Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mitigasi Risiko Kenaikan Harga BBM Ala Ibu Rumah Tangga

5 September 2022   17:30 Diperbarui: 6 September 2022   07:29 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu rumah tangga atur keuangan pasca BBM naik (Sumber: Shutetrstock)

BBM sudah resmi naik, ya Gengs. Semua warga masyarakat terdengar mengeluh. Tidak hanya para pemilik kendaraan. Baik roda dua, maupun roda empat. Sebagai konsumen utama yang hidup-mati kendaraannya bergantung pada bahan bakar fosil ini.

Kalangan pengusaha dan bisnis kecil pun ikut menjerit. Bahkan, imbas terakhir adalah ibu rumah tangga. Merasa enggak? Kalau uang di dompet terasa lebih cepat menipis.

Hari ini, sopir angkot yang saya tumpangi, terdengar melontarkan kekecewaannya, terkait hal tersebut, menambah panjang daftar ketidakpuasan atas kebijakan kenaikan harga BBM ini.

"Lagu lama, ya Bu ... Kalau BBM naik, semua harga pasti ikutan naik. Tidak lama lagi, nih saya juga sebagai sopir, mau demo minta tarif angkot dinaikkan juga." 

Saya hanya mengangguk mengiyakan keinginan Pak Sopir, sambil tersenyum miris. 

Sudah terbayang bila ongkos ikut naik juga. Berapa yang harus dikeluarkan untuk transpor si sulung, si tengah, saya dan suami.

Kemarin saja sebelum BBM naik, untuk biaya transpor si sulung saja sekitar satu juta rupiah. Dengan perhitungan, ojek dari rumah sampai sekolah, saat berangkat saja Rp 20.000.

Pulang sekolah, dua kali naik angkot Rp 6.000, ongkos ojek Rp 7.000, artinya dalam satu hari membutuhkan biaya transpor sekitar Rp 33.000.

Dikali satu bulan, hampir menyentuh di angka satu juta, untuk biaya transpor saja, untuk satu orang anak.

Belum lagi anak tengah yang bersekolah di SD, tiap hari antar jemput oleh ojek. Karena, jaraknya lumayan dekat saya hanya bayar Rp 10.000, jika dikalkulasi dalam satu bulan menyentuh angka Rp 300.000.

Ilustrasi mitigasi risiko kenaikan harga BBM | Pexels.com/Anthony Skhraba
Ilustrasi mitigasi risiko kenaikan harga BBM | Pexels.com/Anthony Skhraba

Saya juga memerlukan transpor sekitar Rp 13.000, per hari. Dengan perhitungan dua kali naik angkot dan satu kali naik ojek. Jika dari sekolah pesan ojek online lebih mahal lagi, saya harus bayar sekitar Rp 25.000. 

Memang lebih mahal, tapi saya bisa lebih cepat tiba di rumah, tidak usah nunggu term-an angkot yang bisa memakan waktu hingga setengah jam lebih.

Sebenarnya, bisa saja saya dan anak sulung ikut di-drop bersama mobil suami. Tapi, ya itu perbedaan jam masuk kantor dan sekolah menyebabkan kami harus berangkat masing-masing.

Anak saya yang pertama masuk sekolah pada pukul 06.30 untuk mengikuti kegiatan pembiasaan. Oleh sebab itu, dia harus berangkat pukul 06.00 pagi dari rumah. Agar bisa tiba di sekolah pada pukul setengah tujuh.

Sedangkan, saya dan bapaknya anak-anak berangkat kerja pada pukul 06.30 atau kadang-kadang pukul 07.00. Sungguh, menjadi tantangan tersendiri lika-liku masalah transpor ini.

Sempat galau 

Berita kenaikan BBM sempat membuat saya terhenyak. Sebagai ibu rumah tangga merangkap ibu bekerja. Saya paham betul bagaimana susah dan capeknya mencari uang. 

Selain itu, sebagai ibu rumah tangga, saya juga tahu sekali bagaimana sulitnya mengelola dan menjaga agar uang gaji cukup untuk semua kebutuhan anggota keluarga hingga akhir bulan.

Ada beberapa pos pengeluaran rumah tangga yang akan membengkak dan loss management dengan adanya dampak kenaikan BBM ini.

1. Dana transportasi 

Seperti sudah dijelaskan di atas pada bagian pembuka artikel ini, bahwa dana transportasi bagi keluarga saya menduduki posisi teratas sebagai pos yang menghabiskan pendapatan terbesar, hampir 25 persen dari total pendapatan sekitar Rp 1.500.000. 

Itu belum termasuk biaya pembelian bensin untuk mobil yang dipakai suami ke kantor. Jangan-jangan bisa mencapai hingga jumlah dua juta, ya. Mengingat harga bensin sekarang naik. 

Oleh karena itu, dengan kenaikan BBM tersebut akan lebih memperparah neraca pengeluaran keluarga kami. 

Padahal, seharusnya hal ini tidak terjadi. Jika saja jadwal antara masuk sekolah dan masuk kerja tidak jomplang. Sebenarnya, hanya selisih tiga puluh menit saja.

Tapi, bagaimana lagi sampai kini, saya belum menemukan solusi untuk menyiasati hal tersebut.

Sebagai warga negara yang baik, hanya bisa pasrah, berusaha, dan berdoa.

Semoga lebih banyak lagi rejeki yang datang kepada keluarga kita. Sehingga, kita bisa berkata, "Biarin mahal, yang penting kebeli."

2. Biaya makan 

Pos pengeluaran bidang mamin (makanan dan minuman) ini sudah dipastikan akan naik. Entah bagaimana, selalu ada korelasi yang positif antara kenaikan harga BBM dengan harga variabel ini. Mereka berdua sudah seperti anak kembar saja.

Karena, secara perhitungan matematis dan ekonomis. Memang, sangat masuk akal. Bila BBM naik, maka otomatis harga dan biaya pengiriman dan biaya transportasi bahan makanan dan minuman pun akan naik.

Hal ini, secara serta-merta akan meningkatkan harga bahan pangan. Karena, pengusaha makanan harus menutupi biaya transportasi. Ke mana lagi mereka membebankan biaya tersebut, selain ikut-ikutan menaikkan harga.

Sebelum BBM naik, untuk biaya makan sekeluarga dengan anggota dua orang dewasa, dan tiga orang anak. Dengan perhitungan tiga kali makan. Saya menghabiskan dana sekitar Rp 50.000 per hari. Dengan rincian belanja harian sebagai berikut:

  • Daging ayam segar Rp 20.000 sekitar 7 potong ukuran sedang.
  • Bumbu racik ayam dua bungkus Rp 6.000.
  • Daun kangkung dan sawi masing-masing satu ikat Rp 6.000.
  • Telur 4 butir Rp 9.000.
  • Tahu dan tempe Rp 9.000.

Dengan kemungkinan bahwa kenaikan BBM akan berimbas pada harga bahan makanan. Maka, sebagai ibu rumah tangga, kita para perempuan harus pandai-pandai mengencangkan ikat pinggang nih.

3. Belanja bulanan

Setiap rumah tangga tentu saja memiliki agenda belanja bulanan. Sesederhana apapun, kebutuhan yang akan dibeli. Meliputi sabun mandi-cuci, pasta dan sikat gigi, sampo, sabun cuci, pewangi, dan lain-lain tektek bengek kebutuhan kamar mandi. 

Untuk kebutuhan yang menunjang penampilan anggota keluarga. Tentu ada daftar rincian belanja yang berbeda dari yang pertama. Apalagi bagi ibu yang senang tampil dan berdandan. Skincare menjadi agenda utama, dari mulai foundation, bedak padat, toner, facial wash, hand body, parfum, lipstick, dan lain-lain.

Kebutuhan anak-anak apalagi yang masih memiliki bayi atau balita. Kebutuhan diapers, susu, skin care bayi, vitamin, snack, dan lain-lain.

Satu lagi yang paling utama dari list belanja bulanan adalah kebutuhan dapur. Ada beberapa item yang wajib dimasukkan ke dalam list belanja bulanan, di antaranya: 

  • Mie instan kuah dan goreng masing-masing satu dus 
  • Kecap dan saus pedas ukuran besar masing-masing dua botol.
  • Kopi sachet satu renteng isi dua belas beli dua renteng.
  • Minyak goreng ukuran 2 liter lima pouch.
  • Bumbu penyedap rasa sachet satu renteng.
  • Gula putih satu kilo dan teh satu bungkus ukuran besar.

Dengan naiknya harga BBM list belanja tersebut tentu akan membutuhkan biaya yang cukup besar. 

Padahal, dulu tahun 2007 untuk membeli semua list kebutuhan yang tertera di agenda bulanan tersebut, saya hanya mengeluarkan uang sekitar Rp 70.000.

Sekarang, tahun 2022 untuk mendapatkan semua yang dibutuhkan, saya harus merogoh kocek dalam-dalam hingga menyentuh angka 1 juta -1,5 juta.

Mitigasi risiko 

Dalam menyikapi naiknya harga-harga setelah kenaikan harga BBM, ada beberapa langkah mitigasi risiko yang perlu dilakukan.

Dilansir dari hashmicro.com, mitigasi risiko dapat diartikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan oleh subyek atau orang sebagai pemilik risiko, dalam hal ini subyeknya adalah ibu rumah tangga dan semua warga yang terdampak kenaikan harga BBM. 

Dengan tujuan agar dapat mengurangi bahkan meniadakan dampak dari suatu peristiwa yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi subyek pemilik risiko.

Ada 4 langkah yang harus kita lakukan dalam mitigasi risiko sebuah peristiwa, dalam hal ini terkait kenaikan harga BBM yang akan berimbas pada kenaikan pada harga-harga kebutuhan hidup lainnya.

1. Acceptance

Sikap awal yang harus kita tampakkan, dalam merespon berita kenaikan harga BBM adalah dengan cara menerima. Tidak usah mengeluh, reaktif, demo, dan lain-lain. Apalagi menangis bombay di depan SPBU. Ciri bahwa kita sudah menunjukkan sikap menerima adalah tidak banyak omong, biarkan semua peristiwa itu terjadi. 

Karena, tidak akan ada pengaruh semua yang kita lakukan. Harga-harga tetap akan naik. Dengan bersikap menerima dan membiarkan. Kita akan merasa lebih tenang dan dapat berpikir jernih. Sehingga mental kita akan positif dan dapat dengan cerdas mencari solusi yang jitu untuk mencari solusi.

Sikap membiarkan kita lakukan, jika risiko yang merugikan dari peristiwa tersebut minim. Tidak menimbulkan dampak yang signifikan bagi stabilitas keuangan rumah tangga kita. 

2. Avoidance

Melakukan berbagai macam cara untuk menghindari risiko yang ditimbulkan oleh dampak kenaikan harga. Dalam hal ini dibutuhkan dukungan sumber daya, modal, dan kemampuan. Karena, kita akan fokus melakukan suatu hal yang berdaya guna dan hasil guna.

Dalam mitigasi kasus kenaikan harga BBM. Saya sudah menerapkan apa-apa yang dihimbaukan oleh Menko Kemaritiman, Jenderal TNI, Luhut Binsar Panjaitan, M.P.A. bahwa untuk menyikapi kenaikan harga-harga bahan pangan sebagai dampak ikutan naiknya harga BBM. Maka, semua rakyat Indonesia harus mewujudkan ketahanan pangan di rumah masing-masing.

Dengan cara menanam cabai, tomat, bawang daun, seledri, kunyit, sayur-sayuran, dan lain-lain. Benar saja, saya sudah tidak direpotkan lagi untuk mengejar-ngejar Kang Sayur. 

Selain itu, anggaran untuk biaya makan sehari-hari pun menjadi hemat. Kita tinggal petik saja dari kebun mini di pekarangan rumah. Praktis dan tentu saja lebih menyehatkan. Karena, ditanam secara organik tanpa menggunakan pupuk yang berbahan kimia.

Mengapa, kita harus fokus pada ketahanan pangan. Karena, hanya sektor inilah yang dapat dikendalikan dari dalam. Sektor dana transpor dan belanja bulanan merupakan faktor eksternal yang berada di luar kekuasaan kita. 

Selain ketahanan pangan, ada upaya lain menekan biaya makan. Yakni, menyiapkan makanan berdasarkan permintaan anggota keluarga. Hal ini, saya rasa lebih hemat dan ekonomis. Tidak ada makanan yang terbuang. Waktu dan tenaga juga jadi lebih produktif.

Dulu, saya memasak satu atau dua menu dalam satu kali jadwal makan. Umpama, pagi-pagi memasak sayur dan goreng telur. Ternyata, anak-anak dan suami malah makan mie atau menggoreng nugget. 

Akhirnya, rubah haluan deh. Fokus pada menyediakan semua bahan yang biasa disukai anak-anak dan suami, yakni telur, tahu, tempe, nugget, sosis, mie, dan ikan asin. Saya pun memasak berdasarkan pesanan seperti di warung nasi.

3. Limitation

Kenaikan harga BBM bukan barang baru. Setiap tahun sudah dapat diprediksi, bakal naik. Tapi, tetap saja kita merasa kaget, ya. Seharusnya, bila hal ini sudah bersifat rutin, kita sudah bersiap. Karena, kenaikan BBM sudah ibarat anak kembar dengan kenaikan harga bahan pokok lainnya. Bila yang satu ingin naik, maka adik kembarnya pun ikut-ikutan mau naik.

Pintar-pintar kita dalam menyikapinya. Formula dan rumus seperti apa yang dapat diterapkan. Agar kenaikan harga tidak mengganggu stabilitas perekonomian rumah tangga. 

4. Transference

Saat kita tidak sanggup menelan pil pahit kenaikan harga ini sendirian. Ajaklah suami sebagai partner dan mitra berdiskusi, mencari solusi dalam mengatasi membengkaknya pengeluaran sebagai dampak kenaikan harga tersebut.

Apakah dengan cara klise, yakni berhemat mengencangkan ikat pinggang, atau mencari penghasilan sampingan. Banyak kok usaha sampingan yang dapat kita kerjakan. Dengan sedikit modal, kemauan, dan perjuangan. Insyaalloh pasti ada jalannya.

Itulah, beberapa langkah mitigasi risiko yang sudah saya terapkan. Bila ada manfaatnya, silakan dicoba, semoga berhasil. (*)

#BBM Naik Lagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun