Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Lampung Zona Merah Intoleran, Ayo Pimpin Sinergi Pak Gubernur

29 Juni 2022   11:45 Diperbarui: 30 Juni 2022   06:27 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lampung zona merah. Ini dalam konteks kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal. "Itu berdasarkan temuan sejumlah lembaga riset resmi. Stakeholders Provinsi Lampung harus segera bersinergi," ujar Dr. Arif Sugiono, M.Si., Peneliti Sosial Politik dari Universitas Lampung. Kenapa harus demikian?

Jejak Panjang Kasus Intoleran

Setidaknya, karena dua hal. Pertama, karena kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung, adalah hal yang sangat serius. Kedua, karena mekanisme penanganannya selama ini belum strategis.

Selaku akademisi, Arif Sugiono menilai, Gubernur Lampung adalah stakeholder yang paling relevan untuk memimpin sekaligus mensinergikan para stakeholder lain di Lampung dalam menangani kelompok intoleran serta sebaran bibit kaum radikal di Lampung.

"Penanganan kelompok intoleran di Lampung selama ini, masih bersifat parsial. Tiap institusi bergerak sendiri-sendiri. Belum bersinergi secara strategis," ungkap Dr. Arif Sugiono, M.Si. dalam perbincangan dengan awak media, pada Sabtu, 25 Juni 2022 lalu.

Perbincangan tersebut berlangsung di salah satu ruang di lantai dua Gedung Pascasarjana, Universitas Lampung, Jalan Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung.

Konsep bersinergi secara strategis tersebut diajukan Arif Sugiono, karena menurutnya, penanganan kelompok intoleran oleh para stakeholder di Lampung, juga masih bersifat konvensional. Belum menyentuh akar masalah yang sesungguhnya.

Pada Selasa, 7 Juni 2022 pagi, Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja diamankan Ditreskrimum Polda Metro Jaya di Kantor Pusat organisasi tersebut di Jalan WR Supratman, Bumi Waras, Bandar Lampung. Pada Selasa itu juga, Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, dalam konferensi pers di Polresta Bandar Lampung, menyebut, "Agar penyebaran tidak meluas, akan dilakukan pembinaan di pesantren."

Ungkapan Eva Dwiana tersebut menunjukkan bahwa ia sebagai salah satu stakeholder, belum memahami sepenuhnya realitas kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung. Pada Rabu, 21 Maret 2018, misalnya, Kapolda Lampung saat itu, Irjen Pol. Suntana, memaparkan hasil survey Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) pada November 2017 kepada wisudawan Universitas Lampung.

Irjen Pol. Suntana menyebutkan hasil survey BNPT tahun 2017, 5 provinsi dengan radikalisme tertinggi adalah Bengkulu (58,58%), Gorontalo (58,48%), Sulawesi Selatan (58,42%), Lampung (58,38%), dan Kalimantan Utara (58,30%). Bagaimana kini? "Temuan sejumlah lembaga riset resmi tentang radikalisme, menempatkan Lampung di zona merah," ujar Dr. Arif Sugiono, M.Si.

Arif Sugiono menyebutkan angka serta detail persentasenya, tapi minta agar awak media tidak mem-publish-nya. Karena, belum waktunya data detail tersebut disampaikan kepada publik secara luas. Dengan kata lain, kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung adalah sebuah jejak panjang, yang harus ditangani secara serius.

Awak media mewawancarai Arif Sugiono di lantai dua Gedung Pascasarjana, Universitas Lampung. Foto: Dok. Isson Khairul
Awak media mewawancarai Arif Sugiono di lantai dua Gedung Pascasarjana, Universitas Lampung. Foto: Dok. Isson Khairul

Subur Bibit Radikal

Lampung adalah wilayah yang subur dengan kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal. "Secara geografis, Lampung relatif dekat dengan Jakarta sebagai pusat kekuasaan. Dengan demikian, ketika kelompok intoleran tersebut hendak melakukan mobilisasi massa untuk melakukan aksi ke Jakarta, tak perlu menempuh perjalanan jauh," lanjut Arif Sugiono.

Kemudian, secara sosiologis, Lampung adalah wilayah yang sangat multi kultural. Sebagai gambaran, Provinsi Lampung seluas 35.587 kilometer tersebut, dihuni oleh etnis Jawa (60,10%), Lampung (21,9%), Sunda (10,50%), Minangkabau (3.57%), Bali (1.73%), Tionghoa, Melayu, dan lain-lain (2.15%).

Masyarakat Lampung sangat terbuka terhadap pendatang. "Apalagi ada local wisdom (kearifan lokal) yang diyakini oleh penduduk setempat, bahwa pendatang harus dilayani dengan baik. Ini local wisdom yang baik dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki agenda-agenda tertentu," tutur Arif Sugiono.

Dengan demikian, pihak-pihak tertentu seperti Abdul Qadir Baraja tersebut, leluasa menjadikan Lampung sebagai basis utama gerakan mereka. Bahkan, mendirikan Kantor Pusat Khilafatul Muslimin di sana. Ini hanya satu contoh. Masih ada sejumlah contoh lain, yang menunjukkan bahwa local wisdom di Lampung telah dimanfaatkan oleh kelompok intoleran, dalam konteks menebar bibit radikalisme.

Faktor geografis dan sosiologis tersebut, menurut Arif Sugiono, merupakan dua faktor utama yang menjadikan Lampung sebagai wilayah subur bagi kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal. Kedua faktor itu belum tertangani dengan baik.      

Dr. Arif Sugiono, M.Si. mengusulkan, perlu dibentuk Forum Umat Beragama di tingkat Provinsi Lampung. Forum tersebut juga perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat. "Melalui forum itulah dibangun apa yang disebut early warning system dalam perspektif sosial. Masyarakat dimotivasi untuk melakukan deteksi dini, ketika ada pihak-pihak tertentu yang terindikasi intoleran dan atau melakukan aktivitas yang mengarah ke intoleran," ujar Arif Sugiono lebih detail.

Dalam hal ini, inisiasinya tentu diharapkan datang dari Gubernur Provinsi Lampung selaku pimpinan tertinggi di Provinsi. "Jika lokomotifnya Gubernur, maka mekanisme early warning system tersebut bisa dibangun, sejak dari tingkat Rukun Tetangga (RT). Intinya, warga dimotivasi agar lebih peduli pada apa yang terjadi di sekitarnya, tanpa harus menggerus local wisdom yang sudah baik tersebut," kata Arif Sugiono.        

Isson Khairul dan Arif Sugiono. Foto: Dok. Isson Khairul
Isson Khairul dan Arif Sugiono. Foto: Dok. Isson Khairul

Abaikan Lembaga Pendidikan

Hasil survey Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) pada November 2017 di atas serta data yang diungkapkan Dr. Arif Sugiono, M.Si. kepada media pada Sabtu, 25 Juni 2022 lalu, menunjukkan bahwa Lampung masih zona merah intoleran dan sebaran bibit kaum radikal. "Kesadaran para stakeholder di Lampung terhadap kondisi tersebut, sudah ada. Tapi, para pihak itu belum membangun sinergi untuk menanganinya," ungkap Arif Sugiono.

Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, menyebut, akan melakukan pembinaan di pesantren, agar penyebaran tidak meluas. Mengacu kepada data di atas, Dr. Arif Sugiono, M.Si. menilai, penyebaran paham intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung, justru sudah meluas. Antara lain, melalui berbagai lembaga pendidikan di Lampung.

Arif Sugiono mencermati, penyebaran tersebut bukan hanya bisa terjadi melalui pesantren, tapi juga bisa berlangsung melalui lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan terpadu. Karena, penataan serta pengelolaan lembaga pendidikan di Lampung, relatif masih lemah. "Kurikulum di pesantren dan di lembaga pendidikan lain di Pulau Jawa, relatif sudah terkontrol dengan baik. Di Lampung belum demikian," ungkap Arif Sugiono.

Bahkan, menurut Arif Sugiono, sebagian lembaga pendidikan di Lampung, tidak dikontrol oleh pemerintah. "Baik kurikulum, content pembelajaran, maupun kriteria tenaga pengajarnya, tidak dikontrol oleh pemerintah. Kondisi tersebut bisa memungkinkan terjadinya indoktrinasi terhadap anak-anak didik," tukas Dr. Arif Sugiono, M.Si.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Lampung Puji Raharjo, mengungkapkan, pondok pesantren dari kelompok Khilafatul Muslimin tidak mengantongi izin. "Mungkin ada belasan di Lampung. Mereka tidak mengajukan izin ke kita dan nanti akan kita tinjau kurikulum, pelaksanaan pembelajarannya, apakah sesuai dengan regulasi yang ada," kata Puji Raharjo kepada awak media, pada Selasa, 14 Juni 2022.

Abainya pemerintah Lampung dalam mengelola serta menata lembaga pendidikan, tentu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Gubernur Lampung selaku pimpinan tertinggi di Provinsi Lampung, sudah seharusnya segera membenahi pengelolaan, penataan, serta pembinaan terhadap lembaga pendidikan yang ada.

Dr. Arif Sugiono, M.Si. menilai, hal tersebut menjadi bagian penting dari upaya Lampung dalam menangani kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal.

Lampung, 29 Juni 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun