Aku berjalan sendiri, menyusuri tempat wisata desa tak jauh dari rumah.Â
Sepanjang jalan penuh pedagang berjualan makanan rakyat.Â
Ikut senang saat para pelaku UMKM mulai menggeliat dan tampak berbunga-bunga karena dagangannya diserbu pembeli.Â
Sekian lama pandemi telah menjungkir balikkan keadaan dan menimbulkan kelesuan, terutama di sektor ekonomi. Semoga mereka bangkit lebih cepat, dan pulih lebih kuat.Â
Transaksi online merajai untuk memberi solusi saat pandemi, tapi kalau lokasi dekat, tentu datang dan bisa melihat langsung produk yang diinginkan lebih mendatangkan kepuasan.Â
Setelah sekian lama menyusuri lapak-lapak pedagang, saya terhenti di lapak penjual Rujak Petis.Â
Sejenak saya memandangi penjual rujak petis yang sedang menulis di buku panjang, dan memegang gawai.Â
Tentunya bukan sedang main game, tapi sedang menulis pesanan yang masuk ke gawai.Â
"Rujak petisnya masih, Bu?Â
" Masih. Mau pesan berapa? "
"Satu saja  Bu. Bungkus, ya..! "
"Makan di sini? "
"Bungkus, Bu! "
"Haaa?Â
" Satu saja, bungkus! "
Entah, Ibunya paham apa tidak dengan kata-kata saya. Mungkin karena mulut saya tertutup masker, dan di belakang saya ada karaoke dengan pengeras suara, jadi komunikasi saya agak terganggu, hihihi..Â
Tapi yang jelas, si ibu mulai mempersiapkan pesanan saya.Â
Pertama tentu cabe yang ditaruh di cobek.Â
Menyusul terasi,garam, gula, kacang tanah, dan irisan pisang kluthuk muda.Â
Diulek halus, dan ditambahkan petis hitam yang legit.Â
Biar agak cair tapi masih kental, ditambahkan air rendaman asam Jawa secukupnya.Â
Setelah selesai membuat bumbunya, Bu Ratmi (bukan nama sebenarnya) menambahkan sayuran. Kangkung yang telah direbus, tauge yang sudah diseduh, dan irisan ketimun.Â
Tak lupa ditambah tahu dan tempe yang dipotong kecil-kecil. Karena ini rujak petis, maka tidak ada penambahan kikil hidung sapi. Tapi kalau rujak cingur, selain bahan tadi, biasanya ditambahkan kikil.Â
Semua dicampur jadi satu. Rujak petis siap dinikmati dengan tambahan krupuk.Â
Rujak petis ini, mungkin agak mirip dengan lotek kalau dilihat cara menyajikan sayuran dicampur langsung dengan bumbunya yang sudah diuleg dadakan.
 Tapi untuk rujak petis, sayuran yang tidak boleh diganti, yaitu kangkung, tauge dan ketimun. Karena itu ciri khas rujak cingur yang tak tergantikan. Sedang lotek, sayuran yang bisa lebih bebas dan beragam.Â
Bumbunyapun kalau rujak petis menggunakan pisang kluthuk muda dan petis. Sedang lotek memakai bumbu pecel yang diuleg dadakan.Â
Yang unik dan kadang banyak yang bertanya adalah tepo.Â
Tepo itu apa?Â
Tepo adalah sejenis lontong, tapi dibungkus berbentuk seperti membungkus kue Bugis.Â
Krupuk yang dipergunakan di sini adalah krupuk ikan dengan rasa gurih tanpa ada manis-manisnya. Jadi pyur asin dan gurih.Â
Tapi sebenarnya untuk krupuk bisa diganti kerupuk apa saja, tetapi krupuk khas yang hanya ada di Madiun adalah krupuk ikan. Saat mentahnya mempunyai penampakan seperti sendok agar-agar  jadi dulu saat pertama kali tinggal di Madiun, saya kira itu bukan kerupuk mentah, tapi sendok agar-agar, hehehe...Â
Ada lagi yang unik tentang rujak petis ini. Di Banyuwangi, ada kuliner yang namanya rujak soto, yaitu rujak petis yang dinikmati bersama-sama dengan soto.Â
Rasanya? Enaklah!Â
Kalau penasaran, saat berkunjung ke Banyuwangi, cobalah untuk menikmati kuliner ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H