Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mudik Wonogiri-Jakarta Via Purwosari-Lempuyangan (2 of 2)

10 Juli 2017   07:25 Diperbarui: 14 Juli 2017   00:11 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prambanan Ekspres, yang disingkat Prameks, memberikan manfaat lebih kepada warga kala musim mudik. Kereta lokal ini memudahkan warga seputaran Solo-Jogja untuk mengakses Bandara Adi Sucipto, Jogja, karena ada Stasiun Maguwo yang lokasinya berhadapan dengan bandara tersebut. Dengan demikian, Prameks juga telah turut berperan penting melancarkan arus mudik. Foto: isson khairul

Tentu bukan hanya mereka yang hendak mudik dengan flight yang dimudahkan oleh keberadaan Prameks. Tapi, juga warga seputaran Solo-Jogja. Sekali lagi, mudik bukan hanya tentang jarak secara kilometer. Tapi, ikatan batin seseorang dengan keluarga, dengan kampung halaman. Kita tahu, ada banyak warga sepanjang Stasiun Solo Balapan hingga Stasiun Kutoarjo, yang karena tuntutan pekerjaan, memilih meninggalkan kampung halaman. Maka, mudik Lebaran adalah momentum untuk bersatu kembali dengan kaum kerabat, mempererat kembali ikatan silaturahmi.

Pemudik datang dan pergi di Stasiun Lempuyangan. Stasiun di Kota Jogja ini seakan tidak mengenal kata istirahat. Ruang tunggu penuh dengan penumpang, peron juga penuh oleh pemudik yang hendak berangkat. Meski semua tergesa-gesa tapi pengaturan oleh para petugas di lapangan, membuat arus pemudik berlangsung tertib. Foto: isson khairul
Pemudik datang dan pergi di Stasiun Lempuyangan. Stasiun di Kota Jogja ini seakan tidak mengenal kata istirahat. Ruang tunggu penuh dengan penumpang, peron juga penuh oleh pemudik yang hendak berangkat. Meski semua tergesa-gesa tapi pengaturan oleh para petugas di lapangan, membuat arus pemudik berlangsung tertib. Foto: isson khairul
Di Lempuyangan, Pemudik Datang dan Pergi

Jogja sudah lama dikenal sebagai Kota Pendidikan, tempat studi ribuan mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jogja tahun lalu memperkirakan ada sekitar 300.000 mahasiswa berbagai jenjang yang studi di Jogja. Stasiun Lempuyangan adalah salah satu pintu keluar-masuk Jogja, selain Stasiun Jogjakarta, Bandara Adi Sucipto, dan Terminal Giwangan. Kesibukan pemudik datang dan pergi, langsung terasa, begitu Prameks yang saya tumpangi memasuki Stasiun Lempuyangan.

Matahari terus meninggi. Puluhan kursi di pelataran stasiun sudah penuh diduduki. Baik yang berada dalam stasiun, maupun yang berjajar di bagian luar stasiun. Pada Jumat (23/06/2017) siang itu, dekat parkiran motor stasiun, ada panggung kecil untuk menghibur para pemudik yang sedang menunggu kereta. Beberapa penumpang malah sempat menyumbangkan suara, sekadar untuk melepas lelah. Bahkan, ada quiz berhadiah, yang pertanyaannya seputar mudik.

Yang juga khas Stasiun Lempuyangan, ada siaran langsung dari Radio Republik Indonesia (RRI) yang dihubungkan dengan speaker, hingga bisa didengar oleh seluruh warga yang berada di area stasiun. Program yang di-speaker-kan itu adalah dialog penyiar dengan pejabat terkait seputar mudik. Dengan demikian, berbagai pesan mudik, langsung menggema di sana. Agaknya, ini menjadi salah satu instrumen yang turut menertibkan para pemudik.

Ini sepeda motor kiriman para pemudik dari Jabodetabek yang memenuhi pelataran Stasiun Lempuyangan pada Jumat (23/06/2017) siang. Kita tentu patut memberikan apresiasi kepada para pemudik yang dengan kesadaran sendiri telah memilih untuk tidak mudik dengan sepeda motor. Partisipasi warga ini dengan sendirinya telah turut menekan angka kecelakaan pemudik sepeda motor. Foto: isson khairul
Ini sepeda motor kiriman para pemudik dari Jabodetabek yang memenuhi pelataran Stasiun Lempuyangan pada Jumat (23/06/2017) siang. Kita tentu patut memberikan apresiasi kepada para pemudik yang dengan kesadaran sendiri telah memilih untuk tidak mudik dengan sepeda motor. Partisipasi warga ini dengan sendirinya telah turut menekan angka kecelakaan pemudik sepeda motor. Foto: isson khairul
Secara keseluruhan, apa yang saya cermati tentang arus mudik, baik yang mengikuti mudik gratis dengan bus atas prakarsa Kemenhub dari Jakarta ke Wonogiri, maupun yang saya saksikan di Stasiun Purwosari dan Stasiun Lempuyangan, terasa sekali bahwa hasrat warga untuk mudik sangat menggebu-gebu. Ransel di punggung, tas di tangan kiri dan kanan, terasa ringan karena kuatnya hasrat untuk mudik. Sebagaimana cuitan saya di Twitter pada Kamis (22/06/2017), suka cita mudik itu di hati dan rasa, meski secara fisik lelah, tapi ada bahagia yang tidak ternilai.

Dari Stasiun Lempuyangan, pada Jumat (23/06/2017) senja, saya kembali ke Jakarta dengan kereta. 

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com  

Jakarta, 10 Juli 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun