Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Senja di Kedung Malem (3)

28 Januari 2020   14:56 Diperbarui: 30 Januari 2020   07:19 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedung malem (air terjun slampir) | dokpri

Elang Cemani menyangga tubuh Damar Sukmo yang ambruk dengan tangannya, menciduk sedikit air dan, pelan-pelan diteteskan ke mulut Damar Sukmo yang pingsan. Beberapa saat kemudian mata Damar Sukmo terbuka. 

"Elang, apa yang terjadi?" Damar Sukmo merasakan pusing dan sakit di kepalanya. Badannya lemas. 

" Sssttt...!" Elang menempelkan jari telunjuk di mulutnya. Memberi isyarat pada Damar Sukmo untuk jangan banyak berbicara dulu. Disandarkan tubuh Damar dengan kepala dan leher lurus posisinya. Elang mencopot ikat kepalanya, dilihatnya ada darah merembes dari kepala Damar. Dibalutnya luka Damar dengan ikat kepalanya. Elang Sukmo memutar otak, bagaimana caranya membawa Damar Sukmo ke rumahnya dengan kondisi seperti ini. Medan yang berat dengan beban yang hampir sama dengan bobot tubuhnya, bukanlah perkara mudah untuk diatasi. Dirinya tak mungkin memaksa Damar Sukmo untuk berjalan sendiri. 

"Elang, aku masih sanggup berjalan kalau kamu mau memapahku," Damar berbisik seolah bisa membaca pikiran Elang Cemani.

"Tidak Damar,  itu terlalu beresiko. Aku harus mencari bantuan. Elang Cemani memutuskan tindakan yang harus dilakukan, tapi itu artinya dia harus meninggalkan Damar sendirian.

" Ada apa, Puh?"  Karena terlalu fokus pada keadaan Damar, Elang Cemani tak sadar kalau ada serombongan ada muda yang berjalan menuju air terjun. Elang terkejut, tapi kemudian bersyukur dan bernafas lega, ternyata tanpa bersusah payah mencari bantuan, apa yang dibutuhkannya datang sendiri. 

"Kebetulan, tolong bantu aku membawa temanku yang sakit ini ke atas. Dia perlu pertolongan secepatnya,".

" Baik, Puh, kami siap membantu. 

"Ayo gaes, kita tolong Pak Puh ini dulu, nanti baru kita lanjutkan acara kita," Anak muda yang sepertinya ketua rombongan itu mengajak teman-temannya untuk membantu Elang Cemani membawa Damar Sukmo ke rumahnya untuk mendapatkan pertolongan secepatnya.

Damar Sukmo membuka matanya, kepalanya masih terasa sakit. Dirabanya perban yang membungkus rapi luka di kepalanya. Tiba-tiba darahnya tersirap. Di depannya berdiri perempuan cantik berbaju putih. Damar Sukmo terpesona, seperti remaja yang bertemu perempuan pujaannya. 

"Aduhhh, sakiiit...," Damar Sukmo memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. 

"Sabar ya,Paklek. Kepala paklek mendapat benturan, sehingga mengalami trauma ringan tapi cukup serius. Sebaiknya paklek istirahat dulu saja sambil melihat perkembangan selanjutnya," perempuan muda itu tersenyum sangat manis, membuat jantung Damar Sukmo berdetak lebih cepat. Entah kenapa dirinya tiba-tiba kembali merasa muda, seperti remaja yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Akhhh....Damar Sukmo jd mempertanyakan kewarasan otaknya sendiri. Apakah ini perasaan alamiah yang dialami,pengaruh obat-obatan yang disuntikkan ke tubuhnya, atau karena benturan di kepalanya yang menyebabkan otaknya kopyor.

"Aduuhhh...," Damar Sukmo merintih, kepalanya kembali berdenyut sakit. Tapi kali ini juga dirinya berharap perwmpuan itu kembali mengelus kepalanya

"Paklek? Kenapa perempuan itu memanggilnya Paklek?"

"Damar, ini anak sulungku. Dokter Laksmi Puspita. Kamu tak perlu khawatir. Kita sekarang berada di kliniknya. Insya allah kondisimu sudah aman," Elang tahu-tahu sudah berdiri di samping perempuan muda yang telah menawan hatinya itu. Perempuan itu menganggukkan kepala dengan santun dan kembali tersenyum menggetarkan hati Damar Sukmo. Damar Sukmo tersenyum bahagia.

"Hah? Perempuan muda itu anak sulung Elang?" Apa kata dunia kalau dirinya kesengsem pada perempuan yang lebih layak jadi anaknya?" kepala Damar Sukmo kembali berdenyut sakit. Tiba-tiba HP dokter  Laksmi berbunyi. Laksmi melirik sang penelepon.

"Maaf ayah, paklek. Laksmi terima telepon dulu," dokter Laksmi meminta ijin dengan santun untuk menjawab telepon. Kemudian bergegas menjauh  dari ayah dan sahabat ayahnya itu.

"Assalamu'alaikum," terdengar suara laki-laki yang begitu tenang, tapi membuat dokter Laksmi gemetar dan deg-degan. Prabu Attalah yang meneleponnya. Lelaki yang telah sekian lama menjadi teman dekatnya. Yang dalam waktu dekat ini telah berjanji untuk melamarnya.

"Wa'alaikumsalam Mas Prabu," suara dokter Laksmi bergetar. Semoga Mas Prabu tak merasakan tanganku yang gemetar dan suaraku yang bergetar, bisik hati Laksmi.

"Apa kabar, Laksmi. Maaf, aku baru bisa menghubungimu".

" Tidak apa-apa, Mas. Aku juga banyak pasien akhir-akhir ini. Semoga Mas Prabu juga selalu sehat".

"Alhamdulillah, aku sehat-sehat saja, cuma kangen sama kamu," Prabu tertawa renyah dari seberang sana. Wajah Laksmi memerah . Tapi hanya tersenyum. 

"Maaf, Laksmi. Mungkin aku belum bisa memenuhi janjiku padamu dalam waktu dekat ini. Papaku belum bisa kuhubungi, sementara Mama masih sibuk dengan kegiatan sosialnya. Tapi aku berjanji akan mempersiapkan secepatnya,".

" Iya, Mas. Tidak apa-apa," Laksmi tersenyum meski ada sedikit kecewa di hatinya jika masih harus menunggu Prabu meminangnya. Tapi mungkin baik juga untuk memberi kesempatan lebih mengenal keluarga Prabu yang masih menjadi misteri baginya. Pernikahan adalah masalah serius, dirinya harus mempersiapkan dan memahami semuanya dengan matang.

"Baiklah Laksmi, sampaikan salamku buat ayah dan ibu ya. Salam dari calon menantunya yang sholeh," Prabu kembali tertawa renyah.

"Baik, Mas. Insya allah salamnya tersampaikan. Assalamu'alaikum...".

" Wa'alaikumsalam,..".

Laksmi kembali memasukkan ponselnya ke saku jas putihnya, sementara Damar Sukmo diam-diam mengamati dokter Laksmi dari kejauhan. Hatinya benar-benar telah tertambat pada perempuan itu. Akhhh....kepalanya kembali berdenyut sakit.

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun