Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menembus Batas Kawah Ijen

7 Maret 2022   08:34 Diperbarui: 7 Maret 2022   15:34 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bonus....! " Reksa berteriak keras menyemangati teman-temannya yang mulai terengah.

Bonus adalah istilah dalam pendakian untuk menggambarkan jalur mendatar. Tidak menanjak seperti umumnya jalur pendakian.

Gunung ijen sebenarnya gunung yang relatif ramah untuk pemula dengan ketinggian sekitar 2000 m dpl.

Andin mulai terengah-engah, ini adalah pendakian pertamanya.

"Cepat sedikit, Dek! " Kak Reva yang berjalan di belakangnya berbisik. Nafasnya masih stabil. Mungkin karena dia sudah biasa mengikuti pendakian. Jam terbangnya sudah tinggi.

"Kakak ke depan sebentar ya, ada yang mau kakak omongin sama Kak Reksa, "

Kak Reva bergegas menyusul Kak Reksa yang berjalan paling depan. Meninggalkan Andin yang segera mempercepat langkahnya agar tidak tertinggal rombongan.

Andin mengangguk samar. Alam masih gulita. Hanya ada cahaya senter dan lampu cas yang dinyalakan redup untuk menghemat energi.

Mereka tadi serombongan ngechamp  di Paltuding. Lumayan, tas ransel yang mereka bawa tidak terlalu berat, hanya berisi sebotol air minum dan kudapan ringan. Mereka tidak terlalu banyak membawa perbekalan, sebab kawah ijen yang menjadi tujuan mereka tidak terlalu jauh, sebab gunung ijen relatif rendah. 

Happp! " 

Sepasang tangan kokoh menangkap tangan Andin dan menopang punggungnya yang hampir terpelanting karena tak sengaja menginjak batu yang licin. Andin terhenyak. Tersadar dari lamunan sekaligus dari bahaya yang hampir menimpanya. 

Mata bulat Andin melongo menatap sepasang mata kelam bak telaga yang masih memegang tangan dan menopang punggungnya. Sejenak mereka bertatapan. Andin segera melepaskan tangannya dan beringsut menjauhi cowok itu. 

"Namaku Elang Raung. Panggil saja Elang, "

 Cowok itu memperkenalkan diri dan menjabat tangan Andin yang masih terpesona. Tangannya dingin, tapi menyalurkan kehangatan dan rasa aman di hati Andin. 

"Andin,"

Andin menyebut namanya. 

"Kamu dari mana, kok tiba-tiba sudah ada di sini? " Andin bertanya polos. 

"Hahaha, " Elang tertawa. 

"Aku baru sampai di sini. Tapi lewat jalur Banyuwangi. Dari sana. "

Cowok itu menunjukkan tangannya ke arah timur, tapi Andin hanya melihat kegelapan. 

"Kalau kamu pasti dari Paltuding kan lewat Situbondo? "

"Kok tahu? " Andin bertanya heran. 

"Aku sudah biasa ke Ijen. Pernah lewat Paltuding juga. Jadi aku hafal jalur di sini. 

" Owh... Andin hanya melongo. 

"Lokasinya masih jauh? " Andin kembali bertanya. 

"Sudah dekat, " Jawab Elang pendek saja. 

Mereka ngobrol akrab, membuat Andin sedikit lupa dengan rasa lelahnya. 

"Ayo kita melangkah lebih cepat, takut telat melihat api birunya, "

Andin mengajak Elang menyusul teman-teman nya yang semakin menjauh. 

"Ayo... Elang tersenyum manis sambil bergegas di belakang Andin. 

" Woww... Amazing! " 

Andin terpukau menyaksikan pemandangan indah di depannya. 

"Hati-hati Andin. Jangan terlalu dekat ke kawah, " Elang memperingatkan. 

"Sini ku foto kalau kamu mau, " Elang mengulurkan tangannya menyambut gawai Andin yang diserahkan padanya. 

"Eh, Elang. Kenapa baru kita berdua yang sampai di sini? Teman-temanku ke mana? " Setelah puas berfoto di dekat kawah ijen dengan api birunya yang fenomenal, Andin baru sadar kalau teman-teman nya belum sampai. 

"Aku tadi mengajakmu lewat jalan pintas " Jawab Elang sambil tersenyum misterius. Tapi sepertinya dia jujur. Buktinya mereka sampai lebih dulu. 

Andin duduk berdua bersandarkanbatu cadas yang banyak terdapat di sekitar kawah. 

Api biru. Sumber : genpi, daerah kita. com
Api biru. Sumber : genpi, daerah kita. com

#######

"Andin...! Andin mana? " 

Kak Reva panik ketika sadar Andin tidak ada di antara mereka. 

"Tadi kan bersamamu? Kak Reksa menatap Reva tajam. Diam-diam ikut cemas. Keselamatan rombongan menjadi tanggung jawabnya. Ia harus cepat bertindak. 

Kawah ijen tinggal beberapa ratus meter, tapi kehilangan salah satu anggota adalah masalah yang serius. 

"Baiklah, kalian lanjutkan dulu perjalanan, Aku akan menghubungi petugas di Paltuding, "

Kak Reksa memberikan solusi. Di saat kondisi masih gelap, sangat beresiko kalau harus melakukan pencarian tanpa melibatkan petugas. 

Selama ini, jalur pendakian ijen relatif aman, bahkan untuk pemula. Kak Reksa berharap, Andin hanya berhenti untuk buang air atau melakukan hal-hal yang tidak berbahaya sehingga tertinggal dari rombongan. 

Rombongan pendakian pemula itu takjub menyaksikan api biru yang terlihat memukau. Tapi separuh hati mereka tertambat pada Andin yang menghilang. Jadi mereka tak bersuara sedikitpun. Menikmati fenomena alam yang menakjubkan dalam keheningan. Diam-diam berdoa sendiri-sendiri untuk keselamatan Andin. 

"Andin? " Andinnn.... " Kak Reva memeluk Andin yang tertidur pulas bersandar di batu cadas dekat kawah. Sehat wal'afiat tak kurang suatu apa. 

"Kak Reva? " Andin masih setengah linglung. 

"Elang mana? "

"Elang? "

"" Elangggg??? Semua teman-teman Andin ikut berteriak heran. 

Andin semakin bingung dan linglung. 

"Siapa Elang???? 

Kawah ijen setelah terbit matahari (dokpri)
Kawah ijen setelah terbit matahari (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun