"Kapan ya, Bu Yati kita jadwal difacial, nih pipiku udah pada merah-merah. Facial kan harus rutin."Â
"Iya, Bu ... di kartu harusnya hari ini jadwal kita difacial."
"Tenang Ibu-ibu ... aku coba telpon dulu ya, mana tahu mereka sedang melayani facial di daerah lain." Hibur saya mencoba menenangkan. Takutnya mereka nanti malah demo di depan rumah, kan berabe.
 Saya pijit delapan digit nomer hand phone yang tertera di kartu nama. Tut tut tut tidak ada jawaban. Kelima ibu-ibu hening. Semua konsentrasi menunggu jawaban. Wajahnya tampak tegang. Saking rindu facial kali hihihi ...
"Maap nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi!" suara operator terdengar merdu dan jelas sekali.
"Kok tidak aktif sih, itu kan nomer yang dia suruh harus kita hubungi." Ibu tetangga depan rumah merengut. Wajahnya tampak kecewa berat.
"Lagi sibuk kali, Bu ... atau tidak ada sinyal." Lagi-lagi saya menenangkan.
"Bu Yati coba deh hubungi nomer lain, disitu kan tertera beberapa nomer telepon." Ibu tetangga sebelah rumah memberi saran.
"Oke, Bu ..."
Saya mencoba mengontak tiga nomer hand phone yang ada di kartu nama. Nihil semuanya tidak aktif. Kelima ibu-ibu tetangga tampak lemas. Wajah mereka nampak pucat. Saya dan ibu pun ikut lemas. Melayang deh kalau begitu uang tiga ratus lima puluh ribu. Mau untung jadi buntung. Dasar wanita, mudah saja diiming-imingi harga murah dan perawatan gratisan.
"Nanti-nanti kalau ada presentasi produk-produk begitu jangan diladenin deh." Ucap Ibu tetangga depan rumah  kecut.Â