Tradisi pembatasan waktu kerja dengan berpatokan pada bunyi bedug adzan zuhur ini, sudah berlangsung lama dan turun-temurun.Â
Sebagai sebuah warisan khazanah kekayaan budaya leluhur kita, bedugan tampil sebagai kearifan lokal yang patut dibanggakan. Hal ini membuktikan bahwa leluhur kita pada zaman dahulu, sudah sangat cerdas dalam mengelola sistem pertanian.Â
Ada alasan psikologis yang dapat dijelaskan terkait tradisi bedugan ini. Bahwa, secara psikologis, kemampuan dan atensi fisik dan psikis manusia saat bekerja itu akan full dan optimal dalam rentang waktu dari pukul 7.00 hingga waktu adzan zuhur tiba. Lewat dari waktu itu, performa akan menurun.Â
Hal ini sejalan dengan sudut pandang agama, bahwa setelah adzan zuhur adalah waktu yang tepat untuk istirahat dan tidur siang, agar vitalitas dan energi kembali pulih.Â
Oleh karena itu, di Jepang yang terkenal dengan gaya hidup workaholic bagi para pekerjanya. Di beberapa perusahaan sudah menerapkan aturan tidur siang di kantor pada pukul 12.00 siang.Â
Nah, itulah selayang pandang berkenalan dengan tradisi bedugan yang ada dalam masyarakat Sunda.Â
Semoga saja polemik yang terjadi dapat segera diatasi, hingga pertanian yang kita jalankan berkah dan menguntungkan. Karena, saya adalah salah satu produk yang dihasilkan dari hasil pertanian yang dikerjakan oleh orang tua saya.Â
Meski saya sendiri tidak menjadi petani, saya selalu berharap ada banyak generasi muda yang mau menjadi petani yang profesional.Â
Petani-petani yang berdasi, berasal dari perguruan tinggi, berjuang mengangkat harkat dan derajat para PETANI (Penjaga Tatanan Negara Indonesia) Indonesia seperti yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H