Dalam mie gomak ini ada daging dalam potongan-potongan kecil yang cukup empuk, dan rasa dagingnya terasa dominan.
Penyajian nya cantik dan lumayan heboh dengan piring besar. Ada wortel potong batang korek api, yang menyatu dengan kuah dan mienya, bertabur daun bawang segar dan bawang goreng.
Sementara ada garnis tomat dan mentimun, dengan kerupuk bawang. Lengkap pokoknya, membuat ayah ngiler.
"Kamu kok pesan makanan yang enak-enak sih?" Katanya sambil menjumput kerupuk dari piring ku. Sepertinya iri melihat menu yang kupesan begitu meriah.
Ayah... ayah! Enak dan lezat itu ada pada rasa syukur kita. Menyukuri apa yang ada di hadapan kita, bukan melirik piring orang lain. Meneladani Rasul. Menghabiskan apa yang kita makan. Rasulullah saja sampai menjilati jarinya, untuk memastikan tidak ada bulir nasi yang terbuang. Karena bisa jadi, makanan yang kita sisakan, yang kita tinggal, yang akhirnya terbuang, adalah yang berkah. Bisa kita bayangkan kalau kita makan tanpa berkah, hanya memenuhi syahwat. Bisa jadi kita menjadi kufur nikmat.
Eh... kok jadi sok alim. Itu sih prinsip saya sendiri. Hihihi...
Ya sudah, kita pindah ke lain hati dulu. Eh.. maksudnya ke lain menu. Soto Betawi nya ayah.
Berhubung ayah bingung waktu kutanya rasa soto Betawi nya, jadi kubantu icip-icip. Hahaha...
Untuk minumnya, berkali-kali ke sini, ayah pesannya tetap Istiqomah, Kopi pandan latte.
Kalau untuk soto Betawi nya, yuk kita cicipi dulu.
Kuahnya kental, dengan rasa dan aroma rempah yang cukup nendang. Cukup asin kalau dinikmati tanpa nasi. Tapi karena dinikmati bersama nasi, rasanya jadi pas. Sip. Enak pokoknya.