Kuulurkan mangkok dan uang pembelian bubur pada Mbah Wiji.Â
"Ayahnya pergi? " Tanya Mbah Wiji.Â
"Anu Mbah. Masih tidur, mumpung libur. Tadi habis subuhan tidur lagi! " Jawabku.Â
"Masya Allah. Iya, ini ahad kok ya, jadinya libur, "
Mbah Wiji memang selalu menanyakan suamiku, karena mereka biasanya nyambung kalau ngobrol. Suamiku sangat suka, sebab setiap kali beli bubur sumsum, Mbah Wiji selalu mendoakan kami sekeluarga.Â
"Mbah doakan, semoga putra-putrinya sholeh sholehah, "
"Anu Mbah, anak saya laki-laki semua, "
"Oh, iya. Semoga putra-putranya menjadi anak yang sholeh, patuh pada orang tua, lancar sekolahnya, "..Â
" Dua-duanya sudah bekerja semua, Mbah, "
"Oh, iya. Semoga sukses pekerjaannya, berlimpah rejekinya, dan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah, bahagia dunia akhirat. Aamiin..! "
"Aamiin...! " Aku mengaminkan doa Mbah Wiji.Â