Tujuan dari studi PISA adalah untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah berusia 15 tahun di seluruh dunia. Total ada 79 negara yang berpartisipasi, bertambah tujuh negara dari tes 2015 dan jumlah siswa yang berpartisipasi ada 600 orang dari seluruh dunia.
Berdasarkan laporan PISA pada tanggal Selasa 3 Desember 2019, skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara. Tiga skor itu kompak menurun dari tes PISA 2015. Kala itu, skor membaca Indonesia ada di peringkat 65, skor sains peringkat 64, dan skor matematika peringkat 66.
Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia berada paling bawah bersama Filipina yang mendapat peringkat terakhir dalam membaca dan skor sebelum terakhir di dua bidang lain. Tentu saja hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, “Mengapa skor membaca, berhitung dan sains kita begitu rendah?” Kita liat dulu penjelasan subyek yang diuji.
Kemampuan membaca diartikan sebagai kapasitas murid untuk memahami, menggunakan, evaluasi, merenungkan, dan memakai teks untuk mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi, serta berpartisipasi di dalam masyarakat.
Kemampuan berhitung diartikan sebagai kapasitas siswa untuk merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika termasuk penalaran matematika dan memakai konsep, prosedur, fakta, dan perangkat matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena.Seseorang yang punya kemampuan literasi sains memiliki kemauan untuk terlibat dalam diskusi bernalar tentang sains dan teknologi, sehingga dapat menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang pemeriksaan secara ilmiah, dan menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.
Tes yang dilakukan PISA ini tidak hanya sekedar bisa membaca, berhitung maupun sains saja, namun siswa dituntut untuk bisa menjelaskan dan mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan skor PISA negara kita berada dibawah juga membuktikan bahwa kemampuan siswa masih dalam level menghafal rumus maupun bacaan tertentu, dan belum bisa mengkajinya lebih dalam.
Solusi apa yang ditawarkan?
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah program pendidikan “Merdeka Belajar” yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019. Terpilihnya Nadiem Anwar Makarim sebagai Mendikbud memberikan warna yang berbeda bagi negara ini.
Beliau merupakan tokoh muda yang siap menggebrak dengan kebijakan yang berbeda dari sebelumnya. Program merdeka belajar selaras dengan target pemerintah tersebut memfokuskan diri pada pembangunan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Program tersebut meliputi empat pokok kebijakan, antara lain: 1) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN); 2) Ujian Nasional (UN); 3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaan (RPP), dan 4) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi. USBN dan UN tahun 2020 ini memang ditiadakan akibat pandemi Covid 19 ini.
Namun sejak 2019 memang sudah dicanangkan Mendikbud untuk dikoreksi terutama dilihat dari skor PISA yang rendah membuat beliau akan merubah assesmentnya. Materi assesment nantinya akan dibagi dalam dua bagian: