Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - editor lepas dan bloger penuh waktu

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Beasiswa ke Jepang Tanpa Kuliah, Pesantren Wirausaha Solusinya

30 Mei 2024   12:36 Diperbarui: 31 Mei 2024   07:53 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan terakhir, dalam kadar tertentu saya agak 'kecewa' terhadap pendidikan umum. Jika kuliah adalah manifestasi pendidikan tinggi sebagai akselerasi taraf hidup seseorang, maka fenomena pengangguran yang terus berlimpah tampaknya bukan kabar menggembirakan. 

Di balik privilese seseorang bisa menjadi seorang mahasiswa, ternyata ada isu serius antara link and match, tentang apa yang dipelajari ternyata tak dibutuhkan industri.

Kegagapan lulusan PT untuk bekerja menunjukkan indikasi permasalahan laten pendidikan. Belum lagi mahalnya UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang menjadi polemik nasional.

Sayangnya, si sulung tidak betah setelah sekitar 10 hari tinggal di sana. Rupanya para santri di sana kebanyakan sudah pernah mondok sebelumnya. Walhasil, si sulung agak tertinggal dari sisi pelajaran meskipun disediakan kelas adaptasi. Santri yang mondok tak jarang datang untuk lebih memperdalam ilmu tertentu atau berburu berkah/karomah Mbah Moen.

Melirik pesantren wirausaha

Di tengah tahun ajaran, kami harus segera mendapatkan pesantren baru tempat si sulung akan belajar. Karena terinspirasi oleh seorang saudagar di Lamongan yang telah membangun Masjid Namira begitu megah, si sulung kemudian menyatakan minat untuk bisa berproses sebagai seorang wirausaha.

Peternakan sapi di Ponpes Fathul Ulum, Jombang (Dok. pri)
Peternakan sapi di Ponpes Fathul Ulum, Jombang (Dok. pri)

Setelah menjelajah Internet, dapatlah sebuah pesantren di Jombang, lebih tepatnya di Desa Sanan, Puton. Pesantren ini berada di perbatasan tiga kecamatan, yaitu Diwek, Ngoro, dan Gudo. Setelah mempelajari keunikannya, kami pun meluncur ke lokasi dan berbincang dengan pengurus yang berjaga.

Ketika memastikan bahwa pesantren ini klop dengan visi misi kami sebagai orangtua, kami tak ragu mendaftarkan si sulung di sana. Selain mengikuti ajaran salaf (berdasarkan kitab-kitab yang dikaji), ponpes ini juga sesuai dengan ajaran Pancasila dan UUD 1945. Kami semakin mantap setelah tahu bahwa ponpes ini menjadi salah satu binaan CSR PT Astra International, Tbk sebagai Desa Sejahtera Astra (DSA).

Sebagaimana nama yang disandang, Fathul Ulum diharapkan penjadi pembuka ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, bukan hanya ilmu-ilmu agama yang mumpuni, melainkan pengalaman berwirausaha yang akan disebarkan di masyarakat kelak.

Pondok ini memang membekali santrinya dengan pengetahuan enterpreneurship berbasis pertanian, peternakan, dan perikanan. Tak salah jika kami melirik pondok pesantren ini sebagai tempat belajar si sulung yang ingin menguasai ilmu agama sekaligus menjadi pengusaha.

Target generasi Anfa'a

Satu hal yang kami sukai dari visi pondok ini adalah bahwa anak-anak yang lulus dari Fathul Ulum haruslah menjadi generasi anfa'a. Intinya, lulusan pondok haruslah mampu menebarkan manfaat bagi masyarakat. Dengan membekali keterampilan berwirausaha, KH Habibul Amin selaku pengasuh ingin agar para santri memiliki kemandirian secara ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun