Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Lemper, Kue Tradisional yang Bisa Berubah Wujud Menjadi Semar (Mendem)

17 April 2022   17:20 Diperbarui: 17 April 2022   18:19 1547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lemper abon (dokpri) 

Lemper, adalah makanan tradisional yang terbuat dari ketan putih dengan isian lauk. Bisa berupa srundeng, abon, ayam, maupun ikan.

Sedangkan Semar mendem, adalah lemper yang dibungkus dadar telur dengan campuran air dan sedikit tepung. 

Kurang begitu jelas, darimana kue tradisional ini berasal, tapi lemper banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah, yogyakarta dan Jawa Timur.

Pada saat saya masih kecil, kue lemper nyaris menjadi menu wajib dalam suguhan hajatan. Sehingga setiap kali ada teman atau saudara yang kondangan (mendatangi undangan hajatan), ucapan yang umum dilontarkan adalah, "jangan lupa bungkusin lempernya yaaa..."

Ada humor yang beredar di kalangan ibu-ibu yang kondangan. Di masa lampau, terkadang lemper tidak berisi abon atau ayam, tapi berisi serundeng kelapa. Menurut saya tetap enak sih, tapi yang namanya orang, seleranya berbeda-beda. Jadi kalau ingin mengetahui lemper yang di suguhkan berisi apa, mereka memakai kode. Kalau isinya serundeng, maka yang sudah mencicipi akan bilang, " Manjat kelapa". Kalau isinya abon, maka akan bilang, "mbrangkang(merangkak). Maka yang paham akan tersenyum dan mengambil lemper kalau sesuai seleranya.

Ada kepercayaan, bahwa lemper yang terbuat dari ketan wajib disajikan dalam hajatan. Sebab ketan yang lengket melambangkan eratnya persaudaraan dalam hajatan. Bahkan ada yang menganggap sebagai lambang lekatnya rejeki dengan si empunya hajat.

 Sedangkan kisah lucu lainnya tentang lemper adalah cerita tentang Olivia culpo, miss Universe 2012 makan lemper bersama daun pembungkusnya. Mungkin dikiranya sushi, hihihi...

Dalam perkembangannya, lemper mempunyai bermacam variasi. Dari bermacam bentuk dan cara membungkusnya, sampai cara memasak dan menikmatinya.

Semar mendem (dokpri) 
Semar mendem (dokpri) 

Ada yang langsung menikmati lemper mentah, maksudnya ketan yang telah matang dikukus, diberi isian, langsung dinikmati tanpa proses memasak kedua kalinya. Awalnya proses masak kedua kali ini hanya dikukus, tapi kini ada yang membakar, bahkan menggorengnya.

Isiannya pun tidak hanya abon, ayam, ikan yang dibumbu biaya, tapi ada yang mengkreasikan isian dengan bumbu rendang, kari, atau opor.

Kali ini saya membuat lemper yang paling simple, yaitu lemper abon, sehingga tak perlu membuat isinya. Cukup membeli abon yang sudah jadi.

Lemper

Bahan : 

-ketan putih 2 gelas (500 gram).

- satu gelas santan kental. Atau 1 gelas air dan sebungkus santan instan 65 ml.

-daun jeruk 2 lembar, daun salam 2 lembar, sereh 1 batang.

-1sendok teh garam

-Abon 100 gram

-Daun pisang

Cara Membuat :

1. Rendam beras ketan 1-3 jam

2. Tiriskan, masukkan dalam panci, tambahkan garam daun jeruk, daun salam dan sereh. 

3. Masukkan santan, aduk rata. Masak di atas api  sambil diaduk agar tidak gosong sampai santan terserap dan menjadi aron.

 4. Kukus ketan sampai matang.

 5. Bungkus hangat2 sambil diberi isian.

6. Kukus lagi sampai tanak biar awet tidak mudah basi. Jika ingin segera dikonsumsi, bisa juga membuat lemper tanpa pemasakan kedua dengan dibungkus daun segar. 

7.Kalau menginginkan membuat semar mendem, bisa membuat dadar telur yang dicampur sedikit tepung dan air untuk membungkus lemper tanpa pemasakan kedua.

Selamat mencoba resepnya, semoga puasa kita lancar dan berkah dengan pahala melimpah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun