Bagi orang yang sudah terbiasa menulis, baik fiksi maupun non-fiksi. Apalagi berprofesi sebagai penulis.Â
Tentu saja, sudah tidak asing lagi dengan nama penyakit berbahaya yang satu ini.
Bagaimana tidak, saat virus writer's block menyerang. Seorang penulis akan tampak mati gaya sekaligus mati kutu. Betul gak?
Writer's block juga hinggap tanpa pandang bulu. Tidak membedakan kasta, strata, dan senioritas dalam dunia kepenulisan. Siapa saja, bisa kena.Â
Bukan hanya, penulis pemula yang masih belajar untuk merangkai tema supaya nyambung dengan isi bahasan.Â
Namun, dapat hinggap juga pada mood penulis yang sudah berkategori master atau profesional.
Sebagaimana kita ketahui bersama, writer's block merupakan sebuah kondisi yang dialami oleh seorang penulis.
Dimana ia merasa kaku dalam menuangkan ide menjadi tulisan, tidak dapat menemukan ide atau gagasan baru tentang apa yang akan ditulis.Â
Penulis juga merasa kesulitan untuk dapat fokus dalam menulis sebuah tema.
Kehilangan inspirasi, menulis lebih lambat tidak seperti biasanya, dan merasa stres hingga frustasi yang akut ditandai dengan berhenti menulis dalam jangka waktu yang lama.
Gustave Falubert -- seorang penulis yang berasal dari Prancis menjelaskan bahwa writer's block adalah peristiwa yang dialami penulis, saat ia dalam kondisi sama sekali merasa tidak tahu apa yang akan dan harus ditulis. Padahal, ia sudah berpikir secara keras, dan memeras otak.Â
"Anda tidak tahu apa itu, tinggal sepanjang hari dengan kepala di tangan sambil mencoba memeras otak yang malang untuk menemukan sebuah kata saja."
Writer's block pada dasarnya lebih suka menyerang mood penulis. Hal tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan komitmen apalagi kompetensi atau kemampuan penulis.Â
Oleh karena itu, jangan heran bila penulis sekelas J.K. Rowling saja pernah kok mengalami writer's block? apalagi kita, sebagai penulis pemula, yang moodnya angin-anginan.
Tindakan preventif yang dapat kita persiapkan, agar saat writer's block menyerang mood kita tetap aman adalah dengan cara berikut :
Pertama, writer's block seperti monster hitam nan gelap yang menyerang saraf sadar kita.Â
Oleh karena itu, saat mood diserang berdo'alah agar kita dapat segera sadar, jangan pingsan berkepanjangan. Segera teguhkan kembali niat awal kita sebagai penulis, meskipun masih pemula.Â
Dalam hal ini, melakukan refleksi sangat penting untuk mengembalikan kembali ghiroh dan ruh kita dalam jalur kepenulisan yang lurus.
Kedua, Ambil tindakan dengan segera, cari cara yang ampuh untuk mengembalikan kembali mood yang telah koyak.Â
Pilih cara-cara yang menyenangkan, dan disukai oleh otak kita. Umpamam: membaca roman percintaan; menonton drakor yang disukai sambil minum segelas coklat panas; melihat tanaman di pekarangan yang mulai menghijau; atau jalan-jalan dan jajan-jajan menghirup udara segar.Â
Semoga saja, semua hal tersebut dapat mendatangkan semangat dan inspirasi. Bagai minyak tanah yang menggelorakan api.
Jangan anggap enteng writer's block. Meskipun ia kasat mata, dampaknya tidak main-main. Bisa-bisa kita dipensiunkan secara dini dari dunia kepenulisan. Kan gak etis, ya. Baru juga mulai, harus sudah ditutup.Â
Writer's block sebagai sebuah penyakit, ia akan melekat dan mencengkeram dengan kuat pada mood penulis yang tidak berusaha untuk melepaskan diri. Siap-siap saja, hidup bersama writer's block berhari-hari, minggu, bulan, bahkan selamanya.Â
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui dan menerapkan cara dan tips menghadapi writer's block. Ditta Widya Uttami, S.Pd., Gr. -- seorang penulis dan guru IPA asal Subang memberikan tips dalam menghalau writer's block yang biasa menyerang mood para penulis.
Mengenali penyebabnya Â
Setiap masalah akan dapat terurai dan ditemukan solusinya. Apabila kita sudah berhasil menemukan akar penyebabnya.Â
Ibarat sebuah gejala penyakit, misalnya badan demam dengan suhu yang tinggi, jantung berdegup kencang, napas sesak, dan lain-lain.
Kita tidak bisa begitu saja meminum obat, tanpa mengetahui terlebih dahulu jenis penyakit dan penyebabnya.Â
Mungkin kita akan datang ke dokter untuk mengetahui tentang hasil diagnosa, apa sebenarnya penyakit yang mendera tubuh kita.Â
Jika sudah ditemukan jenis penyakit dan penyebabnya, dokter akan memberikan resep obat untuk kita beli.
Begitulah halnya dengan writer's block. Sebelum melakukan tindakan pengobatan. Kita sebagai penulis, disarankan untuk melakukan self diagnosis.Â
Karena, kepenulisan tidak ada klinik atau rumah sakitnya. Kecuali, jika kita memiliki mentor atau guru, yang memantau perkembangan karier kepenulisan kita.
Berikut adalah beberapa penyebab yang mengundang datangnya writer's block ke dalam mood penulis.
1. Mencoba metode/topik baruÂ
Writer's block bisa hadir tanpa diundang, ketika seorang penulis mencoba-coba menerapkan metode atau teknik baru dalam karier kepenulisannya.
Umpama, seorang penulis yang biasa menulis puisi, cerpen, atau karya fiksi lainnya. Tiba-tiba ia ingin menulis artikel. Maka, dapat dipastikan ia akan merasa buntu, dan kehilangan ide.
Begitu pun sebaliknya. Bahkan, tidak hanya berbeda genre, beda jenis tulisan pun pasti akan berpengaruh. Misalnya, seorang penulis artikel dengan jenis argumentatif. Ia juga akan mengalami writer's block saat akan mencoba menulis artikel persuasif atau deskriptif.
Writer's block juga akan menyerang penulis yang biasa menulis dengan topik atau tema tertentu. Umpama: otomotif, teknologi, inovasi, dan lain-lain. Ketika mencoba menulis dengan tema atau topik yang lain, ia akan kehilangan kata-kata seperti layaknya penulis pemula.
Mempelajari teknik dan banyak berlatih menulis menurut Ditta Widya merupakan solusi dalam masalah ini. Hal ini akan membantu penulis merasa percaya diri dalam menuangkan ide dan gagasannya.
Membaca referensi baru adalah solusi kedua yang harus dilakukan penulis yang sedang mencoba metode atau topik baru. Daftar bacaan rujukan yang berisi pendapat para ahli tentang suatu tema atau suatu hal akan menambah wawasan bagi penulis.
Oleh karena itu, penting bagi penulis. Sebelum menggarap metode atau tema baru untuk menyiapkan amunisi dan segera perlengkapan. Dari mulai karakteristik tulisan yang akan digarap, struktur tulisan, berikut daftar acuan.
2. Stres
Sebenarnya, menulis narasi dalam bentuk diary atau curahan hati, cerpen, puisi dan tulisan-tulisan lain dalam bentuk prosa naratif bisa menjadi terapi bagi penyakit stres.
Karena, dengan menuangkan semua hal yang dirasakan, baik perasaan sedih, kesal, marah, kecewa, dan lain-lain ke dalam tulisan. Hal itu akan membantu menghilangkan sampah emosi dari dalam mental kita.
Namun, bisa saja saat kita stres menghadapi deadline pekerjaan di kantor, masalah bisnis yang menuntut segera dituntaskan, dan problematika rumah tangga yang berkepanjangan.Â
Akan menyebabkan rasa stres melanda jiwa kita. Oleh karena itu, perlu upaya self healing dari dalam diri.Â
Dengan cara melakukan self theraphy melakukan hal-hal yang menyenangkan, disukai, membuat relaks, dan lain-lain. Umpama: menulis healing, jalan-jalan, melakukan hobi yang menyenangkan, membaca komik, bercocok tanam, nonton film, dan lain-lain.
3. Ingin tampak sempurna
Keberhasilan dalam menulis, umpama artikel yang dibaca ribuan bahkan jutaan orang ; menghasilkan buku best seller, dan penghargaan dalam ajang-ajang lomba penulisan.
Hal itu akan menjadikan seorang penulis mengalami stars syndrome dalam bidang ini. Akhirnya, saat menulis ia akan menaruh ekspektasi yang tinggi pada tulisan yang dihasilkannya.
Alih-alih dapat menghasilkan tulisan dengan kualitas bagus. Hal ini malah dapat mendorong penulis ke dalam lembah writer's block.
Dia akan merasa harus tampil sempurna tanpa cela. Sehingga untuk menulis paragraf pertama saja, membutuhkan waktu berlama-lama. Karena, ingin paragraf pembuka yang spektakuler dan disukai banyak pembaca.
Sehingga, saat menulis terus saja berkutat dalam kegiatan baca-edit. Padahal, kegiatan tersebut akan berakibat pada tulisan tidak pernah selesai sampai kapan pun.
Oleh karena itu, lakukanlah refleksi, akuilah bahwa diri kita memang bukan penulis yang sempurna.
Kualitas sebuah tulisan sangat berkorelasi positif dengan keberuntungan, tren, dan lain-lain. Lebih dari itu, menulis bukanlah kemampuan yang final.
Bukan sebuah jaminan, seorang penulis profesional akan tetap dapat menulis dengan versi terbaiknya. Saat ia tidak konsisten menghasilkan karya.
Kemampuan menulis setiap hari itu kadang bertambah dan berkurang. Bila hari ini dapat menghasilkan artikel yang bagus dan menjadi headline. Belum tentu, esok hari dapat mengulang kesuksesan yang sama.
Yakinlah bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Begitu pun dengan penulis. Kita semua memiliki sisi buruk dan sisi indah masing-masing. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H