Bukan hanya misi menuju net zero emission, transisi energi yang dijalankan Susiani bersama rumah batiknya telah membawa manfaat ekonomi bagi perempuan sekitar. Salah satunya Fatimah yang telah setahun bergabung dalam UMKM tersebut.
Terinspirasi spirit EBT, setiap hari ia pun mengayuh sepeda dari rumahnya menuju rumah batik yang berjarak sekitar 1,5 km. Lebih sehat dan hemat. Ketimbang di rumah, ia memilih kegiatan lebih produktif untuk menambah pemasukan keluarga.
“Kalau bisa mopok (menutup bagian yang dicolet dengan lilin malam) selembar saja, saya bisa dapat Rp30.000,” katanya penuh rasa syukur.
Bagi warga desa, angka itu terbilang besar dan cukup untuk menutupi kebutuhan lauk harian alih-alih bekerja di pabrik yang waktunya terikat dan sangat padat. Beda dengan rumah batik yang jadwalnya lebih fleksibel.
Perempuan sejahtera dengan karya
“Alhamdulillah, Mas. Bisa bantu ibu-ibu di sini,” kata Susiani spontan dengan wajah semringah.
Selain membayar upah membatik atau menjahit, Susiani menawarkan dana tak terduga kepada anggotanya. Jika ada anggota butuh biaya berobat atau biaya daftar sekolah, maka Susiani akan menalangi dengan sistem kasbon. Semangatnya adalah saling meringankan dan memberdayakan.
“Impian saya ibu-ibu bisa sejahtera. Mereka harus terus berkarya agar enggak cuma jadi pelengkap penderita di rumah,” katanya optimistis.
Keputusannya menerima tawaran pemasangan PLTS terbukti tepat sebab membuka peluang ekonomi bagi para perempuan di tempat tinggalnya. Selain hemat produksi yang berarti margin profit lebih tinggi, pemanfaatan energi surya adalah bentuk transisi energi berkelanjutan yang mendukung keberlangsungan bumi dan masa depan lebih baik.
Lebih dari itu, partisipasi para perempuan dalam rumah batik yang dikelola Susiani merupakan langkah positif untuk membangun kemandirian ekonomi bagi para ibu di daerahnya yang selama ini mungkin menjadi kelompok rentan, misalnya terhadap kekerasan ataupun penelantaran. Dalam konteks ini, transisi energi adil telah menjadi bagian dari solusi untuk mengikis bias gender atau marjinalisasi perempuan.
Biogas, murah tanpa jelaga
Pilihan serupa dibuat oleh Utami Fautngil Janan dengan memasak menggunakan tabung biru setinggi 8 cm. Alih-alih elpiji, di dalam tabung itu terdapat sekam (kulit padi) yang menjadi sumber gas untuk menyalakan dua kompor.