Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hikayat Para Pengusir Redup, Perempuan yang Menyalakan Hidup

18 Juni 2024   13:50 Diperbarui: 18 Juni 2024   14:05 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan pembatik yang memanfaatkan energi matahari demi pemberdayaan ekonomi (Dok. Ihya) 

Artinya, semakin jauh jarak pengiriman makanan, semakin besar pula jejak karbon yang ditinggalkan. Maka mengonsumsi pangan lokal bisa menjadi bagian dari solusi jangka panjang untuk meminimalkan risiko dan dampak perubahan iklim.

Selain ramah lingkungan, mengonsumsi sambal latoh merupakan ikhtiar pelestarian pangan lokal yang dikenal kaya rasa dan jenis. Lebih dari itu, kita juga turut membantu UMKM agar ekonomi daerah terus bergeliat. 

Berkah energi matahari

Yang jauh lebih menarik, sepaket menu latoh ini dimasak menggunakan kompor listrik yang dipasok tenaga surya. Pantaslah jika Susiani tak pernah mengeluhkan panas matahari, justru gembira menyambutnya yang sore itu menyelusup hingga ke ruang produksi. 

Sore itu kami bercakap di Rumah Batik Sekar Tanjung yang terletak di Desa Tasikharjo, Kec. Jenu, Kab. Tuban. Susiani yang didapuk sebagai ketua kelompok telah merintis UMKM batik itu sejak 2017 silam. 

Susiani menunjukkan proses mencanting. (Dok. Ihya)
Susiani menunjukkan proses mencanting. (Dok. Ihya)

Dari semula ketiadaan tempat dan sepi peminat, kini UMKM yang digawanginya telah menaungi 35 perempuan yang semuanya ibu rumah tangga. Minat itu membuncah saat omzet batik terus meningkat. Omzet bulanan berkisar 20 hingga 25 juta rupiah. Saat ramai pemasukan bahkan bisa mencapai  Rp60 juta.

Naiknya omzet tak terlepas dari meningkatnya kapasitas produksi setelah sebuah BUMN menghibahkan CSR berupa pemasangan PLTS di rumah batik tersebut sejak 2020. Panas matahari yang ditangkap oleh panel surya di atap lantas dikonversi menjadi listrik melalui sebuah inverter.

Panen energi matahari ini pun dimanfaatkan untuk menggerakkan 10 unit mesin jahit, lampu penerangan, dan kompor listrik yang dipakai pembatik untuk memanaskan malam. 

Karena berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), biaya produksi pun jauh lebih ekonomis sehingga keuntungan usaha lebih besar. Pemanfaatan energi surya dapat menghemat biaya listrik hingga Rp15 juta per tahun. Angka yang signifikan.

Rumah Batik Sekar Tanjung, terus untung berkat energi surya terbarukan (Dok. Ihya)
Rumah Batik Sekar Tanjung, terus untung berkat energi surya terbarukan (Dok. Ihya)

Menurut Susiani, di atas atap rumah batik sudah dipasang dua panel surya. Kapasitas 1.300 watt di depan dan 5.000 watt di belakang. Selain Batik Sekar Tanjung, berkah PLTS juga dinikmati oleh Ethical Creative Tasikharjo, unit usaha yang fokus mengolah potensi alam dan sumber daya lokal menjadi produk-produk kreatif dan eco-friendly.

Transisi energi yang menggerakkan ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun