Ketika saya diangkat CPNS pertama di salah satu sekolah menengah pertama, di daerah Cimanggung, tepatnya Curug Cindulang, setiap pagi buta, setelah adzan subuh, suami mengantar saya ke sekolah. Jarak dari rumah ke sekolah tempat saya mengabdikan diri, sekitar 32,6 km. Melewati Cadas Pangeran yang berkelok-kelok tajam, kami juga beradu cepat dengan para truk gandeng, tronton, dan mobil boks yang mengangkut barang-barang logistik.Â
Biasanya truk-truk tersebut konvoi, sehingga kami yang memakai kendaraan kecil, apalagi motor merasa kesulitan untuk 'memecah' konvoi tersebut.Â
Jika harus menunggu dan berjalan di belakang mereka, resikonya adalah waktu dan rawan kecelakaan juga. Takutnya, ketika kendaraan kita berada di belakang, truk tersebut 'ndlosor' tentu tamatlah riwayat kami. Dua tahun mengajar di sana, setiap pagi saya sport jantung, selalu merasa waswas dan khawatir. Â
Di belakang punggung suami yang asyik menyetir, hati saya tidak henti-henti berdoa memohon keselamatan. Agar saya dan suami sampai di tempat tujuan dengan tidak kurang suatu apa pun. Apalagi suami, setelah mengantar saya sampai di sekolah, dia putar balik kembali lagi menuju kantor tempat dia bekerja. Sungguh, suatu keadaan yang membuat hati saya tidak tenang.Â
Alasan di balik kebijakan Zero ODOL
Bukan tidak mungkin bila masih ada yang belum tahu dengan yang dimaksud truk ODOL dan Zero ODOL. Padahal, mungkin dalam keseharian sering terdengar istilah tersebut.Â
Dilansir dari kompas.com, Dewanto Purnacandra -Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Direktorat Sarana Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan bahwa istilah ODOL dan kata truk merupakan satu kesatuan, sehingga istilah ODOL disematkan pada truk, menjadi truk ODOL.Â
Sebagaimana telah diketahui secara umum, Over Dimension Over Loading (ODOL) adalah istilah untuk kendaraan berat yang memiliki dimensi dan muatan melebihi aturan atau regulasi yang berlaku dan sudah menjadi ketetapan.Â
Dewanto menjelaskan, kendaraan yang over dimension berpotensi over loading. Meski begitu, tidak dapat menjamin kendaraan yang dimensinya sudah benar, tidak over loading. Hal tersebut sangat bergantung kepada masyarakat sebagai pemilik truk, supir, dan pengguna jasa truk. Apakah mereka taat kepada aturan dari kemenhub atau tidak.
Masalah terkait ODOL, ini muncul seiring berkembangnya dampak negatif dan masalah yang diakibatkan oleh truk-truk besar pengangkut logistik ini. Berikut adalah tiga alasan utama, mengapa pemerintah menetapkan kebijakan zero ODOL pada tahun 2023.
1. Meningkatnya kecelakaan lalu lintas
Truk ODOL yang membawa beban berlebih akan menyebabkan tekanan pada body truk, berpotensi rem blong sangat tinggi, dan kendaraan hilang kendali akan menyebabkan kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Tidak hanya kerusakan pada kendaraan, tapi juga korban jiwa.Â
Dilansir dari trenoto.katadata.id, bahwa polisi melihat dan menyebut truk ODOL adalah kejahatan lalu lintas. Karena kecelakaan yang diakibatkan oleh truk ODOL sangat tinggi. Berdasarkan data dari Korlantas Polri, pada tahun 2021, terjadi 57 kecelakaan yang disebabkan truk ODOL. Oleh karena itu, Korlantas mendukung target Kemenhub terkait Zero ODOL 2023.
2. Kemacetan lalu lintas
Beban berlebih pada truk ODOL menyebabkan kendaraan berjalan dengan lambat. Selain itu, kebiasaan kendaraan pengangkut barang yang suka konvoi, ketika mereka di jalan raya menyebabkan kendaraan lain yang lebih kecil kesulitan untuk mendahului dan memecah konvoi tersebut.Â
Dengan demikian, kendaraan kecil terpaksa mengekor di belakang. Dengan konsekuensi waktu yang ditempuh lebih lama, resiko kecelakaan bila truk tersebut remnya blong, dan kemacetan panjang.Â
3. Kerugian material yang ditanggung negara
Akibat kerusakan fasilitas jalan raya, kapal, dan jembatan yang disebabkan oleh over load beban muatan pada truk ODOL.Â
Seperti dijelaskan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bahwa kerugian negara akibat akibat truk ODOL mencapai 43 triliun. Wah, merugikan sekali, ya.
Bagai pisau bermata dua
Kebijakan Zero ODOL di tahun 2023 yang diluncurkan Kemenhub ibarat pisau bermata dua. Artinya, kebijakan tersebut akan memunculkan persoalan, atau masalah.Â
Namun, dibalik persoalan itu akan ada keuntungan yang diperoleh dari persoalan tersebut. Mengutip dari kompas.com, bahwa Hariyadi Sukamdani -Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia mengusulkan kepada pemerintah, agar pemberlakuan Zero ODOL diundur ke tahun 2025.Â
Hal ini diperlukan, mengingat pandemi covid-19 masih mengancam perekonomian dan industri nasional Indonesia.Â
Dengan adanya pengunduran tersebut, diharapkan agar pelaku usaha bisa mempersiapkan diri. Karena, imbas dari kebijakan Zero ODOL ini, pengusaha harus mengeluarkan alokasi dana yang cukup besar untuk peremajaan truk dan investasi pengadaan truk baru.Â