[caption id="attachment_351381" align="aligncenter" width="780" caption="Eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan industri di hulu Migas, memiliki resiko tinggi. Bila tak menemukan cadangan minyak dan gas, investor bisa rugi triliunan rupiah. Tapi, pemerintah tetap mendapat keuntungan, antara lain, berupa pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan Migas. Foto: kompas.com"]
Resiko Tinggi, Hasil Tinggi
Ada prinsip di dunia bisnis: no risk, no gain. Resiko yang ditempuh sejumlah industri di hulu Migas, dengan menginvestasikan waktu dan dana yang tidak sedikit, tentulah untuk meraih keuntungan. Kilang Tangguh adalah contoh investasi di hulu Migas, yang sukses meraih keuntungan. Yang rugi tentu juga ada.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sepanjang 2009 hingga 2013, setidaknya ada 12 industri Migas asing yang berinvestasi di hulu Migas yang mengalami kerugian. Total kerugian mereka hingga US$ 1,9 miliar atau Rp 23,750,000,000,000 di 16 blok eksplorasi di laut dalam. Kerugian tersebut terjadi karena mereka gagal mendapatkan cadangan minyak dan gas yang ekonomis.
Siapa yang menanggung kerugian tersebut? Ya, mereka, para industri Migas asing tersebut. Mereka yang berinvestasi, mereka pulalah yang menanggung kerugian. Secara operasional, SKK Migas bertugas sebagai pengawas dan pengendali usaha hulu minyak dan gas di Indonesia, sejak dari eksplorasi hingga eksploitasi. SKK Migas sama sekali tidak turut berinvestasi, juga tidak turut menanggung kerugian tersebut.
Meski demikian, sebagai institusi yang mengelola investasi di hulu minyak dan gas, SKK Migas tentulah tak ingin mereka merugi. Karena, bila investor untung, negara pun akan diuntungkan, hingga kebutuhan masyarakat akan Migas bisa terpenuhi. Kesenjangan antara pasokan Migas dalam negeri dengan kebutuhan domestik, memang belum terlalu jauh. Tapi, mengingat pesatnya pertumbuhan kelas menengah, kesenjangan itu bisa dengan cepat menganga. Dan, semua itu menjadi dasar, kenapa kita harus hemat energi.
Bagaimana bila sukses seperti yang diraih British Petroleum (BP) di kilang Tangguh? Nah, inilah yang disebut masa panen tiba. SKK Migas, sebelum proses eksplorasi dan eksploitasi dieksekusi, mengikat kontrak dengan tiap industri yang akan menjalankan aktivitas bisnis di hulu Migas. Kontrak tersebut disepakati kedua pihak, yang isinya, antara lain, menyangkut skema bagi hasil.
Skema bagi hasil itu mengacu pada Undang-undang tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Salah satu rinciannya, produksi kilang Migas tersebut akan dikurangkan terlebih dahulu dengan modal yang sudah dikeluarkan oleh investor yang bersangkutan, cost recovery. Hasil pengurangan tersebut, yang boleh dibilang sebagai hasil bersih, itulah yang dibagi antara pengelola kilang dengan pemerintah, sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.
[caption id="attachment_351382" align="aligncenter" width="707" caption="SKK Migas mewajibkan transaksi pembayaran pengadaan barang dan jasa, melalui bank pemerintah. SKK Migas juga mewajibkan industri hulu Migas menyimpan dana cadangan untuk pemulihan kondisi lapangan setelah operasi, di bank pemerintah. Hingga 31 Januari 2014, dana cadangan industri hulu Migas yang disimpan di bank pemerintah, mencapai US$ 501 juta. Foto: kompas.com"]