Mohon tunggu...
ISSAM MUHAMMAD RAYHAN
ISSAM MUHAMMAD RAYHAN Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Manusia yang hobi berpikir dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Terjebak di Hyper Reality

7 Maret 2019   12:21 Diperbarui: 7 Maret 2019   12:45 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau gak gini, gak dapat banyak likesnya!"

Ayolah, kalau kalian gak pernah dengar lagu Kendrick Lamar yang berjudul Humble, yang potongan liriknya seperti ini,

"I'm so f-ing sick and tired of the Photoshop

Show me somethin' natural like afro on Richard Pryor

Show me somethin' natural like ass with some stretchmarks"

Yang sudah menjadi keresahan Kang Kendrick juga, kalau beliau sudah muak dengan segala kepalsuan yang ada, mungkin beliau korban PHP. Hehe. Point yang akan saya jelaskan lebih dalam tegas lagi, jangan sampai terjebak terlalu dalam, dan membuat kita menjadi bukan diri kita.

Kalau saja kalian para cewek (biasanya menggunakan aplikasi ini) untuk memikat hati para cowok, bagaimana untuk jangka panjang nanti? Atau kalau untuk jangka pendek, bagaimana kalau kalian bertemu dengan cowok itu? Lantas di dunia maya dan di dunia nyata jelas berbeda, pantas saja banyak status di media sosial tentang kekecewaan cowok setelah meet up dengan cewek gebetannya di Facebook.

Kalau ngomongin cewek aja, nanti bakal ada yang marah, jadi saya juga akan menjelek-jelekkan cowok yang terjebak di hyper-reality. Kalau kalian para cowok (yang menggunakan aplikasi dating) hanya untuk ena-ena lebih baik kalian di kumpulkan di suatu pulau dan di hujani oleh batu yang dijatuhkan oleh burung Ababil. Karena kelalaian kalian dalam menggunakan teknologi bisa mencelakakan orang lain juga, bisa merusak anak orang juga. Gak sedikit kasus yang terjadi terkait dengan masalah ini.

Berdasarkan pemaparan di atas, ruang semu yang dijelaskan tadi itu dikonstruksikan oleh media informasi melalu pencitraan media, dimana manusia mendiami suatu ruang realitas yang perbedaan antara nyata dan fantasi, atau yang benar dengan yang palsu, menjadi sangat tipis. Tapi jika penggunaannya benar, tidak masalah jika kita terjebak di dalam hyper-reality.

Sudah sejauh mana kita terjatuh?

Referensi : Sosiologi Komunikasi (Burhan Bungin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun