Senin (29/07/2019). Itu memang bukan tanggal keramat. Tapi, itu batas akhir, jasa gadai swasta wajib memiliki izin usaha. Yang tak punya izin usaha, pasti tempat gadai abal-abal. Jangan sampai terjebak, cek dulu izin usahanya, ya.
OJK Payungi Jasa GadaiÂ
Aktivitas jasa gadai, diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Barang dan atau surat berharga digadaikan, uang cash diterima nasabah.Â
Mekanismenya, tergantung pada kesepakatan nasabah dan penyedia jasa gadai. Dalam konteks ekonomi, ini usaha yang positif. Usaha ini bisa mendukung tujuan pemerintah, untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan.
Target literasi dan inklusi keuangan adalah 75 persen sampai akhir tahun 2019. Saat ini sudah berapa persen? Pihak OJK masih enggan memberikan penjelasan terperinci.Â
Meski demikian, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, optimistis target inklusi keuangan 75 persen pada tahun 2019, dapat dilampaui.
Usaha jasa gadai turut berperan untuk mencapai target tersebut. Karena, warga yang belum tersentuh oleh jasa perbankan, bisa belajar melek tentang keuangan, dari jasa gadai. Misalnya, warga yang tidak punya rekening bank, kan bisa memanfaatkan jasa gadai, untuk urusan keuangan.
Itu artinya mereka sudah mulai melek dengan keuangan. Makin banyak warga yang melek tentang keuangan, makin meningkat pula indeks inklusi keuangan di negara kita.Â
Karena itulah OJK memayungi jasa gadai, agar usaha tersebut memiliki legalitas. Pada 29 Juli 2016, OJK menerbitkan Peraturan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian.
Berdasarkan peraturan itu, OJK memberi kesempatan kepada para pelaku jasa gadai untuk mendaftarkan usaha mereka. Waktu pendaftaran dibatasi hingga 29 Juli 2018.Â
Selanjutnya, OJK memberi kesempatan kepada pelaku jasa gadai yang belum memiliki izin, untuk mengurus perizinannya. Batas waktu wajib memiliki izin usaha adalah hingga Senin (29/07/2019).
Gadai Tak Pernah Rugi
Bisnis jasa gadai swasta, tumbuh cepat. Kita bisa dengan mudah menemukannya di banyak tempat. Karena, menurut Deputi Komisioner Pengawasan IKNB 2 OJK Mochamad Ihsanuddin, penyedia jasa gadai tak pernah rugi.Â
Kenapa? "Yang digadaikan nilainya selalu lebih tinggi daripada uang yang didapat nasabah," ujar Mochamad Ihsanuddin di kantor OJK, Jakarta Pusat, pada Jumat (26/05/2018).
Meski demikian, jasa gadai tidak bisa semena-mena menentukan nilai suatu barang dan atau surat berharga yang digadaikan.Â
Untuk melindungi jasa gadai sekaligus melindungi konsumen, OJK mewajibkan pelaku usaha gadai untuk memiliki penaksir gadai yang telah bersertifikasi di masing-masing unit pelayanan.
Kita tahu, penaksir gadai adalah profesi yang bersertifikasi, yang sertifikatnya diterbitkan oleh OJK. Dari survei yang dilakukan OJK tahun 2016, ada sekitar 75.000 usaha penyedia jasa gadai di seluruh Indonesia.Â
Jumlah tersebut diprediksi terus bertambah dari tahun ke tahun. Ini tentu membutuhkan banyak penaksir gadai yang telah bersertifikasi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, OJK memberikan pelatihan sertifikasi kepada calon juru taksir. Secara jumlah, ketersediaan juru taksir bersertifikat tersebut, belum cukup untuk memenuhi kebutuhan. Karena itu, OJK membolehkan juru taksir bekerja di beberapa usaha gadai swasta.
Sampai di sini, ada beberapa hal yang harus kita cermati, bila berurusan dengan penyedia jasa gadai.
Pertama, pastikan bahwa tempat gadai tersebut sudah memiliki izin dari OJK.Â
Kedua, pastikan pula, apakah barang dan atau surat berharga yang digadaikan, ditaksir oleh juru taksir yang sudah bersertifikat OJK. Ini penting untuk memastikan legalitas proses gadai tersebut.
Penyedia jasa gadai yang sudah memiliki izin, otomatis hal itu mencerminkan ketersediaan modalnya. Maksudnya, izin sekaligus menunjukkan kemampuannya menyediakan uang cash yang dibutuhkan nasabah.Â
Dalam konteks izin, badan hukum jasa gadai bisa berbentuk Perseroan Terbatas (PT), bisa pula berbentuk Koperasi. Ini tergantung pada sang pengusaha.
Izin dan ModalÂ
Secara modal, OJK punya kriteria. Jasa gadai yang lingkup usahanya meliputi Kabupaten atau Kotamadya, harus memiliki modal Rp 500 juta.Â
Untuk jasa gadai yang lingkupnya Provinsi, modalnya harus sebanyak Rp 2,5 miliar. Seluruh modal usaha tersebut, harus disetor secara tunai atas nama perusahaan gadai yang bersangkutan, melalui bank umum atau bank syariah di Indonesia.
Ketersediaan modal tersebut, juga bisa menjadi acuan warga yang hendak berurusan dengan jasa gadai. Apa yang hendak digadaikan dan berapa jumlah dana cash yang dibutuhkan, tentu turut menentukan, kualifikasi jasa gadai yang mana yang akan didatangi. Untuk menentukan pilihan, sebaiknya lakukan penjajakan ke lebih dari satu penyedia jasa gadai.
Menurut saya, pada Senin (29/07/2019) atau setelahnya, OJK harusnya mengumumkan kepada publik, jasa gadai mana saja yang sudah memenuhi legalitas yang ditetapkan OJK.Â
Ini penting untuk melindungi proses gadai yang dilakukan warga. Jangan sampai, karena ketidaktahuan, warga terjebak berurusan dengan penyedia jasa gadai abal-abal.
Selain itu, OJK mesti menertibkan penyedia jasa gadai yang tidak memiliki legalitas. Pada Selasa (07/05/2019), Supriyono, Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Khusus OJK, melansir hasil pendataan ulang tentang jasa gadai. Pada awalnya, survey OJK tahun 2016, mencatat ada sekitar 75.000 usaha penyedia jasa gadai di seluruh Indonesia.
Jumlah tersebut menyusut drastis. Pada Selasa itu, Supriyono menjelaskan, ada 585 jasa gadai yang aktif beroperasi. Dari jumlah itu, baru 24 jasa gadai yang sudah memiliki izin.
Dan, 72 jasa gadai sudah mendaftarkan diri tapi belum memiliki izin. Artinya, memang masih sangat sedikit penyedia jasa gadai yang sudah berizin. Ini hendaknya menjadi peringatan penting bagi warga yang akan berurusan dengan penyedia jasa gadai.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 29 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H