Seperti sudah dijelaskan di atas pada bagian pembuka artikel ini, bahwa dana transportasi bagi keluarga saya menduduki posisi teratas sebagai pos yang menghabiskan pendapatan terbesar, hampir 25 persen dari total pendapatan sekitar Rp 1.500.000.Â
Itu belum termasuk biaya pembelian bensin untuk mobil yang dipakai suami ke kantor. Jangan-jangan bisa mencapai hingga jumlah dua juta, ya. Mengingat harga bensin sekarang naik.Â
Oleh karena itu, dengan kenaikan BBM tersebut akan lebih memperparah neraca pengeluaran keluarga kami.Â
Padahal, seharusnya hal ini tidak terjadi. Jika saja jadwal antara masuk sekolah dan masuk kerja tidak jomplang. Sebenarnya, hanya selisih tiga puluh menit saja.
Tapi, bagaimana lagi sampai kini, saya belum menemukan solusi untuk menyiasati hal tersebut.
Sebagai warga negara yang baik, hanya bisa pasrah, berusaha, dan berdoa.
Semoga lebih banyak lagi rejeki yang datang kepada keluarga kita. Sehingga, kita bisa berkata, "Biarin mahal, yang penting kebeli."
2. Biaya makanÂ
Pos pengeluaran bidang mamin (makanan dan minuman) ini sudah dipastikan akan naik. Entah bagaimana, selalu ada korelasi yang positif antara kenaikan harga BBM dengan harga variabel ini. Mereka berdua sudah seperti anak kembar saja.
Karena, secara perhitungan matematis dan ekonomis. Memang, sangat masuk akal. Bila BBM naik, maka otomatis harga dan biaya pengiriman dan biaya transportasi bahan makanan dan minuman pun akan naik.
Hal ini, secara serta-merta akan meningkatkan harga bahan pangan. Karena, pengusaha makanan harus menutupi biaya transportasi. Ke mana lagi mereka membebankan biaya tersebut, selain ikut-ikutan menaikkan harga.