Berikutnya, tutup tulisan dengan ending yang nendang. Kita bisa meringkas atau menyebutkan poin yang sudah dibahas. Bahkan kalau perlu memunculkan pertanyaan baru untuk amplifikasi ide. Intinya, penutup harus kuat!
Alasan esai tidak lolos
Lalu, bagaimana dengan tulisan peserta lain yang tidak lolos? Lazimnya kompetisi, tentu ada parameter untuk menjaring pemenang atau finalis.
Pembahasan terlalu ilmiah, bertele-tele dengan informasi yang sebenarnya bisa ditemukan di media lain seperti internet menjadi salah satu faktor yang membuat peserta gagal.
"Gunakan PoV (sudut pandang) pertama, yaitu saya, saat menulis esai," pesan pak Tom. Dengan cara ini, pembaca akan merasa terlibat, seolah-olah mereka berada di tempat yang digambarkan penulis.
Selain itu, tulisan kadang tidak disajikan dengan kalimat-kalimat yang bervariasi. Narasi yang monoton akan membuat pembaca malas merampungkan artikel.
Kehadiran kutipan juga dapat menghidupkan tulisan asalkan dikemas dengan kreatif, bukan bahasa pelapor yang kaku. Sesekali kutipan langsung juga membantu.
Tulisan kadang tidak padu alias tidak koheren antarparagraf karena tidak diikat dengan transisi yang tepat. Peralihan ini penting untuk mempertahankan antusiasme pembaca.
Di luar dugaan, ternyata ada elemen lain yang menyebabkan tulisan kiriman peserta tidak lolos.
Aditya Akbar Hakim, anggota juri yang menjadi pembicara pamungkas, menyayangkan adanya artikel tanpa biodata padahal Perpusnas Press mensyaratkan bagian itu.Â
Guru sekaligus penulis yang bukunya banyak diterbitkan di Malaysia itu meminta para peserta untuk menantang diri dalam menggali tema-tema lain di Jawa Timur yang belum banyak atau sama sekali belum diangkat lewat riset mendalam.