"Di Madiun, Mbah! "Â
Mata perempuan itu terlihat berkaca-kaca.Â
"Anakku jauh semua, di Sumatera sama di Maluku. Tapi tidak pernah menengok ibunya! " Dilapnya butiran bening yang menetes dari matanya dengan ujung kebaya.Â
Aku termangu. Baru kusadar, perempuan itu membawa banyak perkakas dari plastik. Nampan, mangkok, bahkan ada kemoceng dan sapu ijuk. Seperti nya dia berjualan.Â
Luar biasa staminanya. Usianya sudah di atas 80 -an melihat busana kain dan kebaya dengan stagen yang dikenakannya. Usianya pasti di atas ibu.Â
"Monggo, mbah! "Â
Tiba-tiba ibu sudah keluar,menandakan ritual shalat dhuha yang sudah selesai.Â
Perempuan itu langsung memeluk ibu dan menangis.Â
"Panjenengan senang, sering dikunjungi putra putrinya. Anak-anakku tidak pernah pulang! Â Hik.. Hik.. Hik..! " Perempuan itu terisak-isak.Â
"Sudah, tidak boleh sedih dan menangis. Sudah berjanji kan, kalau ke sini tidak boleh bersedih! " Ibu mengelus-elus punggung perempuan itu pelan.Â
"Hik.hik.hik! " Perempuan itu terisak sambil mengangguk. Pelan-pelan isaknya mereda.Â