ASYIKNYA MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF
Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan dengan menggunakan teori kontrol.Â
Selama ini kita sebagai guru merasa berkewajiban mengontrol perilaku siswa agar memiliki perilaku sesuai yang pendidik harapkan. Ternyata anggapan itu salah, pendidik  tidak bisa mengontrol diri siswa, tetapi yang bisa mengontrol diri siswa adalah dirinya sendiri.Â
Kita sebagai pendidik seharusnya dapat membuka diri terhadap perubahan yang ada. Perubahan stimulus respon menjadi teori kontrol itu merupakan cara yang tepat untuk menciptakan disiplin positif di sekolah.Â
Melalui penerapan disiplin yang kuat dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan yang mulia, yakni nilai kebajikan universal.
Nilai kebajikan universal yang diyakini seseorang inilah yang akan membangun motivasi instrinsik siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan yakni untuk menjadi siswa yang memiliki profil pelajar pancasila.Â
Ada tiga motivasi perilaku manusia yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, Di antaranya yaitu menghindari hukuman, mendapatkan hadiah/imbalan dan nilai yang mereka yakini.Â
Motivasi yang disebabkanoleh hukuman ataupun imbalan termasuk motivasi ekternal, Sedangkan motivasi yang perlu kita bangun adalah motivasi intrinsik yang merupakan nilai yang mereka yakini . Â Siswa melakukan disiplin disebabkan nilai-nilai yang mereka percayai tanpa adanya perintah atau paksaan.Â
Selain itu, kita sebagai pendidik juga harus tahu lima kebutuhan dasar manusia yaitu bertahan Hidup, penguasaan, kasih sayang, rasa Diterima, kesenangan dan kebebasan. Ketika kebutuhan dasar manusia tidak bisa disalurkan secara positif, maka anak akan dapat melakukan hal yang negatif.Â
Apabila siswa melakukan sebuah kesalahan yang perlu kita lakukan adalah kita dapat menangani hal tersebut dengan tindakan yang tepat, jangan sampai hukuman menjadi salah satu jalan keluarnya. Tindakan yang perlu kita lakukan dengan menggunakan restitusi.Â
Melalui hal tersebut siswa akan diajarkan untuk mencari solusi untuk masalah mereka sendiri, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.Â
Oleh karena itu, kita harus bisa memposisikan diri dengan baik dalam menghadapi siswa. Ada lima jenis posisi kontrol yang perlu diketahui yaitu sebagai Penghukum, sebagai Pembuat rasa bersalah, sebagai Teman, Sebagai Pemantau dan Sebagai Manajer.
Adapun penerapan budaya positif yang bisa kita lakukan sebagai pendidik di sekolah  adalah dengan Selalu berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk menerapkan budaya positif di sekolah dan  selalu berusaha membangun motivasi intrinsik siswa melalui keyakinan kelas.Â
Dalam pembentukan nilai keyakinan kelas siswa selalau dilibatkan, sehingga siswa ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas tersebut. Mulai curah pendapat, merumuskan keyakinan kelas dan menempel keyakinan kelas tersebut di depan kelas.Â
Melalui hal tesebut siswa akan lebih antusias dalam menjalani keyakinan kelas yang telah dibuat dan juga siswa akan lebih memiliki kesadaran dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya seandainya siswa melakukan kesalahan, kita dapat mengembalikan kepada keyakinan kelas tersebut dengan menggunakan tahapan-tahapan segitiga restitusi.Â
Adapun segitiga restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, serta memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.Â
Restitusi membantu murid untuk jujur pada diri sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. Terdapat tiga langkah dalam Segititiga Restitusi yaitu menstabilkan identitas validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Menstabilkan identitas bertujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Menvalidasi tindakan yang salah bertujuan memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan.Â
Jika anak berbuat salah maka yang perlu kita garis bawahi bahwa ada kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi. Menanyakan keyakinan. Siswa kita Tanya tentang keyakinan yang bernilai atau bermakana. Kita Tanya ingin menjadi orang seperti apa mereka. Kemudian kita hubungkan dengan nilai-nilai yang dmereka percaya. Dari hal tersebut nilai-nilai kebajikan dan motivasi instrinsik akan terbangun dalam diri siswa, sehingga budaya positif di sekolah akan tercipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H