Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Pengalaman Makna Upacara Bendera

28 Agustus 2023   15:46 Diperbarui: 28 Agustus 2023   15:51 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Joop Ave sebagai Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Republik Indonesia tahun 1994. Foto: dokumen pribadi

"Oh, gitu ya! Maklumlah aku nggak sempat nonton tivi. Acaranya padat merayap. Pertemuan ini itu dari pagi sampai malam. Lelah sih! Tapi banyak dapat ilmu dan hadiah gratisan. Lumayan hehehe!" kata saya sambil menraktir Dyah di kantin kampus.

Bubar upacara di Istana Merdeka, saya langsung foto-foto bersama 2 tas berisi hadiah. Foto: dokumen pribadi
Bubar upacara di Istana Merdeka, saya langsung foto-foto bersama 2 tas berisi hadiah. Foto: dokumen pribadi

Hadiahnya memang banyak. Makan, minum, hotel, dan akomodasi lainnya ditanggung panitia. Menghadiri pertemuan di Bappenas, IPTN (PTDI sekarang), UI, beberapa kementerian, dll. Diajak jalan-jalan ke Bandung, TMII, Sea World, dan Ancol. Naik berbagai wahana hiburan di Ancol. Saya juga dapat banyak suvenir. Antara lain pulpen eksklusif dari MPR dan sepaket buku biografi Pak Harto, Presiden RI saat itu. Dari kampus Brawijaya dapat uang jajan. Dari panitia nasional diamplopi uang juga. Pokoknya saya jadi mahasiswa berduit saat itu. Seneng banget, dong!

Bapak Joop Ave sebagai Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Republik Indonesia tahun 1994. Foto: dokumen pribadi
Bapak Joop Ave sebagai Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Republik Indonesia tahun 1994. Foto: dokumen pribadi

Saya berada di Istana Merdeka adalah sebuah kenyataan. Pintu gerbang kenyataan itu saya awali dengan mimpi berkepanjangan. Yaitu, sejak saya SD saat nonton tivi acara Agustusan seperti cerita saya di awal tulisan ini. Ketika awal kuliah saya sudah aktif di kegiatan Senat Mahasiswa sebagai sekretaris umum. Hobi saya menulis membawa saya menjadi wartawan kampus dan aktif juga mengikuti lomba karya tulis ilmiah. Prestasi demi prestasi saya ukir satu persatu. Akhirnya, setelah melalui seleksi yang ketat, saya terpilih sebagai mahasiswa berprestasi mewakili almamater saya ke tingkat nasional.

Fadli Zon, mahasiswa berkaca mata yang menghadap kamera. Foto: dokumen pribadi
Fadli Zon, mahasiswa berkaca mata yang menghadap kamera. Foto: dokumen pribadi

Saya diundang untuk menghadiri momen Upacara Pengibaran Bendera Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI (menjelang pukul 10 pagi) dan Upacara Penurunan Bendera Merah Putih (menjelang pukul 5 sore). Saya hadir di Istana Merdeka, Jakarta, bersama para mahasiswa berprestasi dari provinsi lainnya.

Saya benar-benar berada di Istana Merdeka untuk merayakan impian saya. Ini adalah makna upacara bendera yang sesungguhnya. Bahwa, saya boleh bermimpi besar dan berhak untuk mewujudkannya. Saya berhak untuk setia pada mimpi saya sampai menjadi kenyataan. Hambatan yang ada adalah tantangan untuk saya taklukkan, bukan dihindari.

Ngapain saja saya di Istana Merdeka? Saya duduk di barisan undangan mengikuti seluruh rangkaian upacara. Dari sejak pasukan kehormatan pembawa panji-panji negara masuk lapangan saja suasana sudah hikmat. Jejak langkah Paskibraka seolah-olah menderapkan cita-cita mereka jadi nyata. Bendera merah putih yang berkibar serasa memutar film perjuangan para pahlawan mencapai kemerdekaan. Kumandang lagu Indonesia Raya membuat tenggorokan saya tercekat menahan haru. Mars-mars perjuangan kembali menggugah semangat. Mengheningkan cipta sebagai bentuk penghormatan jasa pahlawan. Berdoa adalah cara paling tepat untuk bersyukur bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi atas kehendak Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa.

Saya bersama Saldi Isra, dkk. Foto: dokumen pribadi
Saya bersama Saldi Isra, dkk. Foto: dokumen pribadi

Meskipun saya bukan menjadi Paskibraka, tetapi sensasi bangga saya tetap sama. Saya bangga bisa melihat langsung Pak Harto menjadi inspektur upacara. Bangga bisa foto bareng Pak Habibie, Pak Jop Ave, Pak Wardiman, Pak Fadel, Mas Guruh, dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Kebanggaan ini sering saya ceritakan ke murid-murid saya agar mereka terbiasa membangun mimpi besar dan membuat strategi untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Sebab, kesuksesan itu milik siapa saja yang mau sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun