Ini lanjutan dari Mudik Gratis Bersama Kemenhub. Setiba pukul 04.00 subuh di Terminal Wonogiri, saya menunggu bus tujuan Stasiun Kereta Purwosari. Angin dingin bertiup agak kencang. Daun-daun kering beterbangan di jalanan. Inilah bagian dari kerinduan akan kampung halaman.
Bus besar yang membawa saya dari Terminal Wonogiri, bergerak perlahan. Ada sekitar 20 penumpang lain di dalamnya. Lengang dan lapang. Maklum, masih pagi buta. Kondektur mengutip Rp 20.000 untuk rute Wonogiri-Solo. Saya protes. "Hari biasa Rp 10.000, mosok Lebaran juga Rp 10.000," ujar sang kondektur dengan logat Jawa yang kental. Plus, senyuman, tentunya. Ia kemudian mengembalikan Rp 5.000,- lagi dari uang Rp 50.000 yang tadi saya serahkan. Maka, jadilah saya membayar Rp 15.000 untuk rute Wonogiri-Solo. Hmmm, sambutan pagi yang menyenangkan.
Motor Pemudik di Stasiun Purwosari
Saya peserta mudik gratis Kemenhub Jakarta-Wonogiri dengan bus, yang berangkat hari Kamis (22/06/2017), dari Pantai Karnaval Ancol, Jakarta Utara. Tiba di Wonogiri pada Jumat (23/06/2017) pukul 04.00 subuh. Saya langsung balik ke Jakarta, karena ingin shalat Ied di ibu kota. Matahari sudah beranjak naik, tatkala saya menginjakkan kaki di pelataran Stasiun Purwosari. Stasiun di Jalan Slamet Riyadi, Purwosari, Kecamatan Laweyan, itu masih sepi. Tapi, di salah satu sisi area parkiran, ada ratusan sepeda motor berjajar teratur. Ada tenda lebar yang melindungi.
Sepeda motor siapakah? Wow, ternyata semua itu adalah sepeda motor para pemudik yang diangkut dengan kereta api. Kita tahu, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) tahun 2017 ini menambah jumlah angkutan gratis untuk sepeda motor selama Lebaran 2017. Dari 12 ribu sepeda motor pada Lebaran 2016, ditambah menjadi 15 ribu pada Lebaran tahun ini. Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT KAI, Edi Sukmoro, saat mengecek kesiapan angkutan Lebaran di Stasiun Semarang Tawang, Jawa Tengah, pada Senin (22/05/2017).
Dua petugas yang saya wawancarai di Stasiun Purwosari pada Jumat (23/06/2017) pagi itu, mengaku senang melayani para pemudik. Mereka paham, mudik dengan sepeda motor Jakarta-Solo yang mencapai sekitar 570 kilometer, tentulah melelahkan serta membahayakan. Bukan hanya bahaya untuk si pengendara, tapi juga bahaya bagi anggota keluarga yang dibawa-serta. Beberapa pemudik yang saya wawancarai saat mereka mengambil sepeda motor, mengaku senang dengan penambahan kuota angkutan gratis untuk sepeda motor selama Lebaran 2017 ini.
Peran Prameks untuk Mudik
Mudik bukan hanya tentang jarak secara kilometer. Tapi, ikatan batin seseorang dengan keluarga, dengan kampung halaman. Itulah yang saya rasakan ketika berbincang dengan beberapa penumpang kereta Prambanan Ekspres, yang disingkat Prameks. Kita tahu, Prameks dikenal sebagai kereta lokal yang menghubungkan Stasiun Solo Balapan di Solo dengan Stasiun Kutoarjo di Kabupaten Purworejo, sekitar 123 kilometer, yang sama-sama berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Saya naik dari Stasiun Purwosari di Solo menuju Stasiun Lempuyangan di Jogjakarta, dengan tarif Rp 8.000,-
Saya bercerita padanya, mungkin Lebaran 2018 atau Lebaran 2019, ia akan lebih praktis mudik dengan flight melalui Bandara Adi Soemarmo. Oh, ya? Tentu saja iya, karena Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, sedang membangun jaringan rel kereta ke Bandara Adi Soemarmo, sejak Sabtu (08/04/2017). Rel kereta bandara sepanjang 13,5 kilometer itu, akan menghubungkan Stasiun Solo Balapan di Solo hingga Bandara Adi Soemarmo. Waktu tempuhnya hanya sekitar 15 menit. Lebih praktis, kan? Ia tersenyum dan saya bisa merasakan hatinya sudah lebih dulu terbang ke Denpasar.
Tentu bukan hanya mereka yang hendak mudik dengan flight yang dimudahkan oleh keberadaan Prameks. Tapi, juga warga seputaran Solo-Jogja. Sekali lagi, mudik bukan hanya tentang jarak secara kilometer. Tapi, ikatan batin seseorang dengan keluarga, dengan kampung halaman. Kita tahu, ada banyak warga sepanjang Stasiun Solo Balapan hingga Stasiun Kutoarjo, yang karena tuntutan pekerjaan, memilih meninggalkan kampung halaman. Maka, mudik Lebaran adalah momentum untuk bersatu kembali dengan kaum kerabat, mempererat kembali ikatan silaturahmi.
Jogja sudah lama dikenal sebagai Kota Pendidikan, tempat studi ribuan mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jogja tahun lalu memperkirakan ada sekitar 300.000 mahasiswa berbagai jenjang yang studi di Jogja. Stasiun Lempuyangan adalah salah satu pintu keluar-masuk Jogja, selain Stasiun Jogjakarta, Bandara Adi Sucipto, dan Terminal Giwangan. Kesibukan pemudik datang dan pergi, langsung terasa, begitu Prameks yang saya tumpangi memasuki Stasiun Lempuyangan.
Matahari terus meninggi. Puluhan kursi di pelataran stasiun sudah penuh diduduki. Baik yang berada dalam stasiun, maupun yang berjajar di bagian luar stasiun. Pada Jumat (23/06/2017) siang itu, dekat parkiran motor stasiun, ada panggung kecil untuk menghibur para pemudik yang sedang menunggu kereta. Beberapa penumpang malah sempat menyumbangkan suara, sekadar untuk melepas lelah. Bahkan, ada quiz berhadiah, yang pertanyaannya seputar mudik.
Yang juga khas Stasiun Lempuyangan, ada siaran langsung dari Radio Republik Indonesia (RRI) yang dihubungkan dengan speaker, hingga bisa didengar oleh seluruh warga yang berada di area stasiun. Program yang di-speaker-kan itu adalah dialog penyiar dengan pejabat terkait seputar mudik. Dengan demikian, berbagai pesan mudik, langsung menggema di sana. Agaknya, ini menjadi salah satu instrumen yang turut menertibkan para pemudik.
Dari Stasiun Lempuyangan, pada Jumat (23/06/2017) senja, saya kembali ke Jakarta dengan kereta.Â
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com Â
Jakarta, 10 Juli 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H