Hasil dari interaksi tersebut akan memperkaya dan menambah perbendaharaan kosa kata dalam sebuah bahasa.Â
Interaksi yang dimaksud adalah terjadinya proses alih kode dan campur kode dalam sebuah bahasa dengan bahasa lain. Baik alih kode dan campur kode intern antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Maupun alih kode dan campur kode ekstern antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Dampak negatif
Harus kita pahami bersama, bahwa perubahan dalam hal apapun akan menghasilkan dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif.Â
Nah, dalam kasus munculnya bahasa anak Jaksel. Tentu saja yang harus diperhatikan dan menjadi perhatian kita semua adalah dampak negatif. Karena hal ini akan menjadi kendala bagi kedaulatan bahasa kesatuan kita, yakni bahasa Indonesia. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang timbul.
Pertama, EYD kehilangan kuasanya
Selama ini ejaan yang disempurnakan (EYD) selalu menjadi patokan, landasan, dan sumber hukum yang digunakan para pengajar bahasa Indonesia untuk mengarahkan dan memandu peserta didik dalam menulis, membaca, dan berbicara.
Para pengajar berjibaku mensosialisasikan hal ini, agar peserta didik menjadi penutur bahasa Indonesia yang baik dan benar. Supaya amanat Sumpah Pemuda yang berbunyi "Kami putra-putri Indonesia, mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia" dapat terimplementasi dengan baik.Â
Namun, dengan munculnya fenomena 'bahasa anak Jaksel' ini. Semua perjuangan tersebut seakan hilang makna. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) seakan kehilangan kekuasaannya.
Kedua, menghambat terciptanya kultur yang baik
Bahasa adalah cerminan bangsa. Artinya bahasa yang digunakan dengan baik dan benar oleh penuturnya. Akan menggambarkan baik buruknya citra dan harga diri sebuah bangsa.Â