya, itu berarti ada masalah dalam rumah tangga mereka.

"Ada apa, Bimo?" tanya Rindang.

"Kita perlu membicarakan masalah ini dengan serius. Aku melihatmu selalu mengabaikanku dan enggan berbicara denganmu. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bimo.

Rindang merasa tertekan dengan pertanyaan Bimo. Ia tidak ingin membicarakan masalahnya dengan Bimo, karena ia tahu pasti akan menjadi lebih rumit.

"Tidak ada masalah, Bimo. Aku hanya sedang sibuk dengan pekerjaanku," jawab Rindang.

"Benarkah? Aku rasa ada yang salah, Rindang. Kita harus membicarakan ini dengan serius," ujar Bimo dengan tegas.

Rindang merasa semakin tertekan. Ia tidak ingin membicarakan masalahnya dengan Bimo, namun ia tidak bisa lagi menyembunyikannya.

"Aku... aku merasa tidak bahagia dalam rumah tanggaku, Bimo," kata Rindang perlahan.

Bimo terkejut mendengar pengakuan Rindang. Ia merasa sedih bahwa istrinya tidak bahagia, namun ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Apa yang membuatmu tidak bahagia, Rindang?" tanya Bimo.

Rindang menghela nafas panjang. Ia tahu bahwa ia harus jujur pada suaminya, meski itu akan melukai hatinya.

"Aku merindukan kebebasan untuk menjalani hidupku sendiri. Aku tidak pernah mencintaimu, Bimo. Kita menikah karena dijodohkan oleh keluarga kita," kata Rindang.

Bimo terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa sedih bahwa pernikahannya tidak bahagia, namun ia tidak ingin kehilangan Rindang.

ku ingin mencoba menemukan solusi untuk masalah kita. Apakah ada yang bisa kita lakukan agar hubungan kita menjadi lebih baik?" tanya Bimo.

Rindang merasa terharu dengan sikap Bimo yang mencoba mencari solusi. Namun, ia tahu bahwa masalah ini tidak bisa diatasi dengan mudah.

"Aku tidak tahu, Bimo. Aku merasa terjebak dalam kehidupan ini. Aku tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan," kata Rindang.

Bimo menggenggam tangan Rindang dengan erat. Ia merasa sedih melihat istrinya yang tidak bahagia.

"Kita akan mencari jalan keluar bersama, Rindang. Aku akan selalu mendukungmu dan mencoba membuatmu bahagia," ujar Bimo.

Rindang merasa haru dengan ucapan Bimo. Ia tahu bahwa Bimo mencintainya, meski ia tidak mencintai Bimo. Namun, ia tidak tahu bagaimana cara membuat pernikahannya bahagia.

Rindang dan Bimo masih duduk di ruang tamu, mencoba mencari solusi untuk masalah mereka. Namun, Rindang masih merasa tidak bahagia dan merindukan cinta sejatinya, Ario.

Sebenarnya, Bimo memiliki penampilan yang menarik dan karismatik, dengan tinggi badan yang cukup dan postur tubuh yang tegap. Ia memiliki rambut hitam yang rapi dan wajah tampan yang sering membuat orang lain terpesona. Namun, tatapan matanya cenderung tajam dan sering membuat orang merasa tidak nyaman ketika dilihat langsung. 

Bimo biasanya memakai pakaian yang terlihat mahal dan elegan, yang menunjukkan status sosialnya yang tinggi. Meski tampak serius dan angkuh, Bimo bisa terlihat hangat dan penuh perhatian terhadap orang yang dicintainya.

Sifat Bimo cenderung otoriter dan keras kepala, ia selalu berpegang pada pendapatnya sendiri dan tidak suka mendengarkan pendapat orang lain, termasuk Rindang. Meski Rindang telah dijodohkan dengannya, Bimo tidak pernah benar-benar menganggap Rindang sebagai pasangan hidupnya, melainkan hanya sebagai seorang istri yang harus tunduk pada kehendaknya. 

Ia selalu menganggap dirinya lebih unggul dan memiliki hak untuk memerintah Rindang. Namun, di balik sikapnya yang keras dan dominan, Bimo terkadang menunjukkan kelemahan dan ketidakpastian di hadapan Rindang, terutama ketika Rindang mulai mengutarakan ketidakpuasannya terhadap keadaan rumah tangga mereka.

Setelah Bimo pergi ke kantornya, Rindang merenung sejenak. Ia teringat kembali pada masa lalu ketika ia masih bersama Ario, cinta sejatinya. Rindang dan Ario berpacaran saat mereka masih di bangku SMA. Namun, hubungan mereka harus berakhir karena Ario harus melanjutkan kuliah di luar negeri.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun