Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hak dan Kewajiban Pembantu Rumah Tangga (PRT)

21 Juli 2022   19:58 Diperbarui: 22 Juli 2022   09:39 2728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pembantu rumah tangga | Pexels.com/Alex Green

Kehadiran Pembantu Rumah Tangga (PRT) di rumah seseorang, katakanlah majikan sangat krusial. Mengingat, jaman sekarang hampir 50 persen rumah tangga terdiri dari pasangan bekerja. Mengapa? 

Selain, akses mendapatkan pekerjaan bagi perempuan semakin terbuka lebar. Biaya hidup yang semakin tinggi, mau tidak mau istri sebagai ibu rumah tangga dituntut untuk memiliki penghasilan.

Hal tersebut mengakibatkan terbengkalainya pekerjaan domestik di rumah seperti mengasuh anak, mencuci, menyetrika, membereskan rumah, dan lain-lain. Apalagi, meningkatnya bonus demografi berupa tingginya generasi muda yang tinggal di wilayah perkotaan dengan alasan karir dan pekerjaan, semakin memperlebar problem tersebut.

Tempat tinggal yang jauh dari orang tua dan sanak saudara kedua belah pihak, menjadi masalah tersendiri yang harus dipikirkan. 

Apalagi bila pasangan sudah memiliki anak. Hidup di perantauan tidak memungkinkan untuk menitipkan si kecil kepada kakek dan neneknya. Meskipun bisa antar-jemput. Pagi disimpan, sore dijemput. Tetap saja, bila jarak rumah kita dengan orang tua terlalu jauh, berabe juga. Hal ini mengharuskan pasangan bekerja untuk menyewa tenaga pembantu rumah tangga.mDengan demikian, permintaan akan PRT pun meningkat tajam. 

Seperti dilansir dari Republika.co.id, bahwa berdasarkan data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan jika dalam dua tahun terakhir ini, jumlah pembantu rumah tangga di Indonesia meningkat tajam. Hal ini disebabkan oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf kehidupan kalangan kelas menengah.

Baca juga: Kenduri Bisu

Hak Pembantu rumah tangga dari dulu hingga kini

Jika, di era sekitar tahun 80-an, status dan ketersediaan pekerja yang berkutat dengan urusan domestik ini muncul secara alami. Di mana keluarga priyayi atau bangsawan mengambil rakyat jelata sebagai hamba sahaya. Tugas mereka melayani dan meladeni kebutuhan para priyayi tersebut. Dari mulai makan-minum, cuci-gosok, hingga tektek bengek keseharian lainnya.

Ada konsekuensi logis yang menguntungkan didapat sebagai privilege oleh para pembantu yang bekerja di lingkungan priyayi atau bangsawan. 

Mereka mendapatkan upah yang layak, makanan, dan pakaian, serta tinggal di sekitar lingkungan rumah para priyayi tersebut. Saat pulang ke rumah mereka di kampung, mereka mendapatkan penghargaan di masyarakat sebagai abdi dalem.

Hal ini, setidaknya dapat meningkatkan pamor mereka di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, pada saat sudah tua dan pensiun, ada imbalan berupa tunjangan atau pesangon. Baik dalam bentuk uang maupun beras pembagian setiap bulannya.

Di era milenial sekarang ini, keberadaan pembantu rumah tangga cenderung diciptakan. Ada beberapa agen atau biro penyedia jasa pembantu rumah tangga yang bertebaran. Walaupun keberadaannya masih terbatas ada di kota-kota besar saja.

Hal ini, menurut saya merupakan kemajuan yang cukup membahagiakan bagi para pekerja rumah tangga. Setidaknya dengan tergabungnya dalam biro tersebut, ada jaminan keamanan dan perlindungan. 

Bila suatu saat nanti ada kendala dalam pekerjaannya. Baik berupa gaji yang tidak dibayar sesuai perjanjian, dipekerjakan dengan beban berat yang tidak manusiawi, waktu kerja yang tidak masuk akal, pemotongan gaji, bahkan kekerasan.

Menurut data yang didapat dari Departemen Kementerian Ketenagakerjaan, ada 52,6 juta orang yang bekerja di sektor Pembantu Rumah Tangga (PRT). Jumlah tersebut sudah termasuk dengan pekerja yang bekerja sebagai pembantu di luar negeri. Dari data di atas, 80 persen dari mereka adalah pekerja berjenis kelamin perempuan.

Karena, para pembantu rumah tangga ini bekerja di sektor domestik, mereka dianggap bukan sebagai pekerja formal. Oleh karena itu, mereka pun dianggap tidak berhak mendapatkan kondisi bekerja, fasilitas, perlakuan, dan gaji sebagai pekerja di sektor formal. 

Dengan demikian, mereka sangat rentan mendapat perlakuan yang semena-mena dari majikan seperti gaji yang rendah, penganiayaan, dan eksploitasi alias bekerja melewati batas waktu yang dibebankan.

Konvensi ILO No. 189 yang berlangsung di Geneva, Swiss menjadi payung hukum yang sangat penting dan harus dijadikan patokan bagi setiap orang yang mempekerjakan pembantu rumah tangga, pemerintah, dan para pembantu rumah tangga itu sendiri. Mengapa pembantu rumah tangga juga harus mengetahui hak-hak tersebut?

Hal tersebut, agar mereka dapat memperjuangkan hak-haknya. Bila didapati perlakuan yang tidak sesuai dengan konvensi tersebut seperti gaji yang tidak layak, beban kerja yang tidak rasional, penganiayaan, dan perlakuan yang semena-mena dari majikan. Mereka dapat mengadukannya ke badan hukum terkait.

Apa sajakah hak-hak pembantu rumah tangga yang terdapat dalam Konvensi ILO No. 189 tersebut? 

Dilansir dari gajimu.com, berikut adalah hak-hak pembantu rumah tangga yang penting untuk dipahami dan dipatuhi bersama penerapannya di lapangan.

Pertama, Hak-hak dasar pekerja meliputi promosi dan perlindungan hak asasi, penghormatan dan perlindungan prinsip hak-hak dasar terkait dengan kemerdekaan berserikat, perlindungan efektif dari pelecehan dan kekerasan, ketentuan kerja yang fair dan kondisi hidup yang layak.

 Selain itu, sebelum mulai bekerja, pembantu rumah tangga juga harus diberi informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja dalam sebuah kontrak tertulis.

Kedua, Jam kerja. Seperti layaknya pekerja di sektor formal, pembantu rumah tangga juga memiliki jaminan perlakuan yang sama dalam hal pengaturan jam kerja normal, kompensasi lembur, masa istirahat harian dan mingguan, serta cuti tahunan berbayar.

Ketiga, aturan pengupahan meliputi : upah minimum dalam hal ini mungkin disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR), pembayaran upah harus dilakukan secara tunai, langsung diterima oleh pekerja yang bersangkutan dan dalam jangka waktu tidak lebih lama dari satu bulan, alias tidak diutang.

Keempat, keselamatan dan kesehatan kerja meliputi : hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan jaminan sosial atau diberikan tunjangan berupa biaya pengobatan saat pembantu rumah tangga tidak bisa bekerja karena sakit.

Pengalaman menggunakan jasa pembantu rumah tangga

Sebagai salah satu pengguna jasa pembantu rumah tangga. Mulai dari tahun 2007, sejak kelahiran anak pertama, hingga sekarang tahun 2022, anak yang ketiga. 

Saya lebih nyaman dengan pembantu yang pulang pergi, alias tidak menginap di rumah. Itu karena saya suka privasi, saya ingin yang ada di rumah itu hanya keluarga inti saja: ibu, ayah, dan anak-anak.

Dalam rentang waktu tersebut, kurang lebih hampir 16 tahun. Saya tiga kali ganti pembantu rumah tangga. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi proses penggantian tersebut.

Pertama, jarak domisili. Karena, saya pindah rumah, asal dari kota A ke kota B, tidak mungkin jika pembantu harus ikut. Dengan demikian, mau tidak mau saya harus mencari pembantu yang bertempat tinggal di sekitar tempat tinggal.

Kedua, pembantu saya melakukan kekerasan fisik pada anak. Hingga menyebabkan luka pada bagian rongga mulut putra pertama saya. Hal ini, membuat saya sempat mengalami trauma, dan ingin berhenti bekerja. Namun, tentu saja tidak bisa. Karena, saya bekerja sebagai guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Tidak mudah bagi saya untuk mengundurkan diri begitu saja. Akhirnya, saya putuskan membawa anak ke sekolah. Terkadang sesekali saya titipkan dia pada saudara, walau jarak antara rumah kami agak jauh. Tapi, bagaimana lagi. Mencari pembantu yang benar-benar sayang pada anak kita itu rasanya sulit sekali. Walau terasa capek dan menguras tenaga, karena harus antar jemput. Hal demikian berlanjut beberapa bulan.

Hingga akhirnya, saya kembali mendapatkan pembantu untuk mengasuh anak saya. Alhamdulillah, dia sangat perhatian, sayang, dan telaten merawat anak saya.  

Dia adalah tetangga saya, rumahnya tepat sekali di pinggir rumah kami. Meski usianya sudah 57 saat itu. Namun, beliau masih kuat untuk mengasuh anak saya yang sedang aktif-aktifnya.

Ketiga, usia tua dan sakit-sakitan. Pembantu yang kedua, saat anak ketiga kami lahir, usianya menjelang 70, beliau mulai uzur dan sering mengeluh sakit. Lebih dari itu, kondisi suaminya pun membutuhkan perawatan istrinya. Karena, beberapa bulan belakangan, penyakit diabetes yang dideritanya, membuat beliau kesulitan melihat dan berjalan, serta beberapa kali harus dirawat di rumah sakit. Oleh karena itu, dengan sangat terpaksa, beliau minta berhenti.

Padahal, anak saya yang ketiga saat itu baru saja lahir. Saya kembali merasa kelimpungan. Bagaimana, jika saat masa cuti habis. Saya belum mendapatkan pembantu untuk mengasuh anak saya?

Sebenarnya, ada beberapa orang yang datang menawarkan jasanya untuk mengasuh anak saya. Ada rekomendasi juga dari teman tentang orang yang mau mengasuh anak saya. Namun, kendala jarak serta trauma saya tentang pengasuh pertama yang melakukan kekerasan membuat kami tidak begitu saja menerima.

Alhamdulillah, tepat di akhir masa cuti ada tetangga yang datang ke rumah. Beliau menawarkan diri untuk mengasuh anak saya. Sebenarnya, sudah lama saya menginginkan dia untuk mengasuh anak saya.

Tapi, saat itu saya tidak berani memintanya bekerja. Karena, beliau sedang dalam kontrak kerja dengan orang lain. Qodarulloh, majikan dia yang pertama, katanya sudah tidak membutuhkan lagi pengasuh karena anaknya sudah besar, bisa ditinggal sendiri. 

Akhirnya, saya menemukan kembali pengasuh, yang menurut saya tepat. Beliau sangat perhatian dan sayang pada bayi kami. Saat ini, sudah berjalan tiga tahun beliau bekerja pada kami.

Tidak banyak beban kerja yang saya berikan kepada mereka, sebatas mengasuh bayi kami, dan menyetrika pakaian jika sempat. Karena, mencuci pakaian, mengepel, mencuci piring, dan memasak. Sudah saya lakukan pada malam hari. Jadi, saat pukul enam pagi saya berangkat kerja, semua pekerjaan sudah beres. Pembantu tinggal memandikan bayi, memberi makan, membuat susu, mengajak main, dan menyetrika.

Untuk waktu kerja, saya biasakan mereka pulang pada pukul tiga sore. Kadang kalau saya sedang santai, dan pekerjaan sudah beres. Saya persilakan pembantu pulang. Ada beberapa bahan makanan yang diberikan kepada mereka saat pulang, berupa mie dan makanan lain yang saya beli dari sepulang sekolah.

Kewajiban pembantu rumah tangga

Terkait kewajiban, saya rasa setiap orang yang memutuskan bekerja di sektor apapun, dalam bidang apapun. Tentu saja, mereka sudah tahu tentang apa-apa saja yang harus dilakukan. 

Untuk pembantu rumah tangga, mereka bekerja secara domestik, tentu saja pekerjaan dan kewajibannya terkait dengan kebersihan, membereskan, dan menyelesaikan semua hal terkait pekerjaan rumah tangga.

Akhir kata, pembantu rumah tangga sebagaimana diri kita. Mereka juga memiliki raga dan rasa. 

Marilah kita manusiakan mereka, dengan cara menunaikan apa yang menjadi hak-hak mereka tanpa dikurangi sedikit pun. Karena, bagi saya keberadaan mereka sangat berharga. Tiadalah kita bisa seperti sekarang ini, bila mereka tidak ambil alih urusan rumah kita. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun