Bulan November tahun 1890 dilaporkan terjadi letusan di kawah puncak, begitupun juga pada bulan Mei tahun 1901. Untuk erupsi di tahun 1908 masih diragukan, apakah masuk dalam kategori erupsi ataukah bukan.
LETUSAN 9 MEI 1988
Sebelum terjadi letusan tahun 1988, di Pulau Gunung Api terdapat 2 desa, yaitu Desa Gunung Api Utara dan Desa Gunung Api Selatan. Jumlah penduduk yang bermukim sebanyak 1.856 jiwa, dengan sebaran 1.048 jiwa di Desa Gunung Api Selatan dan 808 jiwa di Desa Gunung Api Utara.
Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani, dan pelaut. Di tahun yang sama pula tercatat jumlah penduduk di Pulau Neira 5.176 jiwa dan di Desa Lonthor (Pulau Banda Besar) berjumlah 2.646 jiwa.
Kejadian letusan ini menimbulkan trauma tersendiri bagi masyarakat Banda yang mengalaminya.
Saya (Penulis) saat kejadian itu masih berusia 8 tahun dan duduk di bangku kelas 2 SD turut merasakan dampaknya karena kami sekeluarga harus mengungsi ke Pulau Ambon dan melanjutkan sekolah sampai keadaan benar-benar aman barulah kami kembali ke Banda Neira.
Dampak letusan ini cukup signifikan, di mana 2 desa yang ada di Pulau Gunung Api habis tersapu leleran lava, ratusan rumah hancur dan musnah, lahan-lahan produktif milik warga dan ribuan pohon pala dan kenari mati, korban harta benda, serta 3 orang tewas.
Pada tanggal 9 - 31 Mei, terjadi erupsi dari 6 lubang letusan. Masyarakat yang menghuni Pulau Gunung Api, Pulau Neira, dan sebagian dari Pulau Banda Besar barat dan utara harus mengungsi ke Pulau Banda Besar bagian timur dan selatan, juga ke Pulau Hatta.
Beberapa hari kemudian 2 kapal milik TNI AL yaitu KRI Teluk Tomini dan KRI Teluk Langsa tiba di Banda dan mengangkut warga untuk diungsikan ke Pulau Ambon.Â
Setelah keadaan muai aman, para pengungsi dikembalikan lagi ke Banda, sebagian besar penduduk Pulau Gunung Api menyetujui tawaran pemerintah untuk ditransmigrasikan ke Pulau Seram (saat ini pemukiman tersebut diberi nama dengan Desa banda Baru), sebagian lagi mendapat lahan dari pemerintah dan dibuatkan pemukiman baru di Pulau Neira, yang saat ini kita kenal dengan nama Desa Tanah Rata, ada juga sebagian kecil warga yang pindah secara mandiri untuk membangun kehidupan baru di tempat lain seperti di pulau Papua, pulau Seram, pulau Ambon, dan lain-lain.