suami, mengambilkan lauk untuk sang anak?
Pernahkah kita menyaksikan ilustrasi berikut. Seorang istri sibuk hilir mudik ke dapur mengambil piring, sendok, gelas, dan makanan. Lalu, balik lagi ke ruang makan, menyendok nasi untuk sangSembari menyuapi anak bungsunya yang masih balita, ia juga mondar-mandir mengambil tas kerja sang suami, jas, juga tas anak-anak yang akan dipakai ke sekolah.
Tak ada sesuap nasi pun yang terlihat masuk ke mulutnya, saat suasana sarapan tersebut. Ia sibuk mengurusi semua orang yang ada di rumah. Tapi, ia sendiri tidak keburu dan tidak ada waktu untuk mengurusi dirinya sendiri.
Lihatlah, pemandangan yang sangat kontras. Di saat sang istri sibuk mondar-mandir dan hilir mudik ke sana ke mari memastikan setiap orang mendapatkan pelayanan dengan baik.
Sang suami asyik menyuap makanan, sambil melihat smartphonenya dengan asyik. Seperti tidak peduli sekeliling. Ibarat dia dan perempuan di hadapannya itu memiliki dunia yang sangat berbeda.
Padahal, mereka berdua berada dalam situasi yang sama, disatukan dengan ruangan dan waktu yang sama.
Tetapi, entah mengapa ada perbedaan yang signifikan dalam pekerjaan yang harus dilakukan. Bahkan, laki-laki sama sekali tidak mengerjakan hal apapun selain menyuapkan makanan ke mulutnya.Â
Sedangkan, istri melakukan begitu banyak pekerjaan, melayani semua orang, hingga ia tidak memiliki kesempatan dan waktu. Bahkan, untuk sekedar makan sekalipun.
Ilustrasi di atas adalah gambaran double burden yang dialami oleh perempuan sebagai ibu dan istri di rumah, terkait dengan pekerjaan dalam rumah tangga.
Apa itu double burden?
Double burden dapat diartikan sebagai beban pekerjaan yang diterima oleh salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.