Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengulik Pecel, Dawet Jabung, dan Sate Ayam Ponorogo

2 Agustus 2023   12:02 Diperbarui: 3 Agustus 2023   07:06 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pecel, dawet jabung, dan sate ayam adalah kuliner tradisional ciri khas kabupaten Ponorogo. 

Memperkenalkan anak-anak pada kuliner tradisional saat libur sekolah, libur semester, atau bahkan libur akhir pekan sangat bagus untuk mengakrabkan generasi masa depan pada warisan kuliner tradisional. 

Untuk memperkenalkan kuliner tradisional di sekitar kita pada anak, tentunya tak perlu menunggu libur semester. 

Saat libur akhir pekan pun kita bisa mengajak anak-anak menikmati kuliner tradisional di pasar tradisional, atau langsung ke lapak penjual kuliner tradisional di sekitar kita. 

Berbeda kalau kuliner tradisional yang akan kita perkenalkan pada anak-anak merupakan kuliner tradisional daerah lain yang jauh keberadaannya. 

Mungkin kita perlu menunggu anak-anak dalam libur semester kalau kondisinya seperti itu. 

Yuk, kita kulik langsung saja, pecel, dawet jabung dan sate ayam Ponorogo. 

Pecel

Biasanya, berbicara pecel tidak bisa dipisahkan dengan Kota Madiun. 

Bahkan Kota Madiun memakai ikon pecel land. 

Tapi sebenarnya, pecel yang enak, unik dan khas tidak hanya di Madiun. 

Kota-kota di sekitar Madiun juga terkenal dengan citarasa pecelnya yang khas dan lezat seperti Magetan, Ponorogo dan Blitar. 

Langganan saya pecel di alun-alun Magetan. Varian lauknya buanyaaak. Dari tahu, tempe, bakwan, dadar jagung, rempeyek, empal, babat, paru, telur, ayam, iwak kali, sundukan telur puyuh, telur dadar, ceplok  semua ada. 

Harganya juga relatif murah. Kalau ke alun-alun Magetan, saya pasti membeli, dan tidak bisa pindah ke lain hati meski banyak kuliner lain. 

Mungkin yang bisa memalingkan saya dari pecel di alun-alun Magetan itu, hanya sate kelinci. 

Sayangnya  setiap ke alun-alun Magetan, sate kelincinya pasti sedang tidak berjualan. 

Lain lagi pecel Ponorogo. 

Pecel Ponorogo yang terkenal adalah pecel pojok. Tapi sudah lama sekali saya tidak pernah ke sana. Entahlah apa masih ada. 

 Seperti pecel Madiun, pecel Ponorogo juga menggunakan daun jeruk purut sebagai salah satu bumbunya, sehingga memberi aroma khas. 

Menurut saya, hampir semua pecel yang saya jumpai semua enak. 

Kalau mau bertanya, jangan di mana pecel yang enak? 

Karena sangat susah menyebutkan pecel yang enak, saking banyaknya dan hampir semua enak. 

Tapi tanyakan pecel yang nggak enak, pasti cepat menjawabnya. 

Sebab pecel yang nggak enak bisa dihitung dengan jari, dan hanya sedikit. 

Tapi saya tidak akan menunjukkan tempatnya, hehehe... 

Pecel biasanya lebih menarik dan menggairahkan kalau diwadahi pincuk. 

Pecel pincuk daun jati pernah sangat viral. 

Tapi saya pribadi lebih suka pecel pincuk daun pisang, karena terlihat lebih bersih. 

Pernah beli pecel pincuk, penjualnya sudah sepuh, daun jatinya kotor sekali dan robek-robek. Sangat jorok. 

Membuat saya trauma. Bahkan beberapa waktu tidak hanya trauma pada pecel pincuk daun jati, tapi trauma makan pecel. Hiks.. 

Tapi tentu saja itu hanya kasus. Banyak penjual pecel pincuk daun jati yang menjaga kebersihan dan kualitas daun jati yang dipergunakan sebagai pincuk. 

Dengan begitu, tetap bisa memanjakan konsumen yang menginginkan makan pecel menggunakan pincuk daun jati. 

Berasa lebih unik dan penuh nostalgia berharga. 

Tapi sekarang saya sudah menjadi pecinta pecel lagi. Traumanya sudah hilang, hihihi.. 

Pecel versi menu vegetarian pun juga lezat. 

Menu vegetarian yang berlauk peyek kacang hijau, atau lauk tahu atau tempe juga terasa lezat. 

Tidak berlauk dari sumber protein hewani, pecel ala menu vegetarian tetap terasa lezat. 

Mungkin sekarang semakin banyak orang yang menyukai menu vegetarian. 

Pecel juga bisa mengakomodasi selera penganut menu vegetarian. 

Jadi bisa dinikmati untuk mereka yang memilih menu vegetarian. Rasanya tetap lezat dan legit. 

Dawet Jabung

Dawet Jabung (dokpri) 
Dawet Jabung (dokpri) 

Dawet Jabung. 

Nama ini identik dengan tempat asal produksinya, yaitu daerah Jabung, Ponorogo. 

Terkadang, dawet Jabung juga disebut dawet gempol, karena dalam penyajian nya ditambahkan gempol. 

Gempol itu adalah bulatan yang terbuat dari butiran beras yang ditumbuk atau digiling menjadi tepung. . 

Kemudian dibentuk bulat dan dikukus. 

Meski dibuat dari tepung beras, tekstur gempol tidak padat seperti klepon, tapi seperti butiran gaplek yang direkatkan. 

Seperti tiwul yang dibulatkan, tapi teksturnya seperti bergerindil. 

Lapak dawet jabung(dokpri) 
Lapak dawet jabung(dokpri) 

Menurut Bu Legik, membuat gempol butuh keahlian, pengalaman dan ketelatenan, agar tidak gagal. 

Dengan alasan itulah dia memilih membeli gempol dari pembuat gempol yang lain. 

" Kalau bahan lainnya, cendol, juruh, dan tape ketan semua saya membuat sendiri."

"Tapi kalau gempol, saya memesan dari pembuat gempol, Bu. Tidak telaten dan butuh waktu lama kalau harus membuat sendiri. "

Begitu pengakuan Bu Legik, kenapa dia tidak membuat gempol sendiri. 

Biasanya, di samping menjual dawet, di meja lapaknya ada gorengan juga yang ditaruh di piring-piring. 

Gorengan (dokpri) 
Gorengan (dokpri) 

Ada bermacam-macam gorengan yang tersaji. Pisang goreng, tempe goreng, bakwan atau di sini biasa disebut heci, tahu isi dan lento. 

Semua enak, tapi saya penasaran dengan lento. Apa itu? 

Eh... Ternyata atos, alias keras. Hehehe.. 

Mungkin sudah digoreng 2 kali. Tapi saya tetap harus mencobanya untuk memberi gambaran yang jelas tentang lento ini. 

It's oke. 

Saya gigit pelan-pelan dan memejamkan mata. Mengunyah penuh perasaan dan kelembutan, agar pesan rasa dari bahan penyusunnya bisa tersampaikan dengan damai. Hihihi.. 

Rasa dan aroma yang mendominasi adalah tempe semangit(sudah agak busuk) 

Terus, ada parutan ketela pohon, atau singkong, kecambah kedelai, dan daun bawang/pre/loncang.

Bumbunya seperti ada ketumbar, kemiri, bawang putih, bawang merah, cabai dan garam. 

Enak sih perpaduannya. Mungkin seperti combro, tapi isiannya dicampur. Ya, seperti itu deskripsinya. 

Kapan-kapan mungkin saya akan mencoba membuat sendiri, jadi lebih fresh dan empuk. 

Selanjutnya, kita kulik lagi si dawet jabung. 

Hal yang unik dari dawet jabung, adalah cara penyajian. 

Semangkuk penuh dawet jabung sampai tumpah-tumpah ke lepek(piring kecil) yang dijadikan alas, diulurkan kepada kita. 

Tapi jangan sekali-kali menerima atau mengambil bersama lepeknya, tidak bakal dikasih. Kecuali kamu dan penjual dawet sama-sama suka dan siap menikah. Lho??? 

Iya, begitulah. Dalam tradisi dawet jabung, pembeli yang mengambil mangkok dawet bersama lepeknya, berarti naksir penjualnya. 

Kalau penjualnya juga naksir kamu, lepek akan dilepas, dan kamu harus menikahinya. 

Pertama kali saya membeli dawet jabung, saya tarik bersama lepeknya, tapi penjualnya seorang ibu sepuh tetap mencengkeram erat. 

Saya tetap menariknya, tapi tetap tidak dilepas. 

"Ambil mangkoknya saja," kata suamiku. 

Akhirnya kuambil mangkoknya saja, hahaha.. 

Untung ada yang memberi tahu, sebab penjualnya akan tetap membisu, dan tidak mau berbicara. Hanya mencengkeram erat lepeknya, sebagai simbol mempertahankan harga diri. 

Unik, ya. Hehehe.. 

Sate Ponorogo

Sate Ponorogo (dokpri) 
Sate Ponorogo (dokpri) 

Sate Ayam Ponorogo ini mempunyai rasa yang manis legit, terkadang pedas! 

Bentuk irisan sate Ponorogo ini biasanya agak tipis melebar, maupun memanjang. 

Satu tusuk biasanya berisi 3 iris daging ayam. Tapi ada juga yang hanya satu iris, tipis memanjang di tusuk satenya. 

Bumbunya berupa bumbu kacang yang dihaluskan dengan rasa legit, manis, gurih, dan pedas. 

Bumbunya mirip bumbu pecel. Cukup diseduh dengan air panas. Tidak perlu dimasak dengan santan seperti sate madura yang mirip membuat bumbu gado-gado. 

Rasa manis bumbunya berasal dari gula merah, atau sate yang dibakar memang sudah manis dan gurih. 

Sehingga penambahan bumbu hanya untuk memantapkan rasa karena satenya sendiri sudah lezat. 

Sebelum dibakar, sate dicelup ke air gula yang sudah dibumbui dan terkadang ditambah kecap. 

Tak heran, aroma wangi sate Ponorogo ini menguarkan kelezatan rasa dalam kepekaan indra yang meresponnya. 

Jika kita memesan atau membeli di atas 10 porsi, biasanya diberi tempat dari besek besar yang muat menampung sate. 

Sate Ponorogo ini juga awet dan jusi lebih lama, sehingga bisa dijadikan oleh-oleh. 

Satu porsi sate ayam Ponorogo dibandrol sekitar 15 ribu, berisi 10 tusuk. 

Kalau berkunjung ke Ponorogo, jangan lupa mencicipi sate ayamnya ya... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun