Para nyai tersebut bertugas untuk mengurus rumah tangga, memenuhi kebutuhan seksual, dan menjadi penghubung antara lelaki Eropa dengan masyarakat pribumi. Dari mulai urusan bahasa, kebiasaan, maupun hubungan perdagangan.
Peran nyai
Sebenarnya, Nyai pada saat itu memiliki peran yang cukup penting sebagai mediator dalam berbagai bidang. Umpama, dalam mengenalkan makanan pribumi. Secara unik, seorang Nyai memasak makanan yang berbahan dasar dari pribumi, seperti beras, ubi, singkong, dan lain-lain. Namun, disesuaikan dengan cita rasa, kebiasaan, dan lidah orang Eropa.
Dalam hal busana, Nyai memiliki status sosial lebih tinggi dari sebelumnya. Ketika sebelum jadi Nyai, seorang perempuan akan memakai kebaya biasa dan sederhana.Â
Maka, setelah jadi Nyai, busana yang dipakainya akan berganti menjadi kebaya putih berenda seperti yang biasa digunakan oleh perempuan Eropa. Kebaya tersebut diyakini memiliki kualitas yang bagus dan harga yang lebih mahal dibandingkan kebaya pada umumnya.
Perempuan yang menjadi Nyai akan memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik. Dia akan menguasai tiga bahasa, yakni : bahasa daerah sebagai bahasa ibunya sendiri, bahasa Indonesia, dan bahasa Belanda. Secara bahasa seorang Nyai akan berperan untuk menjadi penterjemah. Sedikit demi sedikit ia akan belajar bahasa laki-laki yang menjadi majikannya.
Menjadi seorang Nyai sebenarnya tidak gampang. Ketika sudah sah dan terpilih menjadi Nyai pun seorang perempuan rentan untuk terusir dan tidak dibutuhkan lagi. Apalagi tatkala sang majikan sudah merasa bosan, dan ingin mengganti Nyai yang baru.
Dengan demikian, seorang Nyai mau tidak mau harus beradaftasi dengan kebiasaan tuannya. Dalam hal gaya hidup, seorang Nyai akan belajar mengikuti gaya hidup orang Eropa.Â
Dari mulai cara berbicara, berperilaku, memasak, bahkan hingga cara berfikir. Nyai pun akan belajar membaca dan menulis untuk mengimbangi Tuannya. Ia akan banyak membaca, agar bisa dijadikan teman diskusi yang asyik dan cerdas oleh tuannya.
Hubungan Nyai dengan Tuannya tidak lagi sebatas menjadi pendamping. Nyai juga berperan sebagai pemegang kunci rumah dan barang-barang berharga, dan sebagai orang kepercayaan untuk mengurus rumah tangga.Â
Sehingga seorang Nyai akan terlatih untuk pintar dalam membelanjakan kebutuhan sehari-hari, pandai menyisihkan uang untuk ditabung, dan berkesempatan untuk diajak berpesiar oleh Tuannya untuk 'makan angin' di sore hari.
Itulah, beberapa peran Nyai dalam menjembatani proses adaftasi antara Tuannya dengan bangsa pribumi. Meskipun begitu, tetap saja profesi sebagai Nyai tidak dapat dikatakan sebagai hal yang baik bagi perempuan. Karena, Nyai tidak dinikahi secara sah.
Tentu saja, hubungan mereka dengan Tuannya tersebut dapat dikatakan sangat bertentangan dengan agama yang dianut masyarakat. Oleh karena itu, maka di dalam peribahasa Sunda muncul kalimat 'piruruhan dika-tengahimah-keun. Yakni, bekas pembantu rumah tangga yang dinaikkan derajatnya menjadi seorang istri. (*)