Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mudah Tertipu Investasi? Hati-hati Syndrom FOMO dan Minimnya Literasi Finansial

18 Februari 2022   18:48 Diperbarui: 21 Februari 2022   08:46 1633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi iming-iming investasi | Pexels.com/Tima Miroshnichenko

Tertipu iming-iming investasi

Sambil menyiram tanaman janda bolong, yang mulai merambat tinggi, daunnya sudah hampir berjumlah 15. Padahal, pertama beli hanya dua daun saja, itupun masih pucuk kecil, saya beli dengan harga Rp. 25.000., Otak saya berfikir keras, mengapa ya manusia itu mudah sekali terjerumus pada iming-iming, janji palsu, dan tertarik pada semua hal yang viral dan bersifat instan. 

Seperti tanaman janda bolong ini, saya juga ikut-ikutan demam, meski tidak bertujuan ke arah bisnis, menjualnya kembali, dan menghasilkan uang yang lebih banyak. Saya membeli janda bolong dan merawatnya sebatas suka saja, karena bentuk daunnya unik. 

Rasanya sering sekali mendengar warta di media massa tentang masyarakat yang menjadi korban investasi bodong. Mungkin, anda masih ingat dengan kasus MeMiles, First Travel, dan Q-Net. 

Itu adalah beberapa contoh penipuan berkedok investasi, menawarkan iming-iming pendapatan yang besar dengan top-up minimal, satu bulan dua bulan masyarakat mendapatkan janji-janji tersebut. Namun semakin banyak investor, semakin tinggi jumlah investasi.

Maka, tiba-tiba saja pengelola investasi menghilang membawa kabur seluruh uang nasabah. Lalu, masyarakat yang telah berinvestasi hanya bisa menangis menyesali semuanya. Uang yang telah mereka kumpulkan dengan susah payah. Dinikmati oleh orang yang serakah, rakus, dan tidak bertanggung jawab. 

Bukan hanya investasi bodong, masyarakat Indonesia pun mudah sekali terjerat rayuan Monkey Bussines. Bukan hanya satu kali, bahkan hingga berkali-kali. Umpama saat batu akik melejit, masyarakat berbondong-bondong membeli batu alam ini. 

Dari mulai harga puluhan ribu, ratusan, jutaan hingga puluhan juta. Lalu, bisnis batu akik pun lesu, muncul tokek, anthurium, koin logam kelapa sawit, love birds, gelombang cinta, dan terakhir janda bolong. 

Entah mengapa, masyarakat kok begitu mudah untuk dibohongi, dan menyediakan diri untuk terus, dan terus dibohongi. Padahal, sebenarnya mereka sudah tahu, bahwa hal tersebut, yang viral-viral itu hanya bersifat sementara dan kambuhan. Beberapa saat akan tenggelam. 

Baru-baru ini, saya juga terjebak ke dalam iming-iming tersebut. Bukan investasi bodong dan monkey bussines, tapi hipnosis sales kecantikan. Maklum emak-emak rempong. Hihi. Begini kisahnya.

Hipnosis sales kecantikan

Saya menatap gadis belia nan jelita yang berdiri tegak di hadapan. Perawakannya tinggi kurus dan berkulit putih. Butiran keringat tampak berkilatan di pipinya yang merona merah terkena paparan matahari sore. 

"Maap, Bu ... Saya mau menawarkan produk kecantikan, sekaligus perawatan kecantikannya." Ucapnya lembut dan sopan, pembawaannya tenang. Gayanya sangat meyakinkan. Sebagai sales kecantikan  saya akui bahwa dia profesional. 

"Maap, Nak! Ibu baru pulang kerja." Saya menolak secara halus.

"Boleh minta waktunya sebentar saja, Bu! Ijinkan saya presentasi dulu ... mana tahu ada saudara atau teman ibu yang tertarik." Gadis cantik itu tampak memaksa. Teman di sebelahnya ikut memohon juga. Senyum profesionalnya akhirnya meluluhkan hati saya. saya ijinkan mereka presentasi di rumah. Benar saja beberapa tetangga ikut nimbrung. Ibu yang kebetulan sedang ada di rumah juga ikut bergabung.

Produk yang dibawa dua gadis belia ini cukup familiar dan populer juga. Merek-merek yang biasa saya beli di super market.

"Bila Ibu membeli satu paket kecantikan ini seharga tiga ratus lima puluh ribu rupiah saja. Ibu akan mendapatkan satu paket produk kecantikan dari mulai alas bedak, bedak, poundation, krim malam, krim siang, lipstik, hand body, eye shadow, ... sekaligus gratis facial selama sepuluh kali. Nanti untuk perawatan kecantikannya, tim kami akan datang kesini seminggu sekali secara bergiliran untuk facial ibu-ibu semua."

Tetangga dan ibu saya ramai-ramai mengambil satu paket kecantikan. Akhirnya, saya pun ikut tergiur mengambil satu paket. Lumayan, hanya dengan uang tiga ratus lima puluh ribu rupiah bisa dapat satu paket produk kecantikan lengkap dengan merk ternama, ditambah facial selama sepuluh kali. Jarang-jarang tuh.

Untuk memastikan keprofesianalannya. Kami satu persatu mencoba difacial. Pijatannya enak, lembut dan terlatih. Saya, ibu dan lima orang ibu-ibu tetangga rumah akhirnya membeli produk tersebut, masing-masing satu paket.

Gadis cantik itu memberikan kuitansi sebagai bukti pembayaran, beberapa brosur cara pemakaian produk, kartu nama serta kartu antrian untuk facial minggu berikutnya. Tempatnya masih di rumah saya.

Setelah semua transaksi pembelian produk itu selesai. Dua gadis belia nan cantik itu berlalu. Senyum riang tampak tersungging di bibirnya. Mereka berdua pastinya sangat bahagia sekali. Produknya terjual habis. Tujuh orang dikali tiga ratus lima puluh ribu rupiah. Berapa tuh? Hampir dua juta setengah. Busyet ... dalam waktu dua sampai tiga jam saja. 

saya sempat berpikir. Enak ya kerja jadi sales produk kecantikan. Dandanan seksi, wajah bening dan cantik. Kalau produk terjual bisa dapat uang banyak. Terus bisa jalan-jalan melulu. Tahu keadaan dan isi rumah orang lain.

Minggu pertama jadwal facial, kelima tetangga saya mulai kasak-kusuk. 

"Kapan ya, Bu Yati kita jadwal difacial, nih pipiku udah pada merah-merah. Facial kan harus rutin." 

"Iya, Bu ... di kartu harusnya hari ini jadwal kita difacial."

"Tenang Ibu-ibu ... aku coba telpon dulu ya, mana tahu mereka sedang melayani facial di daerah lain." Hibur saya mencoba menenangkan. Takutnya mereka nanti malah demo di depan rumah, kan berabe.

 Saya pijit delapan digit nomer hand phone yang tertera di kartu nama. Tut tut tut tidak ada jawaban. Kelima ibu-ibu hening. Semua konsentrasi menunggu jawaban. Wajahnya tampak tegang. Saking rindu facial kali hihihi ...

"Maap nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi!" suara operator terdengar merdu dan jelas sekali.

"Kok tidak aktif sih, itu kan nomer yang dia suruh harus kita hubungi." Ibu tetangga depan rumah merengut. Wajahnya tampak kecewa berat.

"Lagi sibuk kali, Bu ... atau tidak ada sinyal." Lagi-lagi saya menenangkan.

"Bu Yati coba deh hubungi nomer lain, disitu kan tertera beberapa nomer telepon." Ibu tetangga sebelah rumah memberi saran.

"Oke, Bu ..."

Saya mencoba mengontak tiga nomer hand phone yang ada di kartu nama. Nihil semuanya tidak aktif. Kelima ibu-ibu tetangga tampak lemas. Wajah mereka nampak pucat. Saya dan ibu pun ikut lemas. Melayang deh kalau begitu uang tiga ratus lima puluh ribu. Mau untung jadi buntung. Dasar wanita, mudah saja diiming-imingi harga murah dan perawatan gratisan.

"Nanti-nanti kalau ada presentasi produk-produk begitu jangan diladenin deh." Ucap Ibu tetangga depan rumah  kecut. 

Syndrom FOMO

Dikutip dari hellosehat.com. Syndrom FoMO (Fear of Missing Out) adalah ketakutan dan rasa khawatir pada diri seseorang, bila dia akan dicap tidak nge-trend, ketinggalan jaman, tidak gaul, kurang up to date bila ketinggalan kabar atau tidak mengikuti trend yang sedang berlangsung, mereka juga selalu beranggapan bahwa hidup orang lain lebih baik dan menyenangkan dari pada hidup yang ia jalani. Disinyalir jika syndrom ini merupakan penyakit anak-anak muda yang aktif di media sosial.

Akhirnya, orang-orang saling berlomba pamer foto-foto kesenangan hidupnya di media sosial, mereka ingin menjadi yang paling up date di antara semua orang. 

Ada beberapa dampak negatif dari FoMO ini, berikut saya rangkumkan untuk anda.

1. Membuat orang lain merasa iri dan merasa hidupnya tidak menyenangkan, karena melihat postingan orang lain yang selalu bahagia, rekreasi, menikmati hedonisme. Maka, orang yang melihat postingan tersebut, akan merasa terpuruk dan merasa hidupnya kurang beruntung. Akhirnya, banyak mengeluh dan berkurang rasa syukurnya.

2. Memaksa seseorang untuk selalu terlibat dalam setiap trend yang sedang viral. Padahal, kondisi sedang tidak memungkinkan. Umpama minimnya finansial, badan yang kurang fit, dan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan baik di rumah maupun dalam urusan pekerjaan. Akhirnya, orang dengan syndrom FoMO akan merasakan kecapaian dan kelelahan mental. Karena, terlalu sibuk mengejar trend.

3. Mempengaruhi hubungan baik dengan teman. Umpama, jika anda menolak ajakan seorang teman untuk mengunjungi suatu tempat. Lalu, anda posting foto pergi ke tempat tersebut dengan orang lain. Maka, tentu saja teman anda akan marah dan merasa dikhianati.

4. Menimbulkan kecemasan, stress berlebihan, susah tidur, mood kacau, tidak nafsu makan, dan sakit kepala.

5. Menampilkan imej yang tidak sesuai dengan jati diri yang sebenarnya demi meraih kepuasaan menjadi trending.

6. Merasa terputus atau tidak terhubung dengan dunia luar dan tidak puas dengan kehidupan sendiri.

7. Mudah terjerat iming-iming investasi baik monkey bussines, investasi bodong, dan semacamnya.

Minimnya literasi finansial

Dilansir dari databoks. katadata.co.id Literasi keuangan di Indonesia masih didominasi oleh DKI Jakarta. Hal ini, tentu saja wajar dan masuk akal, ya. Mengingat, Jakarta adalah Ibukota Negara Indonesia. Masyarakat yang tinggal di Jakarta mendapatkan akses edukasi dan sosialisasi tentang segala kebijakan pemerintah dari tangan pertama, alias hulu. 


Sumber: Databoks.katadata.co.id
Sumber: Databoks.katadata.co.id

Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa DKI Jakarta meraih skor indeks tertinggi 40 persen, Jawa Barat 38,70 persen, dan DI Yogyakarta 38,55 persen. Indeks literasi keuangan Indonesia secara nasional adalah 29,66. Untuk indeks inklusi keuangan, diketahui sebesar 67,82 persen. 

Dilansir dari suaramerdeka.com. keadaan ini diakibatkan oleh minimnya literasi finansial masyarakat Indonesia. Pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang produk dan layanan jasa keuangan masih rendah. 

Hal ini disinyalir sebagai penyebab utama masyarakat mudah tertipu iming-iming investasi tergiur imbal hasil yang ditawarkan, tanpa memperhatikan potensi resiko yang akan dihadapi.

Nah, itulah betapa berharganya arti sebuah literasi bagi kehidupan kita, ya. Literasi finansial akan menentukan tingkat intelektualitas anda dalam mengelola uang. 

Maka, bersyukurlah bila anda belum pernah terjebak investasi bodong, monkey bussines, dan iming-iming sales. Itu artinya, anda sudah cerdas dalam literasi finansial. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun