Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tidak Ada Mukena, Sarung pun Jadi

29 Maret 2022   23:21 Diperbarui: 29 Maret 2022   23:29 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadan, dan antarkanlah Ramadan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadan." (Lathaif Al-Ma'arif hal. 264)

Dulu, para sahabat selama enam bulan sebelum datang Ramadan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadan. Kemudian enam bulan sesudah Ramadan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadan.

Bagaimana dengan teman-teman Muslim semua? Saya yakin kalian juga berdoa yang sama seperti para sahabat, mohon dipertemukan dengan bulan Ramadan dan diterima amal-amal di dalamnya oleh Allah.

Tak terasa dua hari lagi Ramadan akan bertamu, meskipun tidak semua orang akan bertemu. Semoga Allah mengizinkan Ramadan dan kita saling bersua. Kabulkanlah, wahai Yang Mahakuasa.

Umat Islam sedunia sudah seharusnya bergembira menyambut kedatangan Ramadan yang istimewa dan penuh berkah. Bulan diwajibkannya puasa sebulan lamanya. Menahan makan, minum, dan hawa nafsu dari sejak matahari terbit sampai terbenam.

Bulan di mana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, pahala kebaikan dilipatgandakan, mendapat dua kebahagiaan (saat berbuka puasa dan saat bertemu dengan Rabbnya), dan di dalamnya ada malam yang lebih baik dari 1000 bulan (83 tahun).

Setiap Muslim pasti memiliki cerita Ramadannya masing-masing. Mungkin ada kisah inspirasi, heroik, horor, lucu, unik, juga suka dan duka di dalamnya. Kenangannya terbawa sampai tua. Bisa menjadi bahan cerita untuk anak cucu tercinta.

Saya pun memiliki banyak kisah Ramadan di masa kecil. Mulai dari kebiasaan antar-antar berkatan ke tetangga menjelang Ramadan tiba yang dikenal dengan istilah "megengan", latihan puasa saat kelas dua SD, penasaran gimana rasanya "mokel" (batal puasa) dengan mengunyah dan menyeruput es batu secara sembunyi-sembunyi, tarawih 23 rakaat sampai keringetan seperti habis olahraga, hingga berburu tanda tangan imam dan khatib salat. Seru semua!

Namun, di antara sekian cerita Ramadan saya di masa lalu, ada satu yang kenangannya membekas sampai sekarang. Yang mampu memotivasi saya untuk berpikir kreatif dan pantang menyerah menghadapi tantangan di setiap keadaan.

Dulu, setiap Ramadan sekolah libur sampai Idul Fitri. Masuk lagi setelah lebaran. Saat Ramadan, saya yang duduk di kelas 3 atau 4 SD berlibur ke rumah nenek dari pihak ibu. Rumah nenek berada di Kota Lumajang. 

Saya tinggal bersama Pakde dan Bude dari pihak ayah di Kecamatan Klakah, di lereng Gunung Lamongan. Jarak antara Klakah dan Lumajang sekira tujuh belas kilometer. Saya diantar Pakde ke rumah nenek dengan menaiki kendaraan umum.

Di rumah nenek sudah berkumpul sepupu-sepupu saya yang lain. Kami biasa tarawih keliling di musala atau masjid dekat rumah nenek. Kadang tarawih di Pendopo Kabupaten atau di Masjid Agung yang letaknya di sekitar alun-alun kota.

Tidak ada cadangan mukena di rumah nenek. Mukena digunakan secara bergantian saat melakukan salat wajib di rumah. Tetapi, tarawihnya kan berjemaah di masjid. Jadi, nggak mungkin dong pakai mukenanya bergiliran. Padahal saya ingin tarawih bareng-bareng di masjid. Duh, bagaimana ini?

Otak saya berputar mencari ide apa kira-kira yang bisa dijadikan mukena. Selendang bayi, jarik, selimut, atau ...? Sarung! Itu yang tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya. Kebetulan di rumah nenek ada sarung. Sarung mungkin bisa dijadikan mukena. Tapi, gimana caranya?

Saya dan sepupu perempuan saya melakukan eksperimen berjudul "Tidak Ada Mukena, Sarung Pun Jadi". Kami beberapa kali mencoba menyulap sarung menjadi mukena. Gagal maning-gagal maning. Sampai akhirnya berhasil. Taraaaa ... Ini dia mukena ninjanya.

Begini cara membuat mukena ninja dari sarung. Pertama, bagian tengah lingkaran sarung yang terbuka diletakkan di bagian bawah mata. Lalu, bagian ujung sarung kiri dan kanan diikatkan di belakang kepala. Kemudian, bagian lingkaran sarung terbuka yang menjuntai ke bawah ditarik ke belakang. Jadi, deh!

Sekarang, bagian mata yang terbuka sedikit ini terlihat seperti cadar. Seluruh badan ada dalam sarung tidak terkecuali kedua tangan dan kedua kaki. Tubuh saya benar-benar terperangkap dalam sarung yang kedodoran. Maklum, ini sarung ukuran dewasa. Jadi terlihat seperti baju ninja di film-film Jepang, kan? Makanya saya sebut mukena ninja. Hahaha.

Jika bagian mata yang terbuka sedikit ini dibuka lagi selebar wajah, maka penampakannya mirip bapak-bapak yang sedang ronda malam. Sarungnya terlihat seperti mukena, yes! 

Sarung-sarung zaman dulu warnanya cenderung gelap bermotif kotak-kotak. Tidak seperti sarung-sarung zaman kini yang berwarna-warni. Apalagi sarung Al-Hazmi. Sarung ini adalah sarung batik tulis, hand print, cap, dan kombinasi. Sarung khas Kudus Jawa Tengah. Pilihan ragam corak dan motif khas bisa disesuaikan dengan selera masing-masing. Keren, ya!

Sarung Al-Hazmi ini batik banget temanya. Indonesia banget, gitu! Bangga, deh! Saya sudah follow instagram @officialalhazmi, lho! Kalian follow juga, ya! Jangan sampai ketinggalan! Biar bisa intip-intip dan beli produknya. Syukur-syukur dapat hadiah lomba. Kalau rezeki tidak akan ke mana-mana.

Eh ... Menang lomba itu bonus, ding! Tidak menang, menulis jalan terus. Semangat jangan sampai putus. Setuju?

Balik lagi ke zaman lampau. Akhirnya, saya menjadi salah satu jemaah bermukena hitam di antara lautan jemaah bermukena putih. Mukena putih terusan maupun potongan atas bawah adalah mukena paling top di zamannya. Bisa dibayangkan dong perasaan saya saat itu.

Tentu saja saya merasa sedih, minder, dan malu karena dilihat banyak Korang dengan tatapan aneh. "Koq gini-gini amat, ya! Jadi iri sama anak-anak yang lain," batin saya berkecamuk. Untung hanya bagian mata yang terlihat. Sehingga, ekspresi sesungguhnya dari wajah sedih, iri, minder, dan malu saya tertutupi.

Namun, jauh di lubuk hati saya yang paling dalam tersimpan rasa bangga sudah jadi anak kreatif dan pantang menyerah sehingga bisa tetap tarawih berjemaah dengan ceria. Melupakan emosi-emosi negatif yang ada. Itulah cara saya menghibur diri. Terima kasih mukena ninja.

Tidak mudah memang bagi saya untuk mendapatkan fasilitas. Pensiunan Pakde yang mengasuh saya dari balita hanya cukup untuk makan. Tidak mungkin saya membebani lagi beliau dengan hal-hal di luar kebutuhan pokok. Maka, saya kecil harus membuat proposal dulu alias kirim surat dulu ke ayah ibu kandung jika ingin minta sesuatu. Permintaan harus disertai anggaran biaya beserta alasannya.

Saya menulis surat dengan tangan dan mengirimnya melalui kantor pos. Tergantung kecukupan uang untuk membeli perangko biasa atau kilat. Beberapa hari kemudian surat sudah sampai di tangan orang tua yang bekerja di Ujung Pandang (Makasar sekarang). Permintaan ada yang dikabulkan ada yang tidak. Kondisi seperti ini membuat saya terbiasa menulis sejak berseragam putih merah. Itulah hikmahnya.

Ada pelajaran berharga dari peristiwa mukena ninja ini. Yaitu, kalau dulu pakai mukena sarung saja tetap semangat salat tarawih, sekarang sudah ada mukena "beneran" bahkan jumlahnya lebih dari satu masa masih malas salat, sih! Ayo, bersyukur!

Ya Allah, anugerahkan saya kesehatan dan kemudahan untuk menunaikan ibadah Ramadan dengan nikmat. Bisa berpuasa sebulan penuh, salat tarawih, tahajud, khatam Alquran, dzikir, iktikaf, berzakat-infak-sedekah, dan beramal saleh lainnya. Jadikan Ramadan ini Ramadan terbaik dalam hidup saya. Terimalah amal-amal saya dan balaslah saya dengan surga-Mu. Aamiin.

Mengikuti lomba blog "Cerita Ramadanku" ini adalah cara saya mendukung kolaborasi Ketapels bersama Sarung Al-Hazmi untuk membangkitkan semangat masyarakat Muslim menjelang puasa. Tidak terkecuali menyemangati diri saya sendiri beserta keluarga tercinta. Gas poolll!

*Marhaban ya Ramadan. Sarung Al-Hazmi bersuka cita menyambut bulan suci. Ketapels silaturahmi, berbagi inspirasi. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun