Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Cara Inspiratif Pemkot Jogja Stabilkan Harga Selama Ramadan

28 Mei 2017   04:13 Diperbarui: 29 Mei 2017   16:25 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sejumlah kebijakan yang dilakukan Kios Segoro Amarto di atas, saya melihat, Pemkot Jogja sungguh-sungguh merawat mekanisme pasar. Keberadaan kios tersebut tidak merusak alur perdagangan, juga tidak mematikan pedagang. Warga sebagai konsumen senantiasa dilindungi, mendapatkan barang dengan harga yang wajar.

Kita tahu, mengedukasi pedagang dan konsumen, bukanlah hal yang mudah. Tapi, Pemkot Jogja telah membuktikan kepada kita bahwa mereka mampu mengeksekusi hal tersebut secara kreatif. Dalam konteks perdagangan, cara ini sekaligus mempersempit ruang bagi munculnya para spekulan. Karena, para spekulanlah sesungguhnya yang menjadi biang kerok terjadinya gejolak harga.

Kios Segoro Amarto didirikan Tim Pengedali Inflasi Daerah (TPID) Kota Yogyakarta. Anggotanya terdiri dari Pemerintah Kota Yogyakarta, Bank Indonesia, Perum Bulog Divre DIY, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY. Kolaborasi sejumlah pihak ini melindungi konsumen, sekaligus melindungi pedagang. Foto: jognews.com
Kios Segoro Amarto didirikan Tim Pengedali Inflasi Daerah (TPID) Kota Yogyakarta. Anggotanya terdiri dari Pemerintah Kota Yogyakarta, Bank Indonesia, Perum Bulog Divre DIY, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY. Kolaborasi sejumlah pihak ini melindungi konsumen, sekaligus melindungi pedagang. Foto: jognews.com
Karena itu, gerakan Kios Segoro Amarto ini, menurut Gatot Saptadi, Kepala Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, akan terus berlanjut. Artinya, secara bertahap, kios tersebut akan didirikan di sejumlah pasar tradisional di Jogja. Bila keberadaan kios ini sudah merata, maka dengan sendirinya gejolak harga kebutuhan pokok di Jogja bisa dideteksi serta dikendalikan sejak awal.

Berbeda dengan Operasi Pasar

Di banyak tempat, langkah yang ditempuh untuk menstabilkan harga adalah operasi pasar. Ini juga kerap dilakukan di Jogja, terutama pada Ramadhan, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Untuk jangka panjang, Pemkot Jogja memilih model kios ini dibandingkan dengan operasi pasar. Kenapa? M. Sugit Tedjo Mulyono, Kepala Perum Bulog Divre DIY, memberikan simulasi agar kita mudah memahami perbedaan model kios dengan operasi pasar.

Kalau harga suatu barang di Kios Segoro Amarto Rp 8.500,- maka para pedagang di pasar paling berani menjual Rp 9.000,- Jika pedagang menjual lebih dari itu, secara bertahap, mereka akan menurunkan harga jualnya. Selisihnya hanya di kisaran 500-1.000 rupiah. Pada operasi pasar, selisihnya bisa lebih besar. Misalnya, harga di dalam pasar Rp 9.000,- maka harga operasi pasar bisa Rp 7.500,- Konsumen memang mendapatkan harga yang murah, tapi mekanisme pasar jadi rusak.

Bulog DIY dalam berbagai kesempatan melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga. Diperkirakan, setelah keberadaan Kios Segoro Amarto merata di sejumlah pasar, frekuensi operasi pasar akan menurun. Model kios yang dieksekusi Pemkot Jogja ini merupakan yang pertama di Indonesia. Foto: bulogdiy.blogspot.co.id
Bulog DIY dalam berbagai kesempatan melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga. Diperkirakan, setelah keberadaan Kios Segoro Amarto merata di sejumlah pasar, frekuensi operasi pasar akan menurun. Model kios yang dieksekusi Pemkot Jogja ini merupakan yang pertama di Indonesia. Foto: bulogdiy.blogspot.co.id
Padahal, Pemkot Jogja ingin melindungi konsumen, sekaligus melindungi pedagang. Nah, dengan beroperasi tiga kali sepekan, Kios Segoro Amarto mampu mendeteksi  potensi terjadinya gejolak harga sejak dini. Keberadaan kios di pasar, memungkinkan kios berfungsi sebagai instrumen awal untuk mendeteksi harga. Oh, ya, yang lebih penting lagi, indikator keberhasilan Kios Segoro Amarto bukan dari berapa banyak bahan pangan yang terjual. Tapi, kios ini dianggap berhasil jika menjadi rujukan harga di pasar. Pedagang untung, konsumen membeli dengan harga yang wajar.

isson khairul –dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 28 Mei 2017

Tulisan saya yang lain tentang Jogja

1. Tertawa a la Jogja Versi Komunitas Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun