***
''Ra, ikut lomba masak yuk!'' ajakan seorang teman padaku. ''Enggak yang susah kok, lomba masak sarden doang, yang berhasil dan rasanya enak itu yang menang.'' jelasnya lagi
''Masak sardenkan susah, cipratan minyaknya ngeri.'' kumenolak.
''Ayolah, kan bisa belajar dulu. Yayayaya.., oke kita daftar!'' tanpa persetujuanku dia langsung pergi, mendaftarkan nama kami dalam lomba antar remaja desa dalam rangka menyambut bulan puasa. Padahal aku tengah alergi masak. Gara-gara Ibu tak mau ngalah untuk sesekali masak makanan yang kusuka. Ya karena alasan ingin aku lebih dewasa lagi. Tuhan, Kenapa waktu terlalu cepat berlalu? Aku belum siap dengan semua ini.
Bu, diwaktu luang aku pernah googling tentang apa itu dewasa. Menurut artikel-artikel yang aku baca, dewasa itu bukan pandai masak. Aku simpulkan dewasa itu adalah kematangan dalam bersikap. Ia akan berkembang seiring kematangan usia dan pengalaman hidup seseorang. Bu, sesekali aku harus ngajak Ibu googling berdua.
***
Di halaman kantor desa, aku tengah panik. malu apalagi. Sarden mengganas di penggorengan. Minyak panasnya beringas, menyiprat apa saja disekitarnya.
''Ra, sardenmu gosong.''
''Ohai, itu kenapa enggak dibalik, dah hangus tu!''
''Angkat cepat...''
Semua penonton sibuk berkomentar. Sementara aku dan teman-teman yang tengah berlombapun panik. Aku pasrah. Membiarkan sardenku gosong. Hitam. Dinda teman satu timkupun ternyata asal ikut lomba saja. Sama denganku tak tahu apa-apa. Buat seru-seruan katanya.