Holla, ada yang sudah tahu dan kenal dengan jebakan yang satu ini?Â
Yang pasti bukan jebakan Batman, ya. Kita mungkin sering menyaksikan di lingkungan sekitar kita. Bagaimana sebuah rumah tangga baru, terdiri dari pasangan usia milenial yang lahir pada tahun 1980-an hingga 1996.Â
Secara kasat mata, keluarga muda ini tampak begitu serasi, berkecukupan bahkan kaya raya, dan selalu tersenyum bahagia. Kenapa, kita melihatnya seperti itu? Ya, tentu saja. Siapa pun akan mengatakan seperti itu, kok.Â
Baca juga: Rindu Paling Gerimis
"Duh, enak ya mereka, baru menikah kemarin sore saja. Sudah punya rumah, walaupun di perum dan masih cicilan dengan tenor sepuluh tahun. Mobilnya, kecil sih tapi elegan lah, cukup untuk keluarga yang baru memiliki satu anak."Â
Kondisi seperti itu tidak mengherankan, ya. Mengingat suami-istri tersebut dua-duanya bekerja dan memiliki penghasilan. Sehingga, dengan mudah mereka dapat merencanakan kebutuhan finansial mereka. Sebagai tetangga yang berperan untuk menonton dan tepuk tangan, mungkin kita akan berkata, "Wow... keren!"
Beberapa tahun berlalu, mungkin kita sudah lupa tuh kepoin rumah tangga muda itu. Karena, kita juga sibuk, waktu banyak tersita untuk urusan anak-anak dan rumah tangga. Tanpa direncana lewat di depan rumah keluarga muda tersebut. Kebetulan papasan dan saling bercengkerama.
"Eh, kok mobilnya sudah tidak lagi terparkir di garasi, ya. Nyonya rumah yang dulu selalu tampil cantik dan wangi itu, kini dia resign. Katanya mau fokus ngurusin balita mereka. Mana sekarang lagi hamil lagi dengan usia kandungan tujuh bulan."
Ya, beberapa tahun berlalu. Ada keputusan finansial yang kurang tepat dalam manajemen keuangan rumah tangga muda ini. Karena, mereka berdua sama-sama bekerja.Â
Mungkin, saat fresh graduate mereka diterima bekerja di tempat yang bergaji lumayan besar. Suami dan istri ini memiliki anggapan bahwa mereka punya dua pendapatan atau gabungan pendapatan (join income).
Sehingga, saat membuat keputusan finansial, yakni mengambil KPR dan cicilan mobil. Mereka menggunakan gabungan dua pendapatan tersebut sebagai acuan. Umpama, suami bekerja sebagai karyawan di perusahaan otomotif dengan prakiraan gaji Rp4 juta. Istri bekerja sebagai kasir di mini market dengan prakiraan gaji sekitar Rp2 juta.