Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tidak Ada Mukena, Sarung pun Jadi

29 Maret 2022   23:21 Diperbarui: 29 Maret 2022   23:29 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Balik lagi ke zaman lampau. Akhirnya, saya menjadi salah satu jemaah bermukena hitam di antara lautan jemaah bermukena putih. Mukena putih terusan maupun potongan atas bawah adalah mukena paling top di zamannya. Bisa dibayangkan dong perasaan saya saat itu.

Tentu saja saya merasa sedih, minder, dan malu karena dilihat banyak Korang dengan tatapan aneh. "Koq gini-gini amat, ya! Jadi iri sama anak-anak yang lain," batin saya berkecamuk. Untung hanya bagian mata yang terlihat. Sehingga, ekspresi sesungguhnya dari wajah sedih, iri, minder, dan malu saya tertutupi.

Namun, jauh di lubuk hati saya yang paling dalam tersimpan rasa bangga sudah jadi anak kreatif dan pantang menyerah sehingga bisa tetap tarawih berjemaah dengan ceria. Melupakan emosi-emosi negatif yang ada. Itulah cara saya menghibur diri. Terima kasih mukena ninja.

Tidak mudah memang bagi saya untuk mendapatkan fasilitas. Pensiunan Pakde yang mengasuh saya dari balita hanya cukup untuk makan. Tidak mungkin saya membebani lagi beliau dengan hal-hal di luar kebutuhan pokok. Maka, saya kecil harus membuat proposal dulu alias kirim surat dulu ke ayah ibu kandung jika ingin minta sesuatu. Permintaan harus disertai anggaran biaya beserta alasannya.

Saya menulis surat dengan tangan dan mengirimnya melalui kantor pos. Tergantung kecukupan uang untuk membeli perangko biasa atau kilat. Beberapa hari kemudian surat sudah sampai di tangan orang tua yang bekerja di Ujung Pandang (Makasar sekarang). Permintaan ada yang dikabulkan ada yang tidak. Kondisi seperti ini membuat saya terbiasa menulis sejak berseragam putih merah. Itulah hikmahnya.

Ada pelajaran berharga dari peristiwa mukena ninja ini. Yaitu, kalau dulu pakai mukena sarung saja tetap semangat salat tarawih, sekarang sudah ada mukena "beneran" bahkan jumlahnya lebih dari satu masa masih malas salat, sih! Ayo, bersyukur!

Ya Allah, anugerahkan saya kesehatan dan kemudahan untuk menunaikan ibadah Ramadan dengan nikmat. Bisa berpuasa sebulan penuh, salat tarawih, tahajud, khatam Alquran, dzikir, iktikaf, berzakat-infak-sedekah, dan beramal saleh lainnya. Jadikan Ramadan ini Ramadan terbaik dalam hidup saya. Terimalah amal-amal saya dan balaslah saya dengan surga-Mu. Aamiin.

Mengikuti lomba blog "Cerita Ramadanku" ini adalah cara saya mendukung kolaborasi Ketapels bersama Sarung Al-Hazmi untuk membangkitkan semangat masyarakat Muslim menjelang puasa. Tidak terkecuali menyemangati diri saya sendiri beserta keluarga tercinta. Gas poolll!

*Marhaban ya Ramadan. Sarung Al-Hazmi bersuka cita menyambut bulan suci. Ketapels silaturahmi, berbagi inspirasi. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun