Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sebegitu Bermaknakah Ramadhan?

1 April 2023   23:32 Diperbarui: 1 April 2023   23:39 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          

Ramadhan tiba, Ramadhan tiba. Tiba-tiba Ramadhan, tiba-tiba Ramadhan. Sejak bulan Rajab dan Sya'ban Ramadhan 2023, aroma bulan Ramadhan sudah dinanti-nanti umat Islam di seluruh penjuru dunia. Dan hari ini puasa Ramadhan sudah berlangsung selama 10 hari pertama. Kerinduan dan penantian pada Ramadhan sudah bertemu dengan penawarnya.

Namun, seringkali saat Ramadhan sudah dijalani, kita malah rindu agar Ramadhan segera berlalu. Puasa itu ternyata bikin lemes, tenggorokan kering, perut keroncongan, konsentrasi pun ambyar. Inginnya tidur melulu. Padahal hari masih pagi. Untunglah mampu bertahan sampai waktu berbuka tiba. Praktik puasa yang dilakukan di level pertama ini sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal yang membatalkan puasa secara syariat.

Masih ada puasa level kedua. Mereka berpuasa lebih dari sekedar menahan haus, lapar, dan hal-hal yang membatalkan puasa. Mereka juga menahan pendengaran, penglihatan, ucapan, dan seluruh anggota badannya dari berbuat maksiat. Kalau zaman now termasuk menahan jari-jemari dari menyebarkan berita-berita bohong alias hoax.

Level puasa tertinggi adalah puasanya orang-orang super spesial. Mereka tidak saja menahan diri dari maksiat, tetapi juga menahan diri dari hal-hal yang bersifat harta dan kekayaan dunia serta fokus kepada Allah semata, bukan kepada yang selain-Nya.

Adanya tiga level puasa ini bertujuan agar kita yang setiap tahun masih diberi umur untuk berpuasa Ramadhan dapat menaiki tangga yang lebih tinggi lagi dalam hal kualitas ibadah puasa. Lantas, ada di level manakah puasa kita saat ini?

Pertanyaan ini sebenarnya bukan ditujukan untuk pembaca, tetapi untuk diri saya sendiri. Betapa tidak? Selama lima puluh satu kali Ramadan dan berpuasa sekira mulai kelas dua SD, mungkin puasa level pertama bertahan lebih lama dari level kedua. Level ketiga? Harus dicita-citakan.

Padahal Ramadhan itu ibarat hujan yang menumbuhkan benih-benih kebaikan. Ramadhan mengajarkan kita tiga makna berharga. Apa saja makna Ramadhan tersebut?

1. Setia kepada Allah.

Seharusnya menunggu salat itu sebelum azan berkumandang. Jika sudah dipanggil azan tapi tak kunjung salat malah asyik main hape, maka kesetiaan pada Allah perlu dipertanyakan. Mengapa sudah berpuluh-puluh kali puasa tetapi belum bisa menjaga kesetiaan? Mengapa salat zuhur dilakukan  jam 1 sementara panggilan azan jam 12? Jawabannya, karena kita beribadah mengikuti maunya kita, bukan maunya Allah. Menjadi hamba syahwat bukan hamba Allah.

2. Disiplin menaati Allah.

Jika terbiasa disiplin, maka tidak jadi masalah mau ikut kegiatan one day one juz (odoj). Malah tambah semangat karena termotivasi oleh teman-teman odoj lainnya. Jika disiplin kata diterapkan, maka tidak akan tertarik gibahin orang lain apalagi masuk tim fitnah. Oh, no! Kalau sudah disiplin dengan waktu salat, maka waktu-waktu yang lain bisa dimanfaatkan dengan berkualitas. Selama Ramadhan geng setan dibelenggu tak mampu mengganggu. Namun, jika kita masih bermaksiat maka diri kitalah yang jadi setan wujud manusia. Karena, geng setan asli sedang meringkuk di penjara.

3. Peduli pada sesama dan lingkungan.

Puasa bukan sekedar memindahkan jadwal makan. Lebih dari itu, puasa juga melatih pelakunya untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain yang sedang kelaparan. Puasa membangun rasa peduli, empati, dan simpati. Sehingga, kita bisa menyukuri sekecil apapun karunia yang telah Allah berikan dan bersabar atas berbagai kondisi yang tidak diinginkan. Jika kita ingkar pada nikmat yang kecil, maka bagaimana mungkin Allah akan mempercayakan nikmat yang besar. Jika kita tidak belajar sabar, maka bagaimana mungkin kita tahu cara menghargai perjuangan. Peduli melahirkan aksi untuk saling berbagi kebahagiaan dengan sesama dan lingkungan.

Semoga dengan memahami makna Ramadhan kita bisa menjalankan Ramadhan dengan baik. Sehingga, kenaikan level kualitas puasa kita bisa diper-quick. Spirit Ramadan pun bisa kita bawa dan kita jaga pada bulan-bulan lain di luar Ramadhan. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun