Arif Sugiono menyebutkan angka serta detail persentasenya, tapi minta agar awak media tidak mem-publish-nya. Karena, belum waktunya data detail tersebut disampaikan kepada publik secara luas. Dengan kata lain, kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung adalah sebuah jejak panjang, yang harus ditangani secara serius.
Subur Bibit Radikal
Lampung adalah wilayah yang subur dengan kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal. "Secara geografis, Lampung relatif dekat dengan Jakarta sebagai pusat kekuasaan. Dengan demikian, ketika kelompok intoleran tersebut hendak melakukan mobilisasi massa untuk melakukan aksi ke Jakarta, tak perlu menempuh perjalanan jauh," lanjut Arif Sugiono.
Kemudian, secara sosiologis, Lampung adalah wilayah yang sangat multi kultural. Sebagai gambaran, Provinsi Lampung seluas 35.587 kilometer tersebut, dihuni oleh etnis Jawa (60,10%), Lampung (21,9%), Sunda (10,50%), Minangkabau (3.57%), Bali (1.73%), Tionghoa, Melayu, dan lain-lain (2.15%).
Masyarakat Lampung sangat terbuka terhadap pendatang. "Apalagi ada local wisdom (kearifan lokal) yang diyakini oleh penduduk setempat, bahwa pendatang harus dilayani dengan baik. Ini local wisdom yang baik dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki agenda-agenda tertentu," tutur Arif Sugiono.
Dengan demikian, pihak-pihak tertentu seperti Abdul Qadir Baraja tersebut, leluasa menjadikan Lampung sebagai basis utama gerakan mereka. Bahkan, mendirikan Kantor Pusat Khilafatul Muslimin di sana. Ini hanya satu contoh. Masih ada sejumlah contoh lain, yang menunjukkan bahwa local wisdom di Lampung telah dimanfaatkan oleh kelompok intoleran, dalam konteks menebar bibit radikalisme.
Faktor geografis dan sosiologis tersebut, menurut Arif Sugiono, merupakan dua faktor utama yang menjadikan Lampung sebagai wilayah subur bagi kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal. Kedua faktor itu belum tertangani dengan baik. Â Â Â
Dr. Arif Sugiono, M.Si. mengusulkan, perlu dibentuk Forum Umat Beragama di tingkat Provinsi Lampung. Forum tersebut juga perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat. "Melalui forum itulah dibangun apa yang disebut early warning system dalam perspektif sosial. Masyarakat dimotivasi untuk melakukan deteksi dini, ketika ada pihak-pihak tertentu yang terindikasi intoleran dan atau melakukan aktivitas yang mengarah ke intoleran," ujar Arif Sugiono lebih detail.
Dalam hal ini, inisiasinya tentu diharapkan datang dari Gubernur Provinsi Lampung selaku pimpinan tertinggi di Provinsi. "Jika lokomotifnya Gubernur, maka mekanisme early warning system tersebut bisa dibangun, sejak dari tingkat Rukun Tetangga (RT). Intinya, warga dimotivasi agar lebih peduli pada apa yang terjadi di sekitarnya, tanpa harus menggerus local wisdom yang sudah baik tersebut," kata Arif Sugiono. Â Â Â Â