Dikutip dari hellosehat.com. Syndrom FoMO (Fear of Missing Out) adalah ketakutan dan rasa khawatir pada diri seseorang, bila dia akan dicap tidak nge-trend, ketinggalan jaman, tidak gaul, kurang up to date bila ketinggalan kabar atau tidak mengikuti trend yang sedang berlangsung, mereka juga selalu beranggapan bahwa hidup orang lain lebih baik dan menyenangkan dari pada hidup yang ia jalani. Disinyalir jika syndrom ini merupakan penyakit anak-anak muda yang aktif di media sosial.
Akhirnya, orang-orang saling berlomba pamer foto-foto kesenangan hidupnya di media sosial, mereka ingin menjadi yang paling up date di antara semua orang.Â
Ada beberapa dampak negatif dari FoMO ini, berikut saya rangkumkan untuk anda.
1. Membuat orang lain merasa iri dan merasa hidupnya tidak menyenangkan, karena melihat postingan orang lain yang selalu bahagia, rekreasi, menikmati hedonisme. Maka, orang yang melihat postingan tersebut, akan merasa terpuruk dan merasa hidupnya kurang beruntung. Akhirnya, banyak mengeluh dan berkurang rasa syukurnya.
2. Memaksa seseorang untuk selalu terlibat dalam setiap trend yang sedang viral. Padahal, kondisi sedang tidak memungkinkan. Umpama minimnya finansial, badan yang kurang fit, dan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan baik di rumah maupun dalam urusan pekerjaan. Akhirnya, orang dengan syndrom FoMO akan merasakan kecapaian dan kelelahan mental. Karena, terlalu sibuk mengejar trend.
3. Mempengaruhi hubungan baik dengan teman. Umpama, jika anda menolak ajakan seorang teman untuk mengunjungi suatu tempat. Lalu, anda posting foto pergi ke tempat tersebut dengan orang lain. Maka, tentu saja teman anda akan marah dan merasa dikhianati.
4. Menimbulkan kecemasan, stress berlebihan, susah tidur, mood kacau, tidak nafsu makan, dan sakit kepala.
5. Menampilkan imej yang tidak sesuai dengan jati diri yang sebenarnya demi meraih kepuasaan menjadi trending.
6. Merasa terputus atau tidak terhubung dengan dunia luar dan tidak puas dengan kehidupan sendiri.
7. Mudah terjerat iming-iming investasi baik monkey bussines, investasi bodong, dan semacamnya.
Minimnya literasi finansial
Dilansir dari databoks. katadata.co.id Literasi keuangan di Indonesia masih didominasi oleh DKI Jakarta. Hal ini, tentu saja wajar dan masuk akal, ya. Mengingat, Jakarta adalah Ibukota Negara Indonesia. Masyarakat yang tinggal di Jakarta mendapatkan akses edukasi dan sosialisasi tentang segala kebijakan pemerintah dari tangan pertama, alias hulu.Â