---------------------------
---------------------------
[1] Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengatakan, lahan yang mengalami kekeringan pada Januari-Juli 2015, sekitar 111.000 hektar dan yang gagal panen sekitar 8.000 hektar. Di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, volume Waduk Sempor dan Wadaslintang, susut hingga 80 persen. Menurut Kepala Bidang Irigasi Dinas Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya Mineral Kebumen, Muchtarom, empat PLTA berhenti operasi mulai 1 Agustus 2015. PLTA itu adalah PLTA Wadaslintang berkapasitas 16 megawatt (MW), PLTA Sempor (1,1 MW), PLTA Pajengkolan (1,4 MW), dan PLTA Merden (400 kilowatt).
[2] Sempor adalah salah satu waduk terbesar yang ada di daerah selatan Jawa Tengah, selain Waduk Wadaslintang. Waduk Sempor selesai dibangun pada tahun 1978. Waduk ini merupakan bendungan pada daerah Sungai Cincingguling atau disebut juga Sungai Sempor, yang mengalir dari timur laut ke selatan di Kaki Gunung Serayu Selatan dan bermuara di Samudra Hindia. Waduk ini berada sekitar 30-an kilometer dari Kota Kebumen dan sekitar 7 kilometer dari pusat Kota Gombong. Lokasi waduk berada di ketinggian kurang-lebih 30 meter di atas permukaan laut.
[3] Istilah palawija berkembang di antara para petani di Pulau Jawa, untuk menyebut jenis tanaman pertanian, selain padi. Tanaman pertanian yang bisa disebut sebagai palawija adalah: Jagung, Sorghum, Kacang Hijau, Kacang Tunggak, Kacang Tanah, Kedelai, Singkong, Kentang, Ubi, Gembili, Wortel, Mentimun, Oyong, Kacang Panjang, dan Talas.
[4] Edward de Bono adalah psikolog yang dikenal sebagai bapak Latheral Thinking. Ia mengatakan, seseorang tidak akan dapat menemukan hal baru dan merasakan hidup yang sesungguhnya, jika tidak berani melakukan aktivitas berbeda di luar rutinitasnya. Ia, melalui teknik berpikir lateral, mengembangkan strategi memecahkan masalah dengan cara mengeksplorasi permasalahan melalui berbagai pendekatan. Bukan sekadar menerima solusi umum yang tampaknya paling potensial.
[5] Menghadapi musim kemarau, salah satu rekayasa alam yang umum dilakukan adalah melakukan Hujan Buatan. Teknik Hujan Buatan ditemukan oleh Vincent Schaefer dan Irving Langmuir pada tahun 1946. Setahun kemudian, 1947, temuan itu dilanjutkan oleh Bernard Vonnegut. Dalam hal Hujan Buatan ini, yang sebenarnya dilakukan adalah menciptakan peluang hujan dan mempercepat proses terjadinya hujan. Makanya, hal itu dinamai Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Pada Februari 2015 lalu, Provinsi Riau bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan modifikasi cuaca hujan buatan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah Pusat melalui BNPB telah menyiapkan 68 ribu ton garam untuk proses modifikasi cuaca, yang menelan biaya hampir Rp 16 miliar.
[6] Rhenald Kasali, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, adalah salah seorang tokoh yang intens menulis serangkaian buku tentang perubahan dan manajemen. Salah satunya, buku fenomenal CHaNgE! dengan tagline yang lugas Tak peduli seberapa jauh jalan salah yang Anda jalani, putar arah sekarang juga. Buku ini pertama kali diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tahun 2005, kemudian dilengkapi dan diterbitkan kembali pada November 2010.
[7] Willibrordus Surendra Broto Rendra atau biasa dipanggil WS Rendra, merupakan penyair besar yang pernah dimiliki Indonesia, setelah Chairil Anwar. Ia menulis cerpen, esai, drama, dan tentu saja puisi. Ia mendirikan Bengkel Teater yang kerap pentas di panggung-panggung drama dalam dan luar negeri. Ia lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935, dan wafat pada Kamis, 6 Agustus 2009, pukul 22.10 WIB di RS Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat. Petikan di atas, dari sajak Rendra berjudul Untuk Kembali ke Angin.