Presiden Jokowi mengumumkan tentang pelonggaran penggunaan masker di ruang terbuka. Tetapi untuk dalam ruangan masih disarankan menggunakan masker.Â
Ini berarti, kondisi masyarakat mulai pulih setelah kurva penyintas covid melandai.Â
Apalagi, mudik besar-besaran Idul Fitri kemarin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan belum ditemukannya kasus ledakan penderita covid meski mudik nyaris bebas dan losdol.Â
Tapi para ahli kesehatan masih tetap memperingatkan untuk tetap menjaga kewaspadaan, sebab ledakan kasus biasanya baru akan nampak sekitar 2 minggu kemudian.Â
Apalagi baru-baru ini juga ditemukan kasus hepatitis akut misterius yang menimbulkan kematian, sedang salah satu variannya, ada yang ditularkan melalui udara.Â
Berbicara dari segi perekonomian, pelonggaran penggunaan masker ini juga memberi kode untuk para pedagang dan UMKM kembali bangkit.Â
Bahkan dari hasil survey di sejumlah tempat, para pedagang mie ayam dan bakso telah kembali bangkit dengan menangguk cuan beromzet puluhan juta per hari. Tentu ini merupakan kabar yang menggembirakan.Â
Saya adalah salah seorang yang gembira menyambut pelonggaran bermasker.Â
Kebetulan tak jauh dari rumah, ada penjual mie ayam Jakarta yang baru membuka lapak.Â
Tempatnya baru selesai dibangun dan disewakan, sehingga terlihat bersih dan rapi, jauh dari kekumuhan.Â
"Alhamdulillah, sekarang kalau pengin mie ayam Jakarta, tidak harus jauh-jauh ke Jalan Diponegoro," Kata suamiku.Â
"Mie nya 2 ya, Mas. Terus minumnya teh tawar hangat sama jeruk panas," Aku memesan mie ayam dan minuman.Â
"Sudah lama di Madiun, Mas? " Tanya suamiku.Â
"Saya asli sini, Pak, " Jawab penjualnya sambil mempersiapkan pesanan kami.Â
"Lho, ini berarti mie ayam Jakarta rasa Madiun, " Kata suamiku sambil tertawa.Â
"Saya dulu ikut orang Jakarta jualan mie ayam seperti ini, Pak. Terus kembali ke Madiun, buka di kota. Di Jalan Diponegoro", Mas penjualnya, sebut saja Mas Mukhlis (bukan nama sebenarnya)menjelaskan.Â
" Oalah... Jadi yang di jalan Diponegoro itu sampeyan tah? "
"Iya, Pak. Ini juga masih baru, pindah sini. Cari tempat yang nyaman, sewanya juga murah. "
"Berapa setahun sewanya?" Suamiku kepo.Â
Mas Mukhlis menyebutkan nominalnya. Memang sangat murah. Kalau di kota mungkin hanya cukup untuk sewa sebulan. Ruangan berukuran 6 Â x 10 m2 ini terlihat luas dan bersih dengan desain yang lumayan eye catching.Â
"Wah, murah banget Mas, " Suamiku melongo. Mungkin karena tempatnya di desa, meski di pinggir jalan beraspal  sewanya jadi murah.Â
"Silakan, Pak, " Mas Mukhlis menyajikan pesanannya. Cukup menarik, meski saya terbelalak melihat porsinya yang jumbo.Â
Mie yang sudah direbus dengan tekstur yang pas, sawi putih yang kematangannya pas terlihat segar menggoda, matang tapi masih kres, 3 buah yamin (semacam pangsit rebus isi ayam), Abon ayam dan bawang merah goreng yang lumayan melimpah, dan sesendok acar.Â
Wow... Air liurku nyaris menetes, untung mienya sudah di depan mata. Langsung saja dinikmati. Hemmm.. Enak memang. Kutambah sesendok sambal tambah mantap, dah.Â
Suamiku lebih suka menikmati pakai sumpit, sementara aku lebih suka memakai sendok dan garpu. Kita memang selalu berbeda, hihihi...Â
"Salah, cara makannya tuh gini," Suamiku mengambil kuahnya sesendok dan sesuap mie. Sementara aku malah langsung mengguyurkan kuahnya ke mie. Toh mau langsung dinikmati.Â
" Entah cerita apa lagi suamiku ini, aku lebih tertarik untuk khusuk menikmati mienya tanpa suara. Menikmati tuh masalah selera, tidak ada yang salah. Berbeda dengan suamiku, semua harus jelas, harus ada yang salah dan salah satu yang benar. Suka-sukalah, hehehe...Â
Semoga pandemi ini segera berakhir, tidak digantikan wabah lain yang tidak berkesudahan. Biarkan perekonomian kembali bangkit dan menggeliat. Semoga...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H