Jika kemalasan, kejumudan, dan berbagai kesukaran hidup kita gambarkan sebagai sesuatu yang "redup", maka perempuan tangguh seperti Susiani adalah pejuang sejati yang tak berhenti berusaha untuk menyalakan hidup. Agar harapan terus berpijar dengan sumber daya terdekat dan lebih hemat seperti energi matahari.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengutip pandangan menarik Eka Budianta -- penulis dan penyair sekaligus pemerhati masalah lingkungan. Sebagaimana diceritakan dalam buku Humanisme Bisnis, ia pernah diundang di sebuah diskusi panel untuk berbicara tentang usaha mengoptimalkan produktivitas tenaga kerja wanita. Â
"Saya pikir topik itu sangat bersifat seksis, dan bisa dituduh bernada 'melecehkan' perempuan. Semua tahu di bumi ini tidak ada yang lebih produktif ketimbang perempuan. Mau dioptimalkan bagaimana lagi?" (h.24)
Pendapat Eka bisa dikonfirmasi dengan fenomena di lapangan. Menurut data Kemenko PMK, misalnya, per Juli 2020 ada sekitar 60% dari 64 juta UMKM di Indonesia yang dikelola oleh perempuan. Terutama ketika Covid-19, para wanitalah yang gesit mengambil kendali ekonomi keluarga menyusul para suami yang terkena PHK. Para perempuan begitu adaptif, luwes, dan tidak canggung menggali lahan baru demi mendapatkan pemasukan bagi keluarga.
Inilah sekeping hikayat para perempuan yang berhasil menghapus masalah dengan memilih solusi yang masuk akal. Memilih energi baru terbarukan sembari melestarikan tradisi, yang berdampak luas bukan saja bagi perempuan lain, melainkan lingkungan yang kian mendesak untuk diselamatkan.Â
Sumber tulisan:
- wawancara langsung
- Humanisme Bisnis (2003), penerbit Puspa Swara
- Biogas Sumber Energi Alternatif (2019), penerbit PT Trubus Swadaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H