Tapi, ketika saya pertama kali meliput SMA Pangudi Luhur di Jl. Brawijaya IV, Jakarta Selatan, Bruder Honoratus sudah tidak di sana. Itu sekitar tahun 1980-an. Seingat saya, yang menjadi kepala sekolah saat itu adalah Bruder Michael Pudyartono FIC. Jadi, secara fisik, sebetulnya saya belum pernah bertatap-muka dengan Bruder Honoratus. Meski demikian, saya sangat terkesan dengan sikap serta prinsipnya dalam mendidik. Dari teman saya yang alumni SMA Pangudi Luhur itu, saya tahu, Bruder Honoratus akrab dengan para murid.
Menurut saya, obrolan Bruder Honoratus dengan teman saya itu, baik tentang gadis yang ia taksir, maupun tentang lukisan, sesungguhnya adalah sebuah pendidikan yang penting untuk perkembangan jiwa. Terutama, untuk ia yang pada masa itu masih remaja, masih SMA. Selain itu, Bruder Honoratus telah memandunya, membimbingnya mengasah kreativitas melalui aktivitas melukis. Meskipun baru sebatas melukis dengan pensil. Sampai di sini kita paham, bahwa mendidik memang butuh pendekatan. Dan, pilihan pendekatan dengan remaja, dengan anak-anak muda, butuh kreativitas. Bruder Honoratus sudah melakukannya, sudah mencontohkannya kepada kita.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com       Â
Jakarta, 05 September 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H