Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mudik Wonogiri-Jakarta Via Purwosari-Lempuyangan (2 of 2)

10 Juli 2017   07:25 Diperbarui: 14 Juli 2017   00:11 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun 2017 ini gencar mengajak warga agar tidak mudik dengan sepeda motor. Kemenhub menyediakan angkutan sepeda motor dan warga secara gratis ke berbagai kota tujuan mudik. Ini deretan sepeda motor di Stasiun Purwosari, Solo, Jawa Tengah, pada Jumat (23/06/2017) pagi. Rerata per hari datang 150 motor dari Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Foto: isson khairul

Ini lanjutan dari Mudik Gratis Bersama Kemenhub. Setiba pukul 04.00 subuh di Terminal Wonogiri, saya menunggu bus tujuan Stasiun Kereta Purwosari. Angin dingin bertiup agak kencang. Daun-daun kering beterbangan di jalanan. Inilah bagian dari kerinduan akan kampung halaman.

Bus besar yang membawa saya dari Terminal Wonogiri, bergerak perlahan. Ada sekitar 20 penumpang lain di dalamnya. Lengang dan lapang. Maklum, masih pagi buta. Kondektur mengutip Rp 20.000 untuk rute Wonogiri-Solo. Saya protes. "Hari biasa Rp 10.000, mosok Lebaran juga Rp 10.000," ujar sang kondektur dengan logat Jawa yang kental. Plus, senyuman, tentunya. Ia kemudian mengembalikan Rp 5.000,- lagi dari uang Rp 50.000 yang tadi saya serahkan. Maka, jadilah saya membayar Rp 15.000 untuk rute Wonogiri-Solo. Hmmm, sambutan pagi yang menyenangkan.

Motor Pemudik di Stasiun Purwosari

Saya peserta mudik gratis Kemenhub Jakarta-Wonogiri dengan bus, yang berangkat hari Kamis (22/06/2017), dari Pantai Karnaval Ancol, Jakarta Utara. Tiba di Wonogiri pada Jumat (23/06/2017) pukul 04.00 subuh. Saya langsung balik ke Jakarta, karena ingin shalat Ied di ibu kota. Matahari sudah beranjak naik, tatkala saya menginjakkan kaki di pelataran Stasiun Purwosari. Stasiun di Jalan Slamet Riyadi, Purwosari, Kecamatan Laweyan, itu masih sepi. Tapi, di salah satu sisi area parkiran, ada ratusan sepeda motor berjajar teratur. Ada tenda lebar yang melindungi.

Sepeda motor siapakah? Wow, ternyata semua itu adalah sepeda motor para pemudik yang diangkut dengan kereta api. Kita tahu, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) tahun 2017 ini menambah jumlah angkutan gratis untuk sepeda motor selama Lebaran 2017. Dari 12 ribu sepeda motor pada Lebaran 2016, ditambah menjadi 15 ribu pada Lebaran tahun ini. Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT KAI, Edi Sukmoro, saat mengecek kesiapan angkutan Lebaran di Stasiun Semarang Tawang, Jawa Tengah, pada Senin (22/05/2017).

Isson Khairul berkaus Kompasiana bersama dua petugas yang mengelola sepeda motor para pemudik di Stasiun Purwosari. Mereka bekerja dua shift per hari, dua orang per shift, agar pemudik leluasa menentukan waktu untuk mengambil sepeda motor mereka. Ini bagian dari upaya Kementerian Perhubungan untuk menjadikan mudik aman dan asyik. Foto: isson khairul
Isson Khairul berkaus Kompasiana bersama dua petugas yang mengelola sepeda motor para pemudik di Stasiun Purwosari. Mereka bekerja dua shift per hari, dua orang per shift, agar pemudik leluasa menentukan waktu untuk mengambil sepeda motor mereka. Ini bagian dari upaya Kementerian Perhubungan untuk menjadikan mudik aman dan asyik. Foto: isson khairul
Pada Jumat (23/06/2017) pagi itu, saya menyaksikan sendiri, betapa antusiasnya pemudik mengirimkan sepeda motor mereka dengan kereta api. Menurut petugas yang saya wawancarai di Stasiun Purwosari, rerata per hari datang 150 sepeda motor dari Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) ke Purwosari. Ini tentulah berkat kerja cerdas Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, beserta jajaran PT. Kereta Api Indonesia (KAI), yang berada dalam lingkup Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Dua petugas yang saya wawancarai di Stasiun Purwosari pada Jumat (23/06/2017) pagi itu, mengaku senang melayani para pemudik. Mereka paham, mudik dengan sepeda motor Jakarta-Solo yang mencapai sekitar 570 kilometer, tentulah melelahkan serta membahayakan. Bukan hanya bahaya untuk si pengendara, tapi juga bahaya bagi anggota keluarga yang dibawa-serta. Beberapa pemudik yang saya wawancarai saat mereka mengambil sepeda motor, mengaku senang dengan penambahan kuota angkutan gratis untuk sepeda motor selama Lebaran 2017 ini.

Peran Prameks untuk Mudik

Mudik bukan hanya tentang jarak secara kilometer. Tapi, ikatan batin seseorang dengan keluarga, dengan kampung halaman. Itulah yang saya rasakan ketika berbincang dengan beberapa penumpang kereta Prambanan Ekspres, yang disingkat Prameks. Kita tahu, Prameks dikenal sebagai kereta lokal yang menghubungkan Stasiun Solo Balapan di Solo dengan Stasiun Kutoarjo di Kabupaten Purworejo, sekitar 123 kilometer, yang sama-sama berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Saya naik dari Stasiun Purwosari di Solo menuju Stasiun Lempuyangan di Jogjakarta, dengan tarif Rp 8.000,-

Prambanan Ekspres, yang disingkat Prameks, memberikan manfaat lebih kepada warga kala musim mudik. Kereta lokal ini memudahkan warga seputaran Solo-Jogja untuk mengakses Bandara Adi Sucipto, Jogja, karena ada Stasiun Maguwo yang lokasinya berhadapan dengan bandara tersebut. Dengan demikian, Prameks juga telah turut berperan penting melancarkan arus mudik. Foto: isson khairul
Prambanan Ekspres, yang disingkat Prameks, memberikan manfaat lebih kepada warga kala musim mudik. Kereta lokal ini memudahkan warga seputaran Solo-Jogja untuk mengakses Bandara Adi Sucipto, Jogja, karena ada Stasiun Maguwo yang lokasinya berhadapan dengan bandara tersebut. Dengan demikian, Prameks juga telah turut berperan penting melancarkan arus mudik. Foto: isson khairul
Tiket yang saya miliki adalah tiket tanpa tempat duduk, tapi ternyata dalam kereta masih ada sejumlah seat yang kosong. Maka, saya pun duduk. Kalaupun berdiri tak apa-apa, toh jarak Purwosari-Lempuyangan hanya sekitar 40 kilometer, 1 jam perjalanan kereta. Di sebelah saya, duduk penumpang tujuan Stasiun Maguwo, yang berhadapan dengan Bandara Adi Sucipto, Jogja. Selanjutnya, ia akan meneruskan perjalanan mudik dengan flight ke Denpasar, Bali. Ia yang bekerja di Solo merasa lebih praktis terbang dari Bandara Adi Sucipto, dari pada dari Bandara Adi Soemarmo, yang terletak di Kabupaten Boyolali, yang secara kilometer lebih dekat dengan Solo.

Saya bercerita padanya, mungkin Lebaran 2018 atau Lebaran 2019, ia akan lebih praktis mudik dengan flight melalui Bandara Adi Soemarmo. Oh, ya? Tentu saja iya, karena Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, sedang membangun jaringan rel kereta ke Bandara Adi Soemarmo, sejak Sabtu (08/04/2017). Rel kereta bandara sepanjang 13,5 kilometer itu, akan menghubungkan Stasiun Solo Balapan di Solo hingga Bandara Adi Soemarmo. Waktu tempuhnya hanya sekitar 15 menit. Lebih praktis, kan? Ia tersenyum dan saya bisa merasakan hatinya sudah lebih dulu terbang ke Denpasar.

Tentu bukan hanya mereka yang hendak mudik dengan flight yang dimudahkan oleh keberadaan Prameks. Tapi, juga warga seputaran Solo-Jogja. Sekali lagi, mudik bukan hanya tentang jarak secara kilometer. Tapi, ikatan batin seseorang dengan keluarga, dengan kampung halaman. Kita tahu, ada banyak warga sepanjang Stasiun Solo Balapan hingga Stasiun Kutoarjo, yang karena tuntutan pekerjaan, memilih meninggalkan kampung halaman. Maka, mudik Lebaran adalah momentum untuk bersatu kembali dengan kaum kerabat, mempererat kembali ikatan silaturahmi.

Pemudik datang dan pergi di Stasiun Lempuyangan. Stasiun di Kota Jogja ini seakan tidak mengenal kata istirahat. Ruang tunggu penuh dengan penumpang, peron juga penuh oleh pemudik yang hendak berangkat. Meski semua tergesa-gesa tapi pengaturan oleh para petugas di lapangan, membuat arus pemudik berlangsung tertib. Foto: isson khairul
Pemudik datang dan pergi di Stasiun Lempuyangan. Stasiun di Kota Jogja ini seakan tidak mengenal kata istirahat. Ruang tunggu penuh dengan penumpang, peron juga penuh oleh pemudik yang hendak berangkat. Meski semua tergesa-gesa tapi pengaturan oleh para petugas di lapangan, membuat arus pemudik berlangsung tertib. Foto: isson khairul
Di Lempuyangan, Pemudik Datang dan Pergi

Jogja sudah lama dikenal sebagai Kota Pendidikan, tempat studi ribuan mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jogja tahun lalu memperkirakan ada sekitar 300.000 mahasiswa berbagai jenjang yang studi di Jogja. Stasiun Lempuyangan adalah salah satu pintu keluar-masuk Jogja, selain Stasiun Jogjakarta, Bandara Adi Sucipto, dan Terminal Giwangan. Kesibukan pemudik datang dan pergi, langsung terasa, begitu Prameks yang saya tumpangi memasuki Stasiun Lempuyangan.

Matahari terus meninggi. Puluhan kursi di pelataran stasiun sudah penuh diduduki. Baik yang berada dalam stasiun, maupun yang berjajar di bagian luar stasiun. Pada Jumat (23/06/2017) siang itu, dekat parkiran motor stasiun, ada panggung kecil untuk menghibur para pemudik yang sedang menunggu kereta. Beberapa penumpang malah sempat menyumbangkan suara, sekadar untuk melepas lelah. Bahkan, ada quiz berhadiah, yang pertanyaannya seputar mudik.

Yang juga khas Stasiun Lempuyangan, ada siaran langsung dari Radio Republik Indonesia (RRI) yang dihubungkan dengan speaker, hingga bisa didengar oleh seluruh warga yang berada di area stasiun. Program yang di-speaker-kan itu adalah dialog penyiar dengan pejabat terkait seputar mudik. Dengan demikian, berbagai pesan mudik, langsung menggema di sana. Agaknya, ini menjadi salah satu instrumen yang turut menertibkan para pemudik.

Ini sepeda motor kiriman para pemudik dari Jabodetabek yang memenuhi pelataran Stasiun Lempuyangan pada Jumat (23/06/2017) siang. Kita tentu patut memberikan apresiasi kepada para pemudik yang dengan kesadaran sendiri telah memilih untuk tidak mudik dengan sepeda motor. Partisipasi warga ini dengan sendirinya telah turut menekan angka kecelakaan pemudik sepeda motor. Foto: isson khairul
Ini sepeda motor kiriman para pemudik dari Jabodetabek yang memenuhi pelataran Stasiun Lempuyangan pada Jumat (23/06/2017) siang. Kita tentu patut memberikan apresiasi kepada para pemudik yang dengan kesadaran sendiri telah memilih untuk tidak mudik dengan sepeda motor. Partisipasi warga ini dengan sendirinya telah turut menekan angka kecelakaan pemudik sepeda motor. Foto: isson khairul
Secara keseluruhan, apa yang saya cermati tentang arus mudik, baik yang mengikuti mudik gratis dengan bus atas prakarsa Kemenhub dari Jakarta ke Wonogiri, maupun yang saya saksikan di Stasiun Purwosari dan Stasiun Lempuyangan, terasa sekali bahwa hasrat warga untuk mudik sangat menggebu-gebu. Ransel di punggung, tas di tangan kiri dan kanan, terasa ringan karena kuatnya hasrat untuk mudik. Sebagaimana cuitan saya di Twitter pada Kamis (22/06/2017), suka cita mudik itu di hati dan rasa, meski secara fisik lelah, tapi ada bahagia yang tidak ternilai.

Dari Stasiun Lempuyangan, pada Jumat (23/06/2017) senja, saya kembali ke Jakarta dengan kereta. 

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com  

Jakarta, 10 Juli 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun