Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tradisi, Perekat Rasa Kebersamaan Sebagai Bangsa dalam Pergaulan Dunia

9 Agustus 2015   11:33 Diperbarui: 9 Agustus 2015   11:33 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

---------------------------

Keinginan untuk bersama, bukan hal baru dalam budaya negeri ini. Keinginan untuk bersama itu pulalah yang mendorong para founding fathers negeri ini, berjuang memerdekakan bumi pertiwi.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/buku-merajut-indonesia-warga-biasa-dengan-spirit-bersama_55296620f17e619c698b4591

Pak Tjip adalah kita dan Bu Tjip bagian dari kita. Thamrin Sonata kemudian menyatukan mereka dalam dua buku Beranda Rasa dan Penjaga Rasa.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/pak-tjip-dan-bu-tjip-dalam-rasa-thamrin-sonata_54f360e0745513802b6c7350

--------------------------

[1] Jambore Pramuka Dunia ke-23 di Jepang itu, diikuti 33.000 peserta dari 150 negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup besar mengirimkan kontingen, sebanyak 462 orang. Namun, jumlah itu masih kalah besar, dibandingkan Amerika Serikat yang mengirim 4.000 orang dan Inggris dengan 1.500 orang. Sekretaris Jenderal Pramuka Dunia, Scott Teare, mengungkapkan, tema jambore kali ini Spirit of Unity atau semangat membangun kebersamaan. Ketua Kwartir Nasional, Adhyaksa Dault, yang memimpin Pramuka Indonesia sejak tahun 2014, yang merupakan mantan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, memimpin kontingen kita.

[2] Adalah Udjo Ngalagena atau dikenal sebagai Mang Udjo, yang memutuskan mengabdikan hidupnya untuk melestarikan angklung dan budaya sunda. Semasa muda, Mang Udjo gemar mempelajari musik dan lagu sunda, pencak silat, dan tari- tarian sunda. Mang Udjo lahir pada 5 Maret 1929, dan pada tahun 1966 mulai merintis pembangunan Saung Angklung Udjo, tempat pelestarian dan pendidikan angklung dan budaya sunda. Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang diciptakan dari bambu. Alat musik ini dibunyikan dengan cara digoyangkan. Angklung ditetapkan sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO, badan dunia yang mengurusi seputar budaya di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sejak November 2010. Tanggal 16 November ditetapkan sebagai Hari Angklung sedunia. Saung Angklung Udjo memberikan peranan besar terhadap penetapan ini. Udjo Ngalagena meninggal pada 3 Mei 2001 dan pelestarian angklung diteruskan oleh keluarga besarnya.

[3] Festival Nasional Musik Tradisi Remaja 2015 diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini adalah bagian dari upaya untuk menumbuhkan minat kalangan remaja memahami akar budaya dan melestarikannya. Festival ini juga sekaligus menjadi ajang untuk pelaku seni daerah saling berbagi informasi dan bertukar pengalaman dalam mendalami musik tradisional.

[4] Saung Angklung Udjo tidak pernah sepi pengunjung. Baik hari biasa, apalagi pada hari libur. Wisatawan yang berkunjung ke sana, bukan hanya wisatawan lokal namun juga banyak dikunjungi oleh wisatawan asing. Pengunjung dapat belajar bermain angklung, melihat langsung produksi angklung, dan yang paling menarik adalah menonton pertunjukan permainan angklung yang dikemas dengan modern. Selain itu, pengunjung juga bisa menikmati pertunjukan wayang golek dan tari tradisional Sunda lainnya.

[5] Tjiptadinata Effendi aktif menulis di Kompasiana. Saking aktif dan produktifnya menulis, ia dinobatkan sebagai Kompasianer of Year 2014. Sebagian tulisannya sudah diterbitkan sebagai buku. Semasa kanak-kanak, namanya Kim Liong. Namun, dalam surat-surat resmi, termasuk Ijazah, Passport, dan Surat Izin Mengemudi (SIM), namanya Tjiptadinata Effendi. Ia berasal dari Padang, Sumatera Barat. Semasa remaja, ia sekolah di SMA Don Bosco, Padang, yang berdekatan dengan Museum Adityawarman dan tak berapa jauh dari Pusat Kesenian Padang. Istrinya, Roselina Tjiptadinata, juga aktif menulis di Kompasiana. Sang istri adalah adik kelasnya di SMA Don Bosco. Kini, Tjiptadinata Effendi bermukim di Wollongong, kota terbesar ketiga di negara bagian New South Wales, Australia, setelah Sydney dan Newcastle. Wollongong berada sekitar 80 kilometer sebelah selatan Sydney.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun