"Ra, tapi tadi katamu dah siap sedia jadi mandiri, urus urusan sendiri. Yah, sekarang tugasmu masak. Anak gadis harus pandai masak.''
Ibu..., aku bingung sekali, biasanya hanya tinggal makan masakan yang kau hidang. Tapi kali itu kau minta aku memasak. Masak apa? Bagaimana?
''Bu, ini ikannya udah matang belum? Udah boleh diangkat ni? Bu...masih lama? Entar hangus pulak,'' aku begitu heboh kalau lagi masak. Panikan, takut masakanku gosong. Cemas kalau-kalau keasinan, alih-alih keasinan, masakanku ternyata hambar. Ibu harus menambahkan garam beberapa kali setelahnya.
''Bu, ini garamnya seberapa banyak?''Kuberlari-lari ke arah Ibu, untuk menentukan takaran yang pas.
''Bu, gimana ni? minyaknya nyiprat-nyiprat!''
''Bu, cabenya berapa?''
''Bu,..."
'''Bu,...''
Banyak sekali yang aku tanyakan. Tanya ini itu, meneriakkan dari dapur menunggu jawaban Ibu di ruang tengah. Biasanya kalau Ibu tidak kian menyahut, aku akan berlari menjemput, memaksa menemaniku di dapur.
Ternyata memasak itu tak semudah yang aku bayangkan. Biasanya yang kulihat, Ibu dengan gampang melakukannya. Tinggal masuk-masukan, masakpun selesai. Namun nyatanya tak sesederhana itu.
***