Pekerja yang terorganisir
Sebagai salah satu lumbung padi nasional, Banten telah memiliki sistem perekrutan dan penyediaan pekerja yang terorganisir.Â
Setiap 30 orang pekerja dipimpin oleh seorang koordinator. Jadi, ketika seorang petani membutuhkan pekerja untuk mengerjakan lahan, menanam, dan menyiangi tanaman, hingga melakukan pemupukan, dan panen.Â
Maka, dia tidak harus menghubungi pekerja satu persatu. Tinggal hubungi saja koordinatornya, dijamin 30 orang pekerja itu akan datang tepat pada waktunya.Â
Ketika bekerja, mereka juga sudah dilengkapi dengan seragam yang menandakan bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah profesional dan legal.Â
Menurut saya, hal ini sangat bagus dan patut diapresiasi. Karena, sebagai sebuah profesi buruh tani pun sama dengan buruh-buruh di perusahaan. Mereka juga layak mendapatkan penghargaan atas kinerjanya.
Hilangnya regenerasi petani
Pengalaman lainnya terkait problematika sistem waktu kerja buruh tani ini berasal dari ibu saya. Beliau mengatakan bahwa upah kerja sekarang mahal.Â
Peribahasa, "Tani kari daki" (Bertani tidak memberikan keuntungan secara materi, hanya dapat daki alias badan yang kotor) menurut beliau benarlah adanya.
Karena, ketika seseorang memutuskan untuk bertani atau menjadi petani, banyak biaya yang harus dikeluarkan. Dari mulai membeli benih, upah, dan pupuk.Â
Kadang biaya yang dikeluarkan untuk menanam itu tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Dengan demikian, banyak generasi muda yang lahir dari keluarga petani memutuskan untuk tidak menjadi petani.Â