Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Rupiah Melemah, Ekspor Produk Olahan Ikan, dan Berkah Nelayan Menjaga Laut

27 Agustus 2015   05:52 Diperbarui: 27 Agustus 2015   06:36 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Industri pengolahan ikan yang berorientasi ekspor, termasuk salah satu industri yang tumbuh di saat pelemahan nilai tukar rupiah. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan insentif pajak untuk pendirian pabrik pengolahan ikan. Investasi asing terkait pengolahan ikan dibuka lebar, dengan kepemilikan saham lebih dari 50 persen. Ini bagian dari upaya peningkatan industrialisasi dan hilirisasi sumber daya laut Indonesia. Foto: litbang.kkp.go.id dan print.kompas.com

Di kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah Rp 13.998 per dollar AS. Di pasar spot, pada Senin (24/8/2015) pukul 19.05 WIB, nilai rupiah menembus level 14.050 per dollar AS[1]. Di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Selasa (25/8/2015), Presiden Joko Widodo mengingatkan, agar masyarakat Indonesia tidak pesimistis[2].

Kenapa? Karena, kata Joko Widodo, pemerintah masih memiliki anggaran yang cukup untuk membangkitkan perekonomian dalam negeri. Rinciannya, APBN masih Rp 460 triliun, APBD Rp 273 triliun, dan BUMN masih punya Rp 130 triliun. Meski demikian, kalangan dunia usaha tetap masih galau. Salah satu indikatornya, sebagaimana dituturkan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Erwin Rijanto, pada Jumat (21/8/2015), ada 30 persen dari plafon kredit yang sudah disetujui bank, tapi belum dicairkan oleh pelaku usaha[3]. Artinya, para pebisnis menunda untuk berekspansi. Masyarakat juga galau. Salah satu indikatornya, dengan ramainya orang menyerbu money changer.[4] Mereka menjual dan atau membeli dollar Amerika Serikat (AS). Pada Selasa (25/8/2015) sore, harga jual dollar rata-rata Rp 14.100, sedangkan harga belinya, Rp 14.200.

Industri Perikanan dengan Ketekunan

Optimistis memang tidak bisa tumbuh dalam sekejap. Sebaliknya, pesimistis bisa menyebar tiba-tiba dan meruyak dengan seketika. Begitu juga dengan tabiat pengusaha dan masyarakat, yang cenderung memanfaatkan pelemahan rupiah untuk menangguk untung dengan cepat. Dalam konteks usaha, pada Rabu l 26 Agustus 2015 | 12:21 WIB, kompas.com melansir berita Rupiah Melemah, Industri Perikanan Memanen Untung. Terutama, perusahaan yang berorientasi ekspor[5]. Sepintas, akan terkesan bahwa industri perikanan yang dimaksud dalam berita tersebut adalah industri yang meraup laba tiba-tiba, karena pelemahan rupiah. Padahal, bila disusuri lebih jauh, tidak demikian halnya.

Perusahaan yang dimaksud dalam berita itu adalah perusahaan multinasional Indonesia, yang memproduksi berbagai produk makanan laut, dengan ikan sebagai bahan baku utama. Perusahaan perikanan itu didirikan pada 2 Oktober 1973 dan memulai kegiatan usaha komersialnya sejak tahun 1983. Kantor pusat dan fasilitas produksi pengolahan ikannya di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain itu, perusahaan yang dimaksud juga memiliki dua kantor dan fasilitas produksi pengolahan ikan di Kendari, Sulawesi Tenggara, dan di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Artinya, jauh sebelum Joko Widodo menggelorakan spirit kemaritiman, mereka sudah menekuni bidang usaha maritim[6]. Jauh sebelum Joko Widodo mendorong dunia usaha untuk melakukan industrialisasi dan hilirisasi produk perikanan, mereka sudah sungguh-sungguh menekuninya[7]. Bahkan, jauh sebelum Joko Widodo memotivasi dunia usaha untuk mengembangkan aktivitas usaha ke wilayah Indonesia bagian Timur[8], mereka sudah mengeksekusinya dengan cermat, di Kendari dan Kupang.

Barangkali, usaha yang seperti inilah yang patut kita apresiasi, di tengah banyak pelaku usaha yang galau dan di antara masyarakat yang juga galau. Ketekunan mereka pada bidang perikanan dan kelautan, kesungguhan mereka mengelola industri pengolahan ikan menjadi produk makanan, dan mekanisme yang mereka bangun dengan ribuan nelayan. Mereka memberikan bantuan teknis dan keuangan untuk konstruksi kapal nelayan, menyediakan kotak pendingin untuk menjaga kesegaran hasil tangkapan, dan mereka membuat kesepakatan harga ikan dengan nelayan[9].

Nelayan juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan teknologi informasi. mFish, misalnya, adalah aplikasi Android khusus untuk nelayan, yang memberikan informasi tentang laut dan ikan. Sejak diluncurkan Februari 2015 lalu, aplikasi mFish dari operator XL Axiata, telah digunakan oleh 250 nelayan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal itu disampaikan GM Corporate Communications Management XL, Tri Wahyuningsih, di sela-sela acara peresmian layanan 4G LTE tahap kedua XL di Mataram, Lombok, NTB, pada Senin (6/7/2015). Foto: kompas.com

Ketekunan Menciptakan Keuntungan

Menjalin kerjasama dengan ribuan nelayan, agar pasokan ikan terjaga untuk industri pengolahan, tentulah tidak mungkin dibangun dalam semalam. Apa yang mereka rumuskan sejak 2 Oktober 1973[10], kemudian melakoninya dengan ketekunan serta kesungguhan, telah menjadikan mereka sebagai salah satu perusahaan multinasional perikanan-kelautan kelas dunia. Ketika kini mereka membukukan penjualan 1.848 ton produk makanan dari ikan atau senilai Rp 136,54 miliar, tentulah hasil dari jerih-payah ketekunan selama puluhan tahun di sektor maritim.

Yang juga patut kita apresiasi, perusahaan multinasional ini bukan hanya mengekspor ikan mentah, sebagaimana yang dilakukan banyak eksportir ikan. Mereka telah melakukan hilirisasi, dengan mengolah sumber daya laut menjadi produk makanan berbahan ikan. Mereka telah menciptakan nilai tambah, yang artinya mereka juga telah turut menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang. Produk makanan tersebut mereka ekspor. Data terbaru 2015 menunjukkan, dari 1.848 ton produk makanan yang terjual, sebanyak 1.548 ton atau senilai Rp 131,47 miliar di antaranya, terjual di pasar ekspor.

Aktivitas ekspor tersebut tentulah mendatangkan devisa untuk negara. Bahwa kini pendapatan mereka melompat tinggi, di saat rupiah menembus level 14.050 per dollar AS, sesungguhnya hal itu berkat ketekunan dan kesungguhan mereka selama puluhan tahun menekuni sektor maritim. Bukan sesuatu yang tiba-tiba dan seketika. Optimistis mereka melakoni sektor perikanan dan kelautan, menunjukkan kepada kita bahwa mereka sudah berpikir jauh ke depan. Sekali lagi, optimistis memang tidak bisa tumbuh dalam sekejap.

Optimistis pada hari depan, karena itulah segala sesuatunya harus dijaga dan dipersiapkan, bukan hal baru dalam tradisi kita, khususnya yang terkait dengan perikanan dan kelautan. Tradisi menyikapi dan memperlakukan laut, sudah berkembang serta melembaga di berbagai suku di tanah air, terutama pada mereka yang bermukim di pesisir. Salah satunya, kita pahami melalui pepatah, kalau tak sanggup menghadang gelombang, jangan berumah di tepi pantai.

Tradisi Sasi Laut adalah puasa menangkap ikan yang diterapkan masyarakat gugusan Kepulauan Raja Ampat. Ini merupakan cara unik mereka untuk menjaga kelestarian kekayaan laut dan terumbu karang. Upacara untuk tradisi tersebut, dilakukan dengan sangat sederhana. Namun, nelayan setempat sangat menghormati tradisi ini, dan patuh dengan tidak menangkap ikan dan biota laut lainnya dalam waktu yang telah ditentukan. Mereka percaya, musibah besar akan datang, bila aturan yang telah diterapkan sejak zaman nenek moyang tersebut, dilanggar. Foto: brilio.net

Tradisi Ketekunan Nelayan

Industri perikanan dan kelautan, bukan hanya membutuhkan kucuran modal. Tradisi yang telah diwariskan para kaum nelayan, sesungguhnya telah mengingatkan kita, bahwa ada gelombang yang akan menghadang. Seringkali, gelombang itu menghadang di saat kita tidak siap, meski kita sudah berupaya sedetail mungkin mencermati tanda-tanda alam. Juga, memahami tanda-tanda pergantian musim dan arah angin. Namun, gelombang di lautan memiliki cara-cara tersendiri untuk mengingatkan kita, bahkan mungkin menghukum kita, karena ketidakpedulian kita pada laut.

Mereka yang peduli pada laut, mereka yang sungguh-sungguh menjaga laut, terbukti mampu mewariskan kekayaan laut hingga ke anak-cucu, dari generasi ke generasi. Lihatlah kini gugusan Kepulauan Raja Ampat, di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Kabupaten yang terdiri dari 610 pulau itu, telah menjadi salah satu magnet terkuat untuk wisata laut Indonesia. Sedikitnya, sekitar seribu jenis terumbu karang dan seribu lima ratus jenis ikan di perairan laut Raja Ampat, menjadi pesona yang sungguh tak terkalahkan.

Bagaimana mereka menjaganya? Bagaimana mereka mengelolanya? Kita tahu, ada empat pulau besar di kawasan ini: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misol. Tradisi dan adat-istiadat mereka benar-benar sangat ketat untuk menjaga kekayaan alam dan kekayaan laut. Mereka memegang teguh tradisi yang disebut Sasi Laut[11]. Artinya, para nelayan di sana, berhenti untuk sementara waktu menangkap ikan dan biota laut lainnya, agar kekayaan laut tidak punah dan stok ikan kembali melimpah.

Puasa menangkap ikan di laut ini, diterapkan selama tiga hingga lima bulan. Waktunya ditentukan serta disepakati melalui rapat adat. Mereka percaya, musibah besar akan datang, bila aturan yang telah diterapkan sejak zaman nenek moyang tersebut dilanggar. Masyarakat setempat patuh dan taat akan hukum adat tersebut. Dengan adanya periode puasa menangkap ikan tersebut, ikan-ikan di laut memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang-biak secara leluasa, tanpa khawatir terjerat oleh jaring nelayan. Semua ini, setidaknya, menginspirasi kita dalam menyikapi serta memperlakukan kekayaan laut.

Jakarta, 27 Agustus 2015

----------------------------

Rupiah di Atas 10.000, Nothing Special. Itu pernyataan Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk., pada 18 Juli 2013 lalu. Kini, benarkah nothing special?

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/rupiah-di-atas-10-000-nothing-special_551fc56ca33311a933b66bf4

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan insentif pajak untuk pabrik pengolahan ikan. Investasi asing terkait pengolahan ikan dibuka lebar, dengan kepemilikan saham lebih dari 50 persen.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/insentif-pajak-dari-susi-pudjiastuti-dan-saham-lebih-50-persen-untuk-investor-asing_55cb25e7519773fa132210da

Hasil survei kegiatan usaha yang dilakukan Bank Indonesia: kapasitas terpakai industri pengolahan per triwulan II-2015 sebesar 67,93 persen, turun 12,71 persen dibandingkan triwulan I-2015.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/nasib-industri-pengolahan-ikan-di-tengah-spirit-maritim_55a8100af87e61c20ce0d82b

-----------------------------

[1] Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, kian memusingkan pengusaha. Pengusaha khawatir, jika gejolak tak juga reda, bisnis mereka berpotensi rugi, bahkan gulung tikar. Selengkapnya, silakan baca Kalau Rupiah Tembus 15.000, Pebisnis Terancam Gulung Tikar, yang dilansir kompas.com, pada Selasa l 25 Agustus 2015 | 11:44 WIB.

[2] Joko Widodo mengatakan hal tersebut, usai membuka Munas MUI IX di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa (25/8/2015). Presiden Jokowi juga mengatakan, bahwa Bank Indonesia (BI), Menko Perekonomian, dan Menteri Keuangan sudah membuat instrumen untuk mencari jalan keluar terkait melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Selengkapnya, silakan baca Presiden Jokowi: Jangan Pesimistis, Kita Masih Pegang Duit, yang dilansir kompas.com, pada Selasa l 25 Agustus 2015 | 15:54 WIB.

[3] Porsi kredit perbankan yang belum ditarik debitor, cenderung meningkat. Penyebabnya, kondisi perekonomian yang masih lesu. Per Juni 2015, kredit perbankan yang belum ditarik mencapai 30 persen dari plafon kredit, yang telah disetujui bank. Selengkapnya, silakan baca Kredit yang Belum Ditarik Meningkat, yang dilansir print.kompas.com, pada Sabtu | 22 Agustus 2015.

[4] Money Changer Dollarasia, di kawasan Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, misalnya, yang pada hari-hari sebelumnya dikunjungi 70 orang, tapi pada Selasa (25/8/2015), kunjungan meningkat hingga 100 persen. Pada hari tersebut, sudah 150 orang yang datang. Selengkapnya, silakan baca Ramai-ramai Tukarkan Dollar Saat Menguat..., yang dilansir kompas.com, pada Selasa l 25 Agustus 2015 | 19:29 WIB.

[5] Lihat saja, PT Dharma Samudera Fishing Industry Tbk., yang memasang target ekspor tahun ini, tumbuh 20 persen di atas realisasi tahun lalu, menjadi 25 juta dollar AS. Herman Sutjiamidjaja, Direktur Dharma Samudera, membantah jika perusahaannya disebut tengah berusaha mengambil untung dari kejatuhan rupiah. Katanya, memang pasarnya saat ini cukup mendukung, sehingga ekspor bisa ditingkatkan. Selengkapnya, silakan baca Rupiah Melemah, Industri Perikanan Memanen Untung, yang dilansir kompas.com, pada Rabu l 26 Agustus 2015 | 12:21 WIB.

[6] Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersinergi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam upaya mengawal visi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan laut sebagai masa depan peradaban bangsa. Hal ini disampaikan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, saat rapat Monitoring dan Evaluasi (Monev) Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GNP-SDA) di Kuta, Bali, pada Selasa (4/8/2015). Selengkapnya, silakan baca Kawal Visi Kelautan Jokowi, Menteri Susi Gandeng KPK, yang dilansir kompas.com, pada Selasa l 4 Agustus 2015 | 12:36 WIB.

[7] Menurut Joko Widodo, mesin pendorong pertumbuhan ekonomi yang selama ini menopang perekonomian Indonesia, seperti bahan mentah, tidak lagi bisa diandalkan. Maka dari itu, Jokowi menekankan perlunya pendekatan industrialisasi. Hal itu dikemukakan Jokowi dalam acara yang digelar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta Convention Center, pada Kamis (9/7/2015).

[8] Presiden Joko Widodo menepis tudingan sebagian orang yang mempertanyakan kunjungan kerjanya ke sejumlah provinsi di Indonesia Timur, seperti Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Kata Joko Widodo, saya ini membawa uang triliunan rupiah, untuk mempercepat pembangunan proyek infrastruktur di wilayah Indonesia bagian Timur. Selengkapnya, silakan baca Jokowi: "Ngapain" ke Indonesia Timur? Saya Bawa Uang Triliunan..., yang dilansir kompas.com, pada Jumat l 8 Mei 2015 | 23:20 WIB.

[9] Dengan visi pertumbuhan melalui pengembangan sumber daya manusia yang luas dalam pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan, perusahaan menyediakan hasil yang lebih baik untuk nelayan Indonesia. Selengkapnya, silakan baca Dharma Samudera Fishing Industries, yang dilansir merdeka.com.

[10] Pemberantasan illegal fishing yang digaungkan pemerintah sejak awal tahun ini, membuat hasil tangkapan nelayan yang memasok ikan ke perusahaan, meningkat 20-30 persen. Ini turut mendongkrak kinerja perusahaan. Selengkapnya, silakan baca Rupiah Melemah, Industri Perikanan Memanen Untung, yang dilansir kompas.com, pada Rabu l 26 Agustus 2015 | 12:21 WIB.

[11] Tradisi Sasi Laut merupakan aturan adat masyarakat di Kepulauan Raja Ampat, untuk menjaga keseimbangan alam. Hal ini sekaligus untuk menjaga agar kekayaan alam tetap lestari. Masyarakat adat setempat sadar benar, apapun alasannya, eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, akan mendatangkan bencana bagi mereka sendiri. Itulah makna dari Tradisi Sasi Laut. Selengkapnya, silakan baca Tradisi Sasi Laut Menjaga Keseimbangan Alam, yang dilansir indosiar.com, pada Rabu l 28 Maret 2007 l 12.00 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun